Kamu Laki Laki Bukan Sih?
Suatu Kamis di Awal 1988, aku mendarat dengan pesawat Garuda di bandara Ngurah Rai, Bali pukul 21:30. Setelah selesai urusan di airport, aku keluar dan bertemu sopir partner kerjaku di Bali. Saat itu kantor tempat aku bekerja sedang ada proyek di beberapa propinsi di Indonesia di antaranya Bali. Aku bertugas untuk mengawasi seluruh pekerjaan sehingga acap kali terbang kesana kemari dan paling sering yang kusinggahi adalah Bali, rata-rata 2 kalisebulan aku kunjungi Bali selama 2-3 malam.
“Selamat malam Pak Virano, ini kunci mobilnya..” dia memberi kunci mobil Mazda 626 milik majikannya padaku. Memang partner kerjaku ini selalu menyediakan mobilnya untuk aku pakai selama aku berada di Bali.
“Bapak mau kemana sesudah ini..?” tanyaku.
“Langsung ke S.., jam 11 Pak Arif akan datang kesana” katanya.
S adalah nama sebuah club di Kuta yang cukup terkenal banyak didatangi oleh orang-orang lokal, jarang ada orang bule disana. Memang Arif partner kerjaku ini mempunyai beberapa club di daerah Kuta, tapi kantornya sendiri ada di S.
“Kalau gitu Bapak ikut saya saja ke hotel, saya mandi sebentar lalu kita sama sama ke S”, ajakku.
“Boleh Pak, nanti saya tunggu di hotel”, ujarnya.
Sesampai di Pertamina Cottage yang tidak jauh dari airport, aku check-in dan segera mandi lalu berangkat ke S. Pada jam 10:45 aku sampai disana. S masih sepi. Resepsionis yang sudah mengenalku berkata..
“Pak Arif barusan telepon, dia datang kira kira jam 11:30, Bapak dipersilakan menunggu di dalam. Kalau ingin minum, pesan saja Pak, mari saya antar ke dalam”
“Mau duduk di mana Pak?” tanyanya kembali sesampai aku di dalam.
Suasana agak remang tapi masih bisa melihat jelas dari ujung ke ujung, musik pun sudah terdengar agak keras. Aku memilih duduk di bar. Terdapat sekitar 7 kursi bar di sekitarnya, aku pilih yang pojok kiri, di sebelahku ada seorang laki-laki duduk sambil menikmati segelas bir. Aku pesan Cointreau On The Rock double.
Kuperhatikan ada seorang gadis duduk di ujung bar sebelah kanan, sendirian, berpakaian cukup sexy, celana pendek ketat bahan kaos bermotif garis merah putih dengan alur melintang serta atasan menyerupai baju senam pendek sebatas bawah buah dadanya sehingga memperlihatkan perutnya yang putih mulus, tanpa lengan, ketat menempel di tubuhnya dengan bahan dan motif yang sama. Rambut tergerai panjang sepunggung dan dada yang tampaknya padat menonjol menggairahkan, kaki putih panjang mengenakan sepatu boot hak tinggi. Kuperkirakan mungkin tingginya sekitar 167 cm dan berat kira kira 50 Kg, langsing dan sangat cantik.
Terlihat dia sedang menikmati segelas Stawberry Margarita. Setelah beberapa saat, aku lihat gelasnya hampir kosong. Aku katakan pada bartender agar dibuatkan satu Strawberry Margarita seperti yang diminum gadis itu. Setelah selesai, aku pegang dengan tangan kananku, sedangkan tangan kiriku memegang gelas minumanku. Lalu aku hampiri dia.
“Hai.. Kita minum sama sama ya, namaku Virano” kataku di hadapannya sambil aku sodorkan gelas yang berada di tangan kananku. Dengan tersenyum dia ambil gelas Margarita itu dari tanganku.
“Wah.. Berhasil” kataku dalam hati.
Namun masih dengan tersenyum pula gadis itu memiringkan gelas tersebut sampai semuanya tumpah ke lantai, aku terkejut melihatnya dan rasanya muka ini panas membara mungkin karena marah atau malu aku tidak tahu. Tapi dengan santainya dia berkata:
“Terima kasih, minumannya enak sekali dan sudah habis..” bicaranya sangat sinis sekali.
Aku kembali ke tempat dudukku dengan menahan rasa malu. Tak lama, seorang waitress membisikiku..
“Kalau Bapak sudah selesai dengan dia, bapak ditunggu Pak Arif di kantornya”, ternyata waitress ini mengetahui kejadian barusan. Aku habiskan minuman dan berjalan ke lantai 2 tempat Arif berkantor.
“Vir, sorry ya, lama nunggu gua, mau minum apa, gua pesan ke bawah ya” kata Arif.
“Tidak usah, gua baru minum 2 gelas double di bawah tadi” jawabku.
Lalu kami sibuk membicarakan pelaksanaan proyek dengan salah satu BUMN besar yang cabangnya ada di Denpasar dimana pelaksanaan untuk Bali dan NTT aku serahkan pada Arif dengan bagian sebesar 15% dari total proyek hingga dia bisa membeli 2 mercy Bulldog E300 terbaru saat itu. Arif sangat diuntungkan karena segala pengaturan baik harga maupun lainnya sudah aku selesaikan di kantor pusat. Arif hanya tinggal menyediakan perusahaannya untuk dipakai dan pengurusan administrasi paper work, oleh sebab itu kalau aku datang ke Bali, aku selalu dinomorsatukan oleh dia.
Telepon di samping mejanya berdering, lalu diangkat oleh Arif.
“OK, naik saja, aku lagi sama bossku dari Jakarta” katanya di pesawat telepon. Tak lama pintu yang di belakang tempat dudukku terbuka. Aku tidak menoleh, tiba tiba terdengar suara..
“Ooh.. Nanti saja dah, aku di bawah dulu..” terdengar suara seorang gadis dengan nada terkejut.
“Ee.. Rara, masuklah sebentar, ini kenalkan bossku baru datang dari Jakarta” panggil Arif.
“E.. E.., nggak usahlah, nanti lagi saja, minumanku belum habis di bawah..” nada ragu ragu kembali terdengar.
“Ayolah.. Sebentar saja, nanti aku panggil waiter suruh bawa minuman kamu, atau bikin baru saja” paksa Arif.
Aku tetap tidak menoleh, perasaanku sudah mengatakan bahwa dia adalah gadis yang sombong tadi dan aku harus pasang strategi. Dengan terpaksa dan perlahan dia menghampiri meja Arif.
“Rara, Virano bossku dari Jakarta, Virano, Rara, dari Jakarta juga, tapi sering berada di Bali” Arif memperkenalkan kami.
Perlahan gadis itu menjulurkan tangannya padaku dengan tampang ditekuk habis tanpa senyum. Aku menatap matanya dengan tajam, kuarahkan mataku dari ujung kepala sampai ujung kakinya, kutelanjangi dia dengan mataku lalu kembali kunaikkan mataku dan kutatap matanya dengan tajam. Terlihat dari sinar matanya seakan dia dalam suatu perangkap ketakutan sendiri. Tanganku tetap berada di paha, tidak kujulurkan untuk menyambut ajakan berjabatan tangan Rara, lalu aku menolehkan pandanganku pada Arif sambil berkata..
“Jadi besok lu jemput gua ke hotel atau lebih dekat kalau gua ke kantor lu aja jam 10-an, gua sudah telepon mereka untuk pertemuan besok jam 11 di kantornya”.
Arif dalam keadaan terbengong bengong melihatku tanpa suara, pandangannya dialihkan ke Rara seakan bertanya sesuatu yang sangat mematikan. Seketika Rara berlari keluar dari kantor Arif.
“Heh, ada apa ini.., nggak sopan lu sama cewek” sergah Arif. Aku ceritakan kejadian di bar tadi, dan Arif berkomentar..
“Rasain, kali ini kena batunya dia, pasti dia malu sama gua.. Dia lagi ngejar gua nih, gua nggak mau. Selama ini dia memang sok jual mahal sama semua cowok di sini. Dia seorang model dan peragawati Jakarta yang baru mau muncul di permukaan” Arif bercerita.
Akhirnya setelah selesai urusanku dengan Arif, aku kembali turun ke bawah setelah mengambil kunci 626 di mejanya. Lalu aku kembali ke bar dan memesan gelas ketiga, tampak Rara masih duduk di ujung sambil memutar duduknya begitu melihat aku duduk di situ. Aku kembali memesan satu Margarita dan aku hampiri dia.
“Rara, untuk gelas kedua ini, kalau kamu mau siram ke lantai, biar aku yang siram buat kamu, tapi kalau kamu mau minum, mari kita berkawan sejak saat ini dan maafkan aku” aku berkata.
Dia tatap mataku, kuberikan senyuman lebar dan manis sambil mengangkat bahuku untuknya. Perlahan tapi pasti, dia tersenyum dan mengambil gelas dari tanganku dan disentuhkan pada gelasku untuk toast. Kami minum bersama sama. Aku dekati telinganya lalu berbisik..
“Maafkan aku ya tadi di dalam..”
“Maafkan aku juga, tapi kamu jahat bikin malu aku did epan Arif” protesnya.
“Kamu juga bikin malu aku di depan para pegawai Arif, hayoo.. Parah mana”
Dia mencubit lenganku. Kutaruh tanganku di bahunya. Dengan sedikit gerakan menarik, kepalanya mendekat, dan aku kecup pipinya kanan kiri.
“Daripada sama-sama malu, lebih baik kita pergi dari sini, antar aku makan, soalnya aku alergi. Kalau malu, perut langsung keroncongan..” gurauku.
“Huuh, pake alasan aja, bilang aja mau ajak aku keluar dari sini” jawabnya menggoda. Kami duduk di restoran di depan S, di lantai 2 yang menghadap ke jalanan sambil mengobrol ngalor ngidul. Selesai makan, 2 gelas Cointreau double dan 3 gelas Margarita kami tenggak lagi sampai kulihat jam telah menunjukkan pukul 1:30 pagi.
Rara, asal Jawa Tengah, besar di Jakarta, berumur 23, baru selesai kuliah jurusan ekonomi, sekarang sedang meniti karier di bidang modelling dan dunia peragawati, tinggi 169 cm, berat 52 Kg yang semampai.
“Rara, kamu tinggal dimana? Besok aku ada meeting, jadi musti istirahat” sengaja aku tidak menawarkan untuk mengantar dia, walaupun aku ada kendaraan yang aku bawa sendiri.
“Aku di Sanur..” jawabnya. Wow, cukup jauh juga. Dalam keadaan normal, aku tidak akan pernah membiarkan seorang wanita untuk pulang sendiri apalagi malam/pagi hari begini, tapi saat itu aku masih ingin menunjukkan keacuhanku.
“Kamu bisa pulang sendiri nggak, karena hotelku dekat di sini”
“OK, nggak apa, banyak mobil sewaan kok” jawabnya agak kesal.
“Bener nih, atau aku antar aja ya” kataku, sengaja membuka front. Mungkin dia juga sudah kepalang gengsi hingga menjawab..
“Bali kan jauh lebih aman dibandingkan Jakarta, kalau aku dibiarkan pulang sendiri di Jakarta, aku nggak bakal mau kenal kamu lagi” jawabnya diplomatis.
“OK deh, hati hati ya” aku dekatkan bibirku dan mengecup pipi kiri dan kanannya sambil kupegang belakang telinganya, akhirnya kudaratkan ciuman ringan pada bibirnya. Otomatis dia pun membalas ciuman bibir tersebut.
“Besok jam 10 kita ketemu di sini lagi ya” bisikku di telinganya sambil kuhembuskan nafas hangat ke dalam lubang telinganya. Dengan sedikit menggelinjang, dia menjawab..
“Deal” katanya mantap. Akhirnya kami pulang berlainan arah. Aku kembali ke hotel sambil membayangkan yang akan terjadi esok malam.
Setelah seharian cukup lelah mengurus pekerjaan dengan Arif, aku kembali ke hotel jam 4 sore. Masih cukup waktu untuk santai berenang di kolam renang hotel. Pertamina Cottage adalah bangunan tua yang belum direnovasi seperti sekarang ini, saat ini sebuah cottage yang sudah berubah menjadi 2 kamar hotel, sedangkan dulu masih berupa satu kamar dengan ukuran luas, sehingga sangat nyaman tinggal disana. Salah seorang presiden Amerika pernah tinggal di salah satu suite di sana dengan kaca anti peluru. Salah satu mantan Presiden Indonesia pun mempunyai cottage khusus yang konon tidak pernah disewakan pada tamu lain.
Aku masih sempat tidur sekitar 3 jam dan pada jam 10:15 malam aku tiba di S dan Rara sudah duduk di bar. Tampak minumannya baru berkurang sedikit, tanda bahwa dia juga baru datang. Malam ini dia tampak lebih cantik dan anggun dibanding kemarin, mengenakan rok tipis terusan warna hitam agak span dengan belahan di sisi kiri sampai pertengahan pahanya, potongan dan bahan roknya sedemikian rupa sehingga menempel ketat di tubuhnya. Leher berbentuk V lebar yang cukup rendah, terlihat jelas sebagian buah dadanya yang montok. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan bentuk lehernya yang jenjang.
“Sorry, aku terlambat ya.. Cukup lelah seharian bareng Arif ngurusin kerjaan, jadi aku ketiduran, kamu sudah lama?” tanyaku basa basi. Aku kecup pipi kiri kanannya.
“Nggak juga, cuma baru 3 jam, tadi sempet bantuin bersihin meja di sini”, jawabnya dengan riang. Aku tahu dia hanya menggoda.
“Wah, rugi deh si Arif kalau tamunya semua kaya kamu” jawabku.
“Emang kenapa? Terbalik lagi, kalau tamu banyak yang kaya aku, bakal banyak cowok yang masuk ke sini tahu..” katanya PD. Memang pada hari Jumat itu, sudah agak banyak tamu yang datang dan banyak pula yang memandang ke arah Rara.
“Tamu kaya kamu bikin rugi dong, masa 3 jam cuma minum 1 teguk, tuh gelasnya masih penuh he he he” ujarku.
“Aah.. Kamu bisa aja, awas ya aku bales kamu nanti” jawabnya sambil tangannya mencoba mencubit hidungku.
Aku tangkap tangannya, lalu aku cium punggung tangannya, bibirku menelusuri jari tengahnya, sampai di ujung jari, aku buka mulutku lalu jarinya kumasukan ke mulutku sambil aku hisap perlahan-lahan. Rara menarik nafas panjang terkejut.
“Awas kamu ya, jangan bikin aku horny di sini”, ujarnya sambil menarik tangannya yang basah kena liurku.
“Mau temani aku makan nggak?, atau kamu tunggu di sini, aku makan dulu” aku menggoda dia.
“Kamu bisa serius nggak sih, masa aku ditinggal di sini, kan kita janjian malam ini, kalau aku ditinggal terus ada cowok lain menggodaku gimana” sambil merajuk dia berkomentar.
“Menggoda itu hak mereka, mau atau nggaknya tergantung kamu, di samping itu, bagus dong ada yang menggoda kamu, itu artinya cewekku laku, aku nggak salah pilih dan itu bukan pasti lagi karena ini malam minggu Non, 10 menit aku tinggal kamu, 10 cowok juga akan mengerubung di sini”
“Untung sudah sadar kamu, yuk kita makan, aku juga lapar nih” katanya sambil menggandeng lenganku keluar dari S. Kami menuju warung Made, makan dan minum sampai jam 12 malam. Aku sudah agak pusing kebanyakan minum.
“Kita teruskan mengobrol sambil minum di hotelku ya” uajrku akhirnya. Langsung aku bayar bon tanpa menunggu jawaban dan aku peluk bahunya sambil berjalan ke arah mobil. Rara melingkarkan tangannya di pinggangku, rupanya Rara pun mengerti bahwa itu adalah pernyataan, bukan pertanyaan.
Kebetulan bar dan coffe shop di hotel sedang direnovasi, jadi kami berjalan menyusuri beberapa cottage menuju kolam renang. Di sana ada restoran yang buka sebagai pengganti coffee shop dan bar. Di tengah perjalanan, aku lingkarkan tanganku ke bahunya. Tidak terasa ada tali BH di pundaknya. Lalu tanganku kuturunkan ke punggungnya, kutemukan kaitan BH di sana, rupanya Rara memakai BH model strapless. Kucari kaitannya, cuma satu. Dengan sekali sentakan antara telunjuk dan ibu jariku, terlepaslah kaitannya.
“Vir, gila kamu ya, lepas nih BH-ku” katanya sambil memukul bahuku.
“Aku rasa lebih indah kalau kamu nggak pake BH, sekarang mau aku yang lepas atau kamu lepas sendiri” aku tersenyum.
“Kalau orang-orang liat gimana, kan aku malu, lagian nanti kamu marah aku diliatin banyak orang” ujarnya sambil tangannya menarik BH dari balik bajunya dan disimpan di tas kecilnya.
“Kenapa musti malu, kan putingnya masih di dada, belum di perut” bisikku sambil tertawa kecil.
“Makin banyak orang yang liatin kamu, semakin bangga aku jalan sama kamu” kataku mantap hingga dia tidak berkomentar lagi.
Dengan bahan pakaian tipis dan menempel ketat di kulit Rara seperti itu, jelas sekali terlihat bentuk buah dadanya yang indah bulat dan menantang tegak, terasa sekali masih sangat kenyal waktu dia melingkarkan tangannya di lenganku sampai menekan buah dadanya.
Akhirnya kami sampai di restoran. Di tepi kolam renang masih ada beberapa tamu di sana. Setelah selesai makan, kami duduk-duduk di tepi kolam renang menggunakan 2 kursi pantai yang biasa dipakai untuk berjemur. Kami mengobrol dari ujung ke ujung, bercanda riang dan diselingi oleh ciuman dan rabaan.
Sampai akhirnya Rara berbalik, naik duduk di atas pahaku dan menarik leherku, kami berciuman dengan penuh gairah dan panas. Kucium bibir Rara dari ujung kiri sampai ujung kanan diiringi gigitan-gigitan kecil. Rara pun tak mau kalah, dimasukkannya lidahnya ke dalam mulutku mencari lidahku, tanganku menjalar sepanjang dadanya, kuremas buah dadanya satu persatu, kupelintir putingnya. Rara terengah-engah kenikmatan sambil tangannya meremas penisku yang telah menegang.
Cukup lama kami berciuman sampai akhirnya kami kecapaian sendiri dan kembali kami duduk menghadap kolam, kulirik ke arah restoran. Beberapa orang tampak melihat ke arah kami duduk. Kulihat sudah jam 2:30 pagi, pada jam 9 aku harus ke airport pulang ke Jakarta.
“Rara, pulang yuk, aku harus ke airport jam 9 besok pagi, pulang ke Jakarta” ajakku. Rara diam tidak berkomentar. Setelah kutanda tangani bon, aku ajak Rara jalan menuju ke arah jalan masuk tadi.
“Kali ini aku antar kamu pulang ke Sanur ya” bisikku. Rara masih diam, aku tidak berani melihat wajahnya. Sewaktu kami berjalan di antara beberapa cottage, tiba tiba Rara mencengkeram lenganku keras sekali.
“Virano, kamu laki-laki bukan sih?” suaranya tegas, mantap dan agak mengejutkanku. Sekejap aku bingung untuk mencari jawabannya, padahal aku sudah tahu arahnya. Aku berhenti dan menarik dia ke pelukanku dengan erat.
“Kamu mau?” dengan sangat lembut aku bisikkan di telinganya. Dia hanya mencium bibirku dengan lembut tanpa nafsu sama sekali sambil berkata lirih..
“Sejak kemarin..”, lalu aku ajak dia untuk berbalik arah menuju cottageku yang memang telah kami lewati sedari tadi.
Sesampai di dalam, tanpa berkata-kata lagi, kujelajahi leher jenjang Rara dengan lidahku. Rara pun menengadahkan kepalanya untuk memberi ruang lebih luas buatku untuk bergerak. Kujilat belakang telinganya, kemasukkan lidahku ke dalam telinganya.
“Ooh.. Kamu kejam, sejak kemarin aku merindukan seperti ini” desah Rara.
Kucium dengan lembut bibirnya, demikian pula dia. Lama kelamaan ciuman kamu semakin hot, saling berebut mencari lidah masing-masing sementara tangan Rara sudah berhasil membuka celanaku dan terjatuh ke bawah. Sekarang Rara sibuk untuk membuka kemeja lengan pendekku sehingga aku tinggal memakai celana dalam. Aku pun tak tinggal diam, kutarik sangkutan baju Rara dari bahunya dan kuperosotkan ke bawah sehingga tinggal G-String yang melekat di tubuhnya. Kuraba vaginanya, bulu-bulu tipis menyelimuti sekitar vaginanya. Kucoba mencari liang vaginanya melewati klitorisnya.
“Vir.. Jangan siksa aku lagi kali ini.. Oohh..” katanya lirih bergairah.
“Aku janji Ra.. Kamu akan dapat yang terbaik..” kataku sambil memasukkan jari tengahku ke dalam liangnya.
Rara mencari penisku di balik celana dalam, dan diremas remas serta dikocoknya, penisku yang memang sudah tegang segera menyembul dari balik celana dalam. Perlahan tapi pasti, kami menggerakkan kaki kami ke arah ranjang yang berukuran king size sambil melepaskan celana dalamku.
Aku didorongnya sehingga telentang tiduran dan Rara menindihku sambil terus menciumi leher dan turun ke dadaku. Dihisapnya kedua putingku sambil tangannya terus mengocok penisku. Sesampainya ke arah perut, Rara tidak melanjutkannya ke bawah, tetapi balik lagi mencium bibirku sambil berusaha membuka celana dalamnya dan mengarahkan penisku ke liang vaginanya. Hmm, aku sudah dapat mengukur tingkat permainannya. Aku menahan pantatnya agar tidak diturunkan lalu aku balikkan badannya sehingga sekarang dia berada di bawah.
“Rara, kamu tidak boleh menolak, nikmati saja apa yang akan kuberikan padamu” ujarku. Kucium bibirnya, turun ke putingnya kiri kanan, kujulurkan lidahku berputar putar di putingnya lalu kuhisap putingnya bergantian sambil jari telunjukku berputar-putar di klitorisnya.
“Ohh.. Uuhh.. Ennaak banger Vir.. Terus lebih kencang” teriaknya. Lidahku kuturunkan ke perutnya, kujilat pusarnya sampai sekeliling pinggangnya, lalu kususuri bulu bulu tipisnya dan akhirnya lidahku menemukan klitorisnya. Tiba tiba, Rara menahan kepalaku.
“Jangan Vir, aku belum pernah dioral sebelumnya” rintihnya.
Tak kupedulikan rintihannya, lidahku terus berputar putar dan menghisap klitorisnya. Rara kelojotan keenakan, kepalanya dilempar ke kiri dan kanan, tangannya meremas kepalaku dengan keras, tak lama terasa pantatnya mengejang dan Rara berteriak sejadi-jadinya..
“Vir.. Aku keeluuarr.. Ooh..”
Sekitar beberapa detik badannya mengejang, terasa vaginanya semakin basah dan ada lendir yang keluar. Aku jilat dan hisap semuanya. Aku teruskan pengembaraan lidahku di vaginanya, kali ini aku permainkan bibir vaginanya dengan bibirku, kujelajahi seputar bibir vaginanya menggunakan lidahku, lalu kumasukkan sedalam-dalamnya ke vaginanya. Kuputar lidahku di dalam vagina Rara yang halus.
“Terrus Viir, aku bisa kelluaar lagi, ooh.. Auuchh..” beberapa saat teraaa kembali cairan nikmat memenuhi liang vaginanya, pertanda orgasme yang kedua buat Rara. Akhirnya ditariknya kepalaku.
“Sudah Vir, aku nyerah, aku nyerah, gila kamu ya, ooh sungguh nikmat aku hari ini..” Rara berceloteh lemas.
Melihat dia lemas, aku menjadi tidak tega untuk melanjutkan permainan. Aku beristirahat sebentar sambil meremas-remas buah dadanya. Tak berapa lama, mungkin Rara tersadar bahwa aku belum apa-apa hingga ia menarik tubuhku ke atas tubuhnya. Kunaiki tubuhnya dengan bertumpu pada tangan dan lututku, kuarahkan penisku ke vaginanya. Rara membuka kakinya lebar lebar.
“Perlahan Vir..” pintanya.
Penisku menyentuh bibir vaginanya. Kudorong sedikit, terasa sempit dan kecil sekali vaginanya, sulit buat penisku untuk masuk. Aku menunduk lalu membasahi vaginanya dengan ludahku. Kuulangi mendorong penisku, masih tetap sulit untuk masuk, tapi lebih mendingan dibanding yang pertama tadi. Saat sudah masuk sekitar setengah kepala penisku, kugoyang pantatku ke kanan dan kiri dengan perlahan dan halus sambil terus berciuman dengan penuh nafsu dan gairah hingga akhirnya setengah dari penisku berhasil masuk. Rara mendelikkan matanya dan berteriak..
“Sakiit Vir”.
Aku berhenti sebentar agar memberi kesempatan Rara beradaptasi. Saat terasa Rara mulai menggoyangkan pinggulnya pertanda mulai dapat merasakan nikmatnya, lalu kembali kudorong penisku agar masuk semuanya, cukup sulit walaupun akhirnya dengan perjuangan antara nikmat dan sakit, penisku berhasil masuk semua. Kembali Rara terengah-engah sambil mendelikkan matanya. Aku tahu, dia masih merasa sakit. Kudiamkan sejenak agar Rara merasakan sakitnya hilang berganti kenikmatan. Saat Rara mulai menggoyangkan pinggulnya, kukedutkan penisku dengan permainan otot keggel. Rara kembali berteriak dengan kerasnya..
“Vir.. Ampun.. Enaakk amaat..”
Lalu mulai kukocok penisku perlahan, terasa cairan vagina Rara mulai membasahi sehingga kocokanku semakin lancar, sambil kukocok kadang-kadang pada saat masuk semua, aku tahan sejenak dan kumainkan otot keggelku kembali hingga tak lama Rara pun orgasme yang ketiga malam itu.
Penisku masih keras tertancap di vaginanya. Kurapatkan dan kuluruskan kakinya sambil terus kumajumundurkan pantatku. Pada posisi ini, vagina Rara menerima tusukan penisku bersamaan dengan klitorisnya menerima gesekan batang penisku, Rara pun berusaha untuk menggoyang pantatnya mencari kenikmatannya hingga tidak sampai 5 menit kemudian, kembali Rara berteriak..
“Vir.. Aku mau keluar lagi, terus Vir gesek, tekan tekan yang dalam.. Oohh.. Yeeah.. Aku keluuaarr lagi Vir..” Rara berteriak sambil menggelengkan kepalanya. Akhirnya Rara ambruk lemas.
“Apa yang harus aku perbuat Vir, aku menyerah kalah hari ini, tapi aku nggak kapok, aku pingin lagi..”
Tiba tiba Rara mendorong aku sehingga kami berguling tanpa melepas penisku dari vaginanya. Rara duduk di atas penisku yang tertancap dalam di vaginanya. Rara mulai memutar pinggulnya, perlahan-lahan semakin lama semakin cepat sampai seperti penari hula hop dengan kecepatan tinggi, penisku terasa diremas remas olah vagina Rara dan..
“Ra.. Terasa mau keluar nih..” ujarku.
Rara semakin mempercepat putarannya dan akhirnya terasa spermaku meledak di dalam vaginanya, bersamaan dengan itu Rara pun berteriak keras-keras, orgasme yang ke 5. Rara ambruk di dadaku lemas dan nikmat. Terasa penisku mulai mengecil lalu Rara berguling telentang di sampingku sambil tangannya mengenggam penisku. Aku bangkit, mengarahkan mulutku ke vagina Rara. Terlihat campuran dua cairan cinta meleleh di vagina Rara, aku jilat dan hisap sebisanya dari vagina Rara, kukumpulkan di mulutku.
“Vir, apa lagi yang mau kamu lakukan padaku, aku bisa mati keenakan nih hari ini..” Rara mengerang sambil menggoyangkan pantatnya keenakan. Kulihat Rara memejamkan matanya sedang menikmati lemasnya badan dan tulang-tulangnya. Kudekati wajahnya dan tiba tiba kucium bibirnya. Rupanya Rara dapat merasakan bahwa mulutku masih belepotan.
“Vir, jorok iih, itu kan spermamu dan cairan vaginaku..”
Tak kupedulikan protesnya, kutahan kepalanya, kucium bibirnya dan lidahku menyeruak membuka mulutnya hingga Rara menyerah dan membuka mulutnya. Kutumpahkan sebagian cairan yang ada di mulutku ke mulut Rara. Mula-mula dia menolak, tetapi lama-kelamaan dia menjulurkan lidahnya dan kamipun berciuman dengan hot.
“Ra, tidak ada sedikit pun yang kotor dan jorok dari tubuh pasangan sex kamu. Kamu harus memegang prinsip itu apabila kamu ingin menikmati hubungan sex yang sesungguhnya. Segala apa yang ada di tubuh pasangan kamu adalah bersih dan harum dan untuk kamu nikmati juga untuk kenikmatannya. Dengan cara itu, kamu akan lebih bergairah dalam berhubungan sex”, kataku.
Kami tertidur telanjang. Sewaktu bangun aku terkejut, jam 1 siang, berarti aku ketinggalan pesawat kembali ke Jakarta. Akhirnya aku telepon pihak Garuda dan mengubah jadwal pesawatku kembali ke Jakarta untuk hari Rabu. Berarti masih ada 3 malam aku akan bersama Rara. Ternyata Rara mendengar pembicaraanku di telepon dengan petugas Garuda.
“Vir, terima kasih ya telah kamu tunda kepulangan kamu, berarti aku masih bisa mereguk kenikmatan lebih banyak dari kamu dan juga aku ingin menikmati hubungan sex yang sesungguhnya” ujarnya gembira.
Selama 3 hari 3 malam, kami jarang keluar kamar, paling paling untuk makan malam saja. Selama 3 hari itu juga kami mereguk kenikmatan sex yang sesungguhnya. Rara sudah berani mengoralku, bahkan di hari terakhir aku orgasme di mulutnya dan ditelannya sebagian spermaku.
“Vir, kapan datang lagi?” tanyanya memelas.
“Mungkin 2 minggu lagi” jawabku.
“Kalau mau kesini, masih mau aku temani nggak?” tanyanya.
“Kalau kamu masih mau, mana mungkin aku nggak mau, tapi kalau ada cowok kamu gimana?” balasku.
“Aku janji, kalau kamu datang, biarpun ada cowokku di sini, aku akan berusaha menemani kamu” jawabnya.
“OK dah, toh tiap kali datang aku pasti ke tempat Arif di S, mungkin kita bisa ketemu di sana” kataku. Pada saat itu belum ada HP.
Pada hari Rabu aku kembali ke Jakarta, dan memang setiap 2 minggu sekali aku usahakan pergi ke Bali dengan alasan untuk mengontrol proyek. Selama itu pula tiada semalam pun aku lewatkan di Bali tanpa Rara. Namun proyek itu selesai 6 bulan kemudian hingga aku kehilangan Rara.
Setahun kemudian, pernah sekali aku bertemu Rara di Jakarta Ratu Plaza. Kami pun bernostalgia dan aku ajak Rara ke hotel. Di dalam kamar kami menumpahkan kerinduan kami dengan bercinta sepuas-puasnya dan sangat terasa Rara sudah sangat piawai dalam bercinta, namun Rara tetap menyisakan misteri. Aku tidak tahu dimana dia tinggal di Jakarta.
Misteri mulai terkuak karena beberapa tahun kemudian, wajah Rara mulai banyak menghiasi majalah majalah serta berbagai berbagai pagelaran mode selalu menampilkan Rara sebagai peragawatinya. Tampak dia semakin dewasa dalam penampilannya, namun aku tidak pernah berusaha untuk menjumpainya demi menjaga privacy dia.
Akhirnya sekitar tahun 93, kulihat berita bahwa Rara akan menikah dengan seorang pengusaha muda Jakarta yang bisnis utamanya di bidang pariwisata Bali. Saat itu kudoakan agar perkawinan Rara langgeng. Tahun 95, saat aku ke Bali lagi, aku sempat bertemu Rara dengan suaminya. Dan di penghujung tahun 2000, kubaca lagi Rara di kematangan usianya sebagai wanita dewasa yaitu kini menjabat sebagai direktur utama perusahaan suaminya di Bali dan mendirikan sebuah perusahaan EO. Aku bersyukur, dan sampai dengan saat ini perkawinan mereka masih langgeng dan aku yakin bahwa Rara tidak menyia-nyiakan pengalamannya bersamaku dalam membina hubungan sex dengan suaminya.
Untuk Rara, bila kamu kebetulan juga membaca cerita ini, buatlah ini menjadi kenangan kita bersama. Buat mereka yang pernah terlibat dalam pertemuan kami, mungkin masih akan teringat bila membaca cerita ini, tapi tidak untuk mereka yang lain karena nama-nama di cerita ini telah berubah walaupun masih dengan initial yang sama. Mungkin suatu saat secara kebetulan kita masih berkesempatan untuk bertemu lagi, entah kapan.
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
4279