01. Mudik Yuk


Pasangan muda Indro dan Hindun bersama kedua anaknya Hanis yang berusia
empat tahun dan Risna enam tahun sedang dalam perjalanan mudik lebaran
di dalam bis exekutif ke Sumatera Utara. Keberangkatan mudik kali ini
hampir saja gagal karena ijin cuti Indro terhambat penyelesaian tugas
yang harus mengejar deadline T minus 3. Setelah lembur 10 hari
berturut-turut barulah tugas bisa selesai dan Indro diijinkan cuti.

Hindun pun pada awalnya pasrah akan kepastian keberangkatan mudik ini.
Walaupun tiket bis telah dipesan jauh hari tapi sampai menjelang tanggal
tiket, Indro belum juga bisa cuti. Mendadak jam 12 siang tadi Indro
menelepon dari kantor agar siap-siap berangkat ke terminal bis
rawamangun. Dengan tergopoh-gopoh, jam dua siang dengan diantar mobil
kantor Indro sekeluarga berhasil masuk ke bis tepat pada waktunya.

Perjalanan ke Pelabuhan Penyeberangan Merak lancar-lancar saja, tetapi
menjelang pelabuhan terjadi kemacetan toal akibat terjadi kecelakaan
pada salah pelabuhan penyebrangan. Kendaraan harus antri panjang untuk
masuk ke feri penyebrangan. Walaupun AC bis cukup baik, kemacetan
berjam-jam membuat lelah dan bosan semua penumpang. Hari mulai gelap.
Hanis dan Risna sesorean tadi tampak ceria karena jadi mudik, mulai
lelah dan mengantuk. Hindun mengatur duduk bersama Hanis, dan Indro
bersama Risna. Deretan bangku mereka sebaris ditengah agak kebelakang,
dua deret. Saat mengatur sandaran bangku, sentuhan tubuh sang istri
memancing kegairahaan Indro. Maklum saja lembur dua minggu terus menerus
mengakibatkan kegagalan memenuhi setoran wajib. Suasana remang, supir
telah mematikan lampu ruangan besar, hanya menghidupkan lampu ruang
kecil dan lampu di lantai. ‘Yang’ Indro berbisik, ‘kepingin nich’
‘Hushh, ngaco’ sahut Hindun sambil mengatur posisi tidur Risna di
samping Indro bapaknya. ‘Ntar saya ke toilet kalau sikon mengijinkan,
ta’ miss call’ desak Indro ‘Ahh… jangan, bahaya! ‘Sudah, tenang saja’
ujar Indro sembari bangkit dari bangku dan berjalan kebelakang ke toilet.

Indro telah mempelajari, situasinya memang memungkinkan. Toilet di bis
executif ini berada dibelakang dan dalam ruangan yang disekat dengan
pintu khusus. Ruangan ini memang sengaja tidak diisi penumpang, karena
hanya digunakan bagi para perokok, atau supir serep istirahat. Saat ini,
supir dan kenek sedang sibuk berjuang mengatasi antrian masuk ke kapal.

‘Wah aman nich’ pikir Indro setelah masuk toilet. Indro langsung me miss
call istrinya. Hindun mengetahui HPnya memanggil, membaca sendernya,
Indro. ‘Waduh gimana sih mas Indro, kan bahaya’ Keluh Hindun. Maklum
saja Hindun ini cenderung penurut dan sedikit (sedikit sekali
introvert). Pekerjaannya sehari-hari hanya ibu rumah tangga, dan
pergaulannya hanya sebatas ibu-ibu rt, bisa dikatakan wanita
tradisional. Tapi kepatuhannya terhadap sang suami sangat tinggi. Dia
menyadari perjuangan suami dua minggu ini menyelesaikan pekerjaan agar
bisa mudik, sangat berat dan melelahkan, sehingga tidak sempat
berhubungan intim. Setelah memastikan kedua anaknya sudah terlelap,
Hindun menyapu pandangannya kepenumpang lain. Walaupun seluruh bangku
terisi, tetapi jumlah penumpang yang hanya 26 orang sedang berupaya
tidur. Dan yang disampingnya tampak sedang sudah terlelap sejak magrib tadi.

Hindun melangkah kebelakang, membuka pintu sekat ruangan, lalu membuka
pintu toilet. Akibat sempitnya ruangan Indro menggeserkan sedikit
badannya agar pintu bisa terbuka dan Hindun masuk. Hindun agak kaget
melihat Indro sudah menanggalkan celana panjangnya, hanya mengenakan
celana dalam dan kaos t shirt. Indro segera merangkul sang Istri ‘Yang,
nyoba pengalama baru yuk’ sambil berbisik ditelinga Hindun, dan mengecup
belakang telinganya. Daerah itu memang salah satu area peka Hindun.
Walaupun demikian toilet yang sedikit bau dan kekhawatirannya membuat
gairah Hindun tertahan. Tetapi semangat pengabdian istri yang baik
mendorongnya untuk merespon dengan baik. Hindun balas mendekap sang
suami. Ikut sajalah pikirnya tenang. Tangan Indro bergerak mengangkat
baju terusan panjang sang istri, membelai belai. Mulai dari lutut,
bergerak naik perlahan keatas menyentuh celana dalam. Membelai paha
kearah dalam berputar-putar, meraba diantara kedua belahan paha.
Merasakan hangatnya gundukan bukit yang terhalang secarik kain berenda.
Hindun merenggangkan pahanya memudahkan tangan Indro melaksanakan
tugasnya. Gairahnya mulai meletik, Hindun menarik wajah sang suami dan
mulai melumat bibirnya. Lidahnya menari-nari dimulut Indro, menjelajah
dengan mesra. `Hemph..’ mengetahui respon yang baik dari Istrinya Indro
mulai bersemangat meraba-raba sembari sesekali mencubit pangkal paha
Hindun. Sesekali jarinya menyelip ke belahan paha yang terhalang lipatan
celana dalam. Telunjuknya menggosok perlahan bulu-bulu yang terasa
mencuat dari lipatatan celana dalam. Hindun mulai mendesah perlahan,
tangannya bergerak turun membalas dendam serangan Indro. Dengan mudah
tangan Hindun masuk kedalam celana dalam dan menggenggam sang tongkat
yang mulai menggeliat bangun. Hindun meraba kebawah membelai pelir sang
suami. Hindun tahu hal ini yang sangat disukai suami, belaian pada buah
pelir. Sembari membelai sembari memijat, membelai dan memijat buah
pelir, sang tongkat sudah terjaga sepenuhnya. Merasakan serangan sang
istri, Indro kembali melancarkan serangan lain, kali ini jari tengahnya
mulai menelusup bergerilya kedalam lipatan paha setelah menggeser
secarik kain yang menghalangi. Jari tengahnya mulai menelusup masuk
sembari menggeser pada tonjolan klit yang dikenalinya. Jari tengahnya
mulai bekerja dengan giat dibantu telapak tangannya, menekan-nekan
gundukan kemaluan Hindun. Indro menggesekkan jemarinya sembari mengulum
panjang bibir Hindun. Lidahnya menjalar-jalar dengan ganas, sesekali
membelit lidah Hindun. ‘Hemphh ….’ Hindun terjingkat ketika Jemari Indro
mulai menyentuh pusat komando pertahanannya. Semakin hindun terjingkat
semakin senang jemari Indro menggosok daerah tersebut. Hindun mulai tak
tahan, dan segera melakukan serangan brutal.Jemarinya menggenggam
keras-keras kejantanan Indro. Mulai menggosok-gosok dan menarik-narik.
Terasa dalam genggamannya sang tongkat mulai berdenyut-denyut. Setiap
jemari Indro menyerang, Hindun setengah geram setengah mendesah mulai
menggosok dengan keras bahkan terkadang membetot sang tongkat. Dalam
kondisi normal biasanya Indro segera menelentangkan sang istri untuk
membela diri terhadap serangan tersebut, dengan berbagai cara seperti
mandi kucing, atau oral sex. Tetapi kondisi toilet tak memungkinkan, mau
takmau Indro mulai terdesak, kejantanannya dibetot-betot Hindun. Hindun
semakin kejam membetot-betot sang tongkat. Entah berapa kali tangan
kanan Hindun bekerja keras, yang pasti mulai terasa lelah. Karena tangan
kanannya mulai lelah, tangan kirinya mulai membantu, tangan kiri Hindun
ganti membetot-betot, tangan kanan memijat-mijat buah pelir. Indro
semakin terdesak tak berdaya, konsentrasinya mulai lepas, serangannya
mulai melemah dan terabaikan. Celana dalam Indro sudah melorot jatuh’
‘Yang ….aduhhh.. yang…..’ Semakin Indro melenguh semakin Hindun galak.
‘Tumben bang Indro agak pasrah kali ini’ pikir Hindun. Biasanya
inisiatif serangan selalu ada pada Sang suami, Hindun biasanya hanya
melakukan serangan balik, merespon sebaik mungkin. Tapi kali ini Hindun
tidak menyadari Indro tidak mungkin menelentangkannya. Hindun tidak
menyadari Indro tidak memiliki taktik yang memadai melancarakan serangan
diruang toilet yang sempit. Hindun senang sekali bisa terus
berinisiatif, genggamannya diperkeras, betotannya sesekali lambat tapi
digenggam sekuat mungkin, sesekali digosok cepat tapi diperloggar.
Tangan kanan Hindun menggaruk setengah mencakar daerah biji pelir sang
suami, sesekali mencubit. Bila Hindun merasakan jemari Indro menggosok
klitnya, Hindun langsung bersamaan meremas agak keras kantung kemih sang
Suami sekaligus membetot sekeras-kerasnya yang membuatnya langsung
terjengkit setengah kesakitan setengah keenakan

‘Yang… uh …uh….’ tangan Indro merangkul leher Hindun mencoba bertahan
sekuat tenaga. Hindun tersenyum bahagia, baru kali ini dirinya berhasil
memegang insiatif penyerangan setelah tujuh tahun berumah tangga.

‘Yang… lepas ….’ Indro terengah-engah, meminta Hindun melepas celana
dalamnya. Hindun melepas celana dalamnya dan meletakkannya di penggiran
wastafel. Indro mengangkat baju terusan panjang sang istri, membantu
mengangkat sebelah kaki kiri Hindun, dan menumpangkannya ke closet yang
tertutup. Indro mulai mencoba memasuki sang istri, agak sulit. Hindun
membantu dengan membimbing sang tongkat agar tidak salah arah memasuki
liang kewanitaannya. Setelah sedikit masuk, Indro menekan, dan masuk.
Agak seret karena posisi kaki Hindun yang terangkat sebelah.
‘Eggh…bangg…’ bisik Hindun mesra. Menyadari Indro telah mamasuki
dirinya. Posisi Hindun kesulitan, terpaksa kedua belah tangannya
membelit leher Indro memantapkan posisi, setengah mendekap setengah
menggantung. Kaki kirinya terjingat dipinggirian closet, terganjal legan
kanan Indro yang berpegang kuat didinding. ‘Yang… gimana… bisa??’
sembari bertanya Indro mulai menekan. ‘Ayo bang..ahhh’ Ketika terasa
ganjalan sang tongkat mendesak tubuhnya. ‘… terus bang’. Hindun tidak
terbiasa posisi ini, tapi pasrah saja menikmati sodokan sang tongkat.
Indro langsung menekan tancap gas, maklum saja telah diserang habis-
habisan, kejantaanannya sudah menggelegak setelah tadi dibetot-betot
oleh jemari Hindun yang lihai. Dorongan dan tarikannya dilakukan secara
cepat dan sistematis. Hindun tak berdaya didesak-desak kejantanan Indro,
posisinya tidak memungkinkan melakukan gerakan balasan yang dikuasainya.
Hindun hanya bisa menahan setiap didesak Indro. ‘Yang… nggak tahan lagi
nich’ Indro mencoba bertahan selama mungkin menyetubuhi istrinya.
Kayuhannya dicoba seteratur mungkin, tetapi kejantanannya mulai
berdenyut-denyut hendak meledak. Pikirannya buntu mencoba mencari
alternatif gerakan, tetapi tampaknya kondisi ruangan kurang mendukung
fore play, apalagi fisiknya agak lemah setelah lembur terus-terusan.
Gempurannya mulai tidak beraturan ‘Nggak apa-apa bang…ayo terus … ahh. ‘
Hindun memang bukan tergolong wanita jaman sekarang yang selalu mencari
kepuasan setiap berhubungan intim. Asal bisa memenuhi kewajiban melayani
suami, Hindun sudah bahagia. Hindun sangat senang melihat Indro tadi tak
mampu membalas betotannya. Indro mulai melepaskan kendalinya, gerakan
tubuhnya menghujam mulai bergetar, hujamannya mulai liar, berkali-kali
‘Ohh…ohhh….’ berahi Hindun mulai membara, dihujam sekuat tenaga.
Bibirnya hanya bisa mengecup leher Indro dimana dirinya setengah bergantung.

Hunjaman sekuat tenaga menandai muntahan lahar panas. ‘Yang ….’Indro
mengulum kuat bibir sang Istri, agak menyesal memahami bahwa dia sampai
duluan, dan tidak berdaya untuk melanjutkan perjalanan. Tubuhnya lemas
karena posisi hubungan initm yang agak sulit. Semenit berlalu, sang
tongkat perlahan-lahan mulai melemas, dalam benaman hangat sang istri.
Akhirnya terlepas sendiri. ‘Yang … tunggu lima menit baru keluar, saya
duluan’ Ujar Indro sembari memungut dan mengenakan celananya. ‘Iya bang,
mungkin agak lamaan’ ‘Oh iya mungkin urusan perempuan’ pikir Indro

Indro melangkah keluar toilet dengan tubuh lemas. Karena gelapnya ruang
merokok tidak menyadari sang kenek tengah berbaring dan menongolkan
kepalanya dari deretan bangku belakang yang menyembunyikan dipan kecil
dibalik deretan bangku paling belakang.

Anton, sang kenek, ketika baru saja berbaring, dan langsung menyadari
ada peperangan dibalik toilet, buset dah. ‘Buk…buk…buk…’ getaran
halusnya mau tidak mau terasa setiap kali silelaki menghujam. Lama juga
kupingnya mendengar getaran ini. Benaknya berpikir keras, sialan nich.
Ganggu orang istirahat, apa nggak bisa nyari tempat ngesex ditempat
lain. Sialan ntar gue bales ganggu? Wah ada ide….

Ketika Indro membuka pintu ruang sekat dan keluar, Anton bangkit dari
dipan kecilnya yang tersembunyi dibalik balik tingginya bangku
penumpang, loncat kedereratan bangku belakang dan segera mengetuk pintu
toilet. Ketukannya disengaja bernada kode ‘tuk ..dok ..dok, tuk ..dok
..dok..’

Hindun sedang membersihkan dirinya ketika mendengar ketukan tersebut.
‘Wah kenapa bang Indro ini, apa ada yang ketinggalan? Hindun membuka
slot pintu dan menggeser badannya membelakangi dan, membuka pintu.
`Kenapa bang? Anton masuk dan segera mendapati punggung seorang wanita.
Ketika berbalik terlihat dalam keremangan seorang wanita muda berusia
30-an tahun, bertubuh sedang cendrung mungil, berwajah putih halus manis
keibuan, sedang memegang celana dalam. Anton segera menyadari wanita ini
ibu dari dua anak yang tadi siang datang tergopoh-gopoh. Postur tubuhnya
ditutupi baju terusan panjang khas wanita sumatera. Secara keseluruhan
berpenampilan menarik. ‘Oh…. anu ……’Hindun kaget menyadari yang masuk
bukan suaminya, tetapi sang kondektur yang terlihat jelas dari
seragamnya. ‘Ibu ngapain dengan bapak yang tadi?? Tanya Anton dengan
sopan tapi tegas. ‘Anu…pak ….’ Hindun gugup terbata-bata, tangannya yang
sedang memegang celana dalam segera disembunyikan dibalik tubuhnya. Tapi
terlambat menghindar dari tatapan tajam kondektur. ‘Apakah ibu baru
berhubungan badan dengan bapak yang tadi? Ayo ngaku saja’ ‘Ehh… iya pak,
dia suami saya’ Hindun terpaksa mengaku karena tertangkap basah. ‘Bu
sesuai peraturan kami, Ibu sekeluarga harus diturunkan. Perlu ibu
ketahui ini bis luar kota jarak jauh. Demi keamanan bis-bis kami selalu
dimanterai agar aman dalam perjalanan. Lihat tanda di atas sana, itu
simbol mantera kami. Pantangan salah satunya adalah adanya hubungan sex
didalam bis selama perjalanan. Ibu harus turun, kami harus memanterai
ulang bis ini nanti di Kantor kami di Tanjung karang’ ‘Aduh…jangan pak’
Hindun kaget, dia menyadari sedang ditengah jalan diluar kota, dimusim
mudik, sangat sulit mencari bus pengganti. Tiket bus ini saja diperoleh
melalui KKN sebulan lalu. ‘Pak… saya ganti uang ssaja yaaa…’ Hindun
memelas ‘Tidak bisa, nyawa penumpang terancam dengan tercemarnya bis
ini’ ‘Tapi pak … gimana nanti’ “Bukan urusan saya, kami saja sudah
pusing harus memanterai ulang nanti, gimana kalo dilihat penumpang lain,
bisa berabe’ ‘Pak…tolong pak…’ Mata Hindun mulai memerah, suaranya
bergetar. `Saya harus lapor supir tentang kejadian ini, melanggar
pantangan mantera berakibat munculnya sial yang luar biasa, hampir
dipastikan akan makan korban, seperti ban meletus, tabrakan, nyelonong
ke jurang’ `Jangan pak’ Air mata Hindun mulai menitik ‘Tidak bisa!’
‘Pak… ada cara lain tidak pak? Sambil mulai tersedu-sedu ‘Errr,
sebenarnya ada yaitu manteranya ditambal oleh orang yang menciderai
mantera tersebut’, Mata Anton berkilat memperhatikan umpannya termakan.
‘Maksudnya, saya yang menambal mantera tersebut? Ujar Hindun harapannya
terbangkit. Bagaimana caranya?’ ‘Ehh… nggak ah, nggak bisa… sulit’ Ujar
Anton jual mahal. ‘Ayo dong pak dimana caranya’ Hindun termakan bualan
Anton ‘Sulit bu…Kata orang pintar kami, perempuan harus mengulang
pencemaran yang dilakukan, dan membacakan mantera ulang pada saat
puncaknya, dan tidak boleh bersama dengan orang yang menciderai mantera
tersebut, yaitu tidak boleh dengan Bapak yang tadi’ Hindun terkesima,
mendengar cara tersebut, pikirannya pusing mempertimbangkan
konsekuensinya. Selaku perempuan tradisional dari daerah Sumatera, dia
sering mendengar cerita-cerita mistis sejenis. Saat ini mau tidak mau
dia harus memilih antara percaya atau diusir turun di tengah jalan, saat
mudik, malu lagi ketahuan berhubungan intim ditempat umum. ‘Pak tolong
bantu dong pak…’ Hindun mencoba memohon ‘Bantu bagaimana….’
‘Itu…memperbaiki mantera yang rusak’ ‘Ibu ngerti nggak sih, ibu harus
mengulangi pencemaran dan pada puncaknya membaca ulang mantera tersebut’
‘Iya nanti saya baca, saya kan bisa….. errr.. sendiri’ (masturbasi
maksudnya) ‘Itulah yang nggak bisa bu!, Memperbaikinya harus sebanding
dengan cara tadi merusaknya, dan siapa yang jamin ibu nggak berbohong.
Risikonya tidak sebanding karena menyangkut keselamatan seluruh isi bis’
‘Oooo….’ Hindun berpikir keras, kalau gara-gara hal ini tidak bisa
mudik, kasihan nama baik suaminya didepan keluarganya dikampung pasti
jatuh, karena selama kawin tidak pernah mudik, walaupun sudah berkali
kali diundang. Apalagi kalo dipermalukan didepan umum ketahuan berbuat
mesum. ‘Pak…. tolong dong pak, hik…hik….’ Hindun tergugu saat memutuskan
untuk menanggung aib terebut. ‘Aduh bu jangan nangis…., gimana saya
membantunya? ujar Anton dengan pura-pura bego. ‘Bantu saya mengulangi
?.itu…, nanti saya baca manteranya, bersama bapak’ ‘Wah…saya nggak
ngerti bu…, saya nggak ngerti begituan, saya bisanya nyuci bis’ Anton
membual, padahal sejak jadi kondektur 8 tahun silam diumurnya yang 24
tahun ini sudah lumayan juga petualangannya. Maklum orang terminal.

‘Kamu nggak pernah berhubungan dengan perempuan? Hindun setengah tidak
percaya memandang laki-laki muda bahkan seperti remaja dihadapannya.
Tampangnya memang agak imut-imut, tingginya sedang, agak kurus tapi
liat. Khas orang bekerja fisik, terlihat seperti belasan tahun. ‘Pacar
sih punya dikampung, tetapi ketemu belum tentu 6 bulan sekali
paling-paling sun pipi’ Anton menundukkan wajahnya, berusaha keras
terlihat malu-malu. Yang tampaknya berhasil.

Ooo anak ini masih kencur, mudah-mudahan tidak apa-apa berhubungan
dengan remaja, anggap saja anak sendiri’ Hindun mencoba mencari
pembenaran. ‘Mana manteranya’ Hindun memberanikan diri, walaupun
suaranya agak bergetar. Anton membuka dompetnya dan menyerahkan tulisan
aji-aji pelet yang memang jadi salah satu bekalnya merantau. Anton
mengajarkan cara membacanya. ‘Cuman dua kalimat? bahasa apa ini?’
sembari Hindun mengucap ulang perkataan Anton. Kertas itu diletakkan di
pinggir wastafel. ‘Nama adik siapa? tolongin kakak yaaa, ‘ Ucap Hindun
semanis mungkin, sambil meraih tangan Anton, merasa bahwa dirinya jauh
berpengalaman diatas remaja ini. ‘Anton bu…’ pura pura grogi ketika
tangannya di pegang ibu manis dihadapannya. ‘Anton? Jangan panggil ibu
dong… kakak lebih pantes..’ sembari mendekapkan tangan Anton didadanya’
‘Err…iya…iya…bu..ehhh kak’ Anton pura-pura gemetar membiarkan tangannya
ditekankan jemari halus di bukit kenyal perempuan manis dihadapannya.
‘Ton…ee …kenapa? kok malu…’ Ujar Hindun memerah sendiri mukanya saat
mendekapkan lebih erat tangan Anton didadanya. Meyakini keluguan remaja
dihadapannya, keberaniannya semakin melambung tinggi. Hindun semakin
berani menekan-nekan telapak tangan Anton dipayudaranya. Saat
menekan-nekankan tangan remaja ini di dadanya, tak terasa gairahnya
kontak kembali, seolah-olah kembali membara setelah tadi terpaksa mati
mendadak.

‘Anu…kak…anu….’ Anton pura-pura menunduk dan melengos buang muka. Hindun
dengan gerakan yang indah, tanpa melepas baju terusannya, melepas
sendiri kaitan bhnya, membiarkannya merosot sampai keperut. ‘Kak …ehh…
kak…’Anton berusaha menahan tawa saat berpura-pura sangat lugu ketika
tangannya dibimbing Hindun masuk dari bawah baju terusan untuk
disentuhkan dipayudaranya. ‘Ayo Ton, remas….’ Hindun berbisik saat
membimbing tangan Anton menangkup bukit payudaranya. ‘Aduh kak …gimana
ini…’ Ujar Anton terbata-bata pura-pura ragu- ragu meremas payudara
lunak dibalik baju terusan Hindun. Hati Anton bersorak merasakan daging
kenyal hangat membara ditelapak tangannya. Pentil susu tampaknya sudah
tegang dari tadi, sangat terasa menyenangkan mengganjal telapaknya saat
meremas payudara indah itu. ‘Ahhh Anton…ya… ya begitu’ Berahi Hindun
sudah kembali menyala tersentuh kulit kasar tangan pria remaja yang
diyakininya masih lugu ini. ‘Ton.. tekan lebih keras lagi Ton..’ Hindun
mulai mendesah payudaranya diremas-remas. Wah anak ini sudah mulai
berani, harus semakin didorong keberaniannya pikir Hindun, mulai
dirayapi berahi yang membara. Tangan Anton mulai meremas sesekali
membelai. `Sebelahnya Anton?mmm?ya begitu’ Hindun menikmati remasan
hangat. Tangan kanan Anton tidak lagi dibimbing sudah bisa meremas
sendiri. ‘Lumayan juga ini anak’ pikir Hindun sambil mendesah.

Kedua Tangan Hindun meraih tangan kiri Anton membimbingnya kepangkal
pahanya’. Digosokkannya tangan anton dipangkal pahanya. Hindun tersentak
sendiri saat kakasaran telapak tangan Anton menjamah bulu-bulu halus
kewanitaannya. Dibimbingnya tangan Anton menggosok pangkal paha dan
seputar kemaluannya. ‘Kak….. eh ….kak… sakit??? Anton berpura-pura lugu
memandang Hindun yang merem-melek menahan rasa nikmat. Oh Memang nikmat
masturbasi dibantu tangan lelaki beneran, Mata Hindun terpejam menikmati
gosokan tangan Anton yang di bimbingnya sendiri.

‘Ahh…enggak Nton… terus…iya… begitu…aduh…’ Giginya menggigit bibirnya
sendiri saat Anton mulai memelintir pentil payudaranya. ‘Begini kak….’
Tangan kiri Aton sudah berdikari menggosok-gosok pangkal paha Hindun.

Hindun merasa lemas, dan mulai merangkul leher Anton mencari pegangan
yang mantap. ‘Ohh Anton…iya… terus… aduhh..ohh’ Pinggulnya mulai
bergerak mengejar arah gosokan keras telapak tangan Anton. Mata Hindun
sudah terpejam menikmati keindahan bara api yang menjalari seluruh
tubuhnya. Tubuh Hindun mulai bergetar, akibat menikmati sensasi disentuh
laki- laki lain. Keremajaan laki-laki ini menggetarkan sensasi Hindun
membuka alam pikirannya betapa lugunya dia, rasanya seolah-olah ada misi
khusus untuk membimbing remaja ini ke alam kedewasaan. Hindun meresapi
bahwa dirinyalah yang wajib menghantarkan remaja ini kepintu gerbang
emas kemerdekaannya. Pintu gerbang kewanitaannya berkewajiban membimbing
remaja ini, atas kebaikannya menolong keluarganya dari aib, pikiran
Hindun dikacaukan oleh berahi yang tadi mendadak padam dan sontak
kembali disulut membara. Pikiran menghianati suami, sudah hilang dari
tadi digantikan upaya membela nama baik keluarga dan mengamankan tujuan
mudik.

`Uhh?uhh?’ Hindun menggelinjang keras ketika Anton mulai mempraktekan
teknik jemarinya. Ibu jari dan telunjukkan segera mendapatkan klit
Hindun dan mulai memainkannya. Hindun memperat dekapannya. Tanpa
disadarinya pinggul Hindun bergetar-getar mencoba menghindar dari
sentakan kenikmatan saat pusat komando pertahanannya mulai diserang.
Saat klitnya dibelai, Hindun tidak tahan dan pinggulnya mengeliat
mencoba melarikan diri, tapi tidak bisa.

`Wah ibu ini boleh juga, gairahnya langsung meledak’ Anton sedikit
keheranan menemukan dirinya didekap sekuat tenaga seorang ibu muda alim
yang tidak dikenalnya, mendesah-desah dan menggelinjang.’ Tapi
pengalamannya membantunya menganalisa situasi,’ Mungkin tadi tidak
tuntas dengan suaminya?’

`Oh Anton?.oh?sudah?ohh?Anton..’

Pijatan lembut telunjuk dan ibujarinya pada klit membuat pinggul Hindun
mulai melonjak-lonjak, mencoba menggelinjang lari menjauh. Semakin tidak
tahan, Hindun mulai menggigit bahu Anton, ketika dekapannya tidak dapat
menahan serangan kenikmatan yang membakar dirinya. Nah luh? Anton
gembira merasakan ganasnya Hindun menggigit bahunya. Rasaiin nih.`Aduh
?.bu?eh?kak ?kenapa saya digigit?’ seraya dengan agak keras mencobloskan
jari tengahnya keliang kewanitaan Hindun, pura-pura reflek ..gituuhh.
`Eeghhhh ?..’ Hindun tak mampu menjawab, giginya masih membenam dibahu
Anton yang masih terbalut seragam kondekturl. Aduh ini anak? tangannya
masuk kesitu?, oh mungkin reflek kesakitan kugigit’ Hindun tak mampu
berpikir normal. Pijatan dan coblosan jemari Anton membuat tubuhnya
semakin bergetar menuntut pemuasan. `Anton..ohh..sekarang yaaa?ohhh’
Hindun kembali mendesah menerima coblosan’ Pinggulnya mulai menggeliat
mengimbangi coblosan jemari Anton. `Sekarang apa kak?..’ Anton menahan
senyum mempertahankan kebegoaannya. `Waduh ini anak, bener-bener masih
polos’ Hindun semakin terengah- engah menahan kobaran birahi coblosan
jemari tangan kiri dikewanitaannya dan pijatan keras jemari tangan kanan
dipayudaranya. `Lepas celanamu Anton?’ Ujar Hindun sudah nekat. `Anu
kak?.engg’ `Ayo?.’ Hindun Melepaskan diri dan berinisiatif menelanjangi
Anton. Agak membungkuk dan tangannya membuka kancing dan menurunkan
resleting, dan menanggalkan celana panjang tersebut. Anton berdiam diri
saja, tentu saja pura-pura malu. Terpampanglah remaja berkemeja
kondektur dengan hanya bercelana dalam. `Kak?.’ Anton menekapkan kedua
tangannya di pangkal pahanya, saat tangan Hindun menyosor celana
dalamnya untuk dipelorotin. `Udah Nton, tadi kan katanya mau ngebantuin
kakak’ Hindun semakin terengah-engah dibakar birahi yang menuntut
pemuasan. Tangannya memaksa celana dalam tersebut untuk segera tanggal
`Tapi kak?..’ terakhir kalinya mempraktekan jurus pura-pura lugunya
dengan kedua tangannya tetap menekan pangkal pahanya. `Anton ayo
dongg?tolongin kakak?’ suara Hindun mulai agak serak memohon. `Nanti
kapan-kapan kakak yang bantuin Anton kalau dalam kesulitan’ Upaya Hindun
menebar janji seperti anggota DPR saat kampanye. `Yesss’ sorak Hindun
dalam hati menjumpai tangan Anton tidak lagi bertahan, Tanggalah celana
dalam tersebut. Hindun dengan gemas menggenggam sang tongkat, yang
ternyata segera mengacung tegak, mengingkari sandiwara majikannya yang
pura-pura bego. Wah anak ini belum sunat, pikir Hindun saat memeras
batang kemaluan tersebut “Kak ?.hhhh?’Anton menikmati genggaman erat
tangan lembut dikejantanannya yang ternyata langsung mengeras. `Yes?’
Anton kegirangan mendapati ibu muda alim ini setengah membungkuk
mengerjai kejantanannya. Sebelah tangannya segera meraba bokong sang
ibu, menggosok-gosok belahan pantatnya. Waduh ini anak kecil, besar juga
anunya? wah lebih besar dari bang Indro.’ Kaget dan agak ragu juga saat
Hindun menggenggam barang yang sudah full keras itu. Betotannya
berhenti. `Kak? aduh?kak? saya lemes ?.sudah kak.’ Anton kembali bergaya
bego menikmati betotan Hindun di kemaluannya. `Tahan Ton?’ reaksi
keluguan tersebut menyentakkan kembali betotan Hindun. Keraguannya
segera sirna disapu berahi yang semakin menggelegak. Tangan kiri Hindun
segera memerah kantung kemih Anton, salah satu dari sedikit keahlian
dimilikinya akibat delapan tahun berumah tangga. `Ini anak perlu sedikit
diajar?..’ pikir Hindun dengan gemas kembali dengan binal menggosok
keras pangkal kejantanan Anton. `Tonn?.’ Hindun terjengkit saat jari
Anton menyelip belahan pantatnya dan menyentuh pangkal kemaluannya.

`Ihh Anton?. mulai yahhh’ Sesaat setelah betotan dan urutannya diyakini
telah berhasil menyiapkan sang tongkat. `Mulai apa kak.. hhhh’ Dengan
baju panjang terusan yang masih terpakai yang sudah dipelorotkan keatas,
menampakkan bagian bawah tubuh Hindun. Perut yang rata dan pangkal paha
halus yang dihiasi segundukan bukit kecil lembut yang ditumbuhi
pepohonan halus. Hindun berniat mengulangi adegan sesaat berselang
dengan suaminya. Sebelah kakinya kanannya dinaikkan, dan ditumpukan
diwastafel. Agak menjinjit kakinya menumpu kewastafel dengan lutut
tertekuk. Anton menampakkan wajah terkesima memandang adegan indah
tersebut, bagian bawah tubuh biu muda yang putih mulus, dengan sebelah
kaki terangkat, Rambut-rambut halus menutupi gundukan bukit kecil
dipangkal pahanya, tampak sudah basah, seperti pepohonan tersiram hujan.
`Tangannya sini Ton..’ Hindun meraih tangan kiri Anton dan meletakkannya
dibawah tekukan lututnya yang kakinya menumpu diwastaafel’ `Pegang
dindingnya Ton?.na begitu’ Tangan kirinya segera meraih sang tongkat
yang mulai tak sabar menunggu, diarahkannya kegundukan bukit miliknya
sendiri. `’Sini Ton?’ `Iya kak’ Anton segera merapat Terasa kekenyalan
sang tongkat saat menyentuh gerbang kewanitaannya. Seperti tersengat
listrik `Aduhhh. Gimana yah”’ pikir Hindun kembali ragu membayangkan
dirinya akan dimasuki kejantanan lelaki lain yang bukan suaminya. Tetapi
sebenarnya ukurannya yang agak lebih besar dari biasanya lah yang
memecut keraguan ibu muda alim ini. `Terus gimana kak?’ pertanyaan bego
ini mengalihkan pikiran Hindun `Tekan Ton?’ reflek menjawab sembari
tangan kirinya mengarahkan batang kejantanan itu. `Ohh?’ Hindun mendesah
menjumpai ada sesuatu yang mendesak lubang kewanitaannya. Nyangkut `Ayo
Tekan lagi Ton’ Hindun memberikan semangat sembari tangan kanannya
merangkul leher si remaja. Birahinya sudah tak tahan menuntut pemuasan
`Kak ngilu? (penulis: buset nich anak sandiwaranya keterlaluan) Anton
berpura-pura. “Nggak apa-apa, ayo tekan lagi..hhhh,?Anton, tekan Ton?’
`Iya kak’ Anton kembali menekan dengan lebih keras Terasa topi bajanya
sudah berhasil menelusup benteng pertahanan musuh. `Kak ngilu..’
`Agghh?’ Hindun agak menggelinjang merasakan ganjalan dimulut rahimmnya.
`te?terus Ton..ohh’. Hindun menarik nafas menahan ganjalan tongkat yang
kekerasan dan ukurannya lebih dari yang biasa dilayaninya. Blesss, dua
pertiga lebih batang kemaluannya masuk ‘ Aduh?,’ tangan Hindun yang tadi
memaksakan batang itu masuk secara reflek menahan perut Anton, mencegah
hujaman lebih lanjut. Hindun mengkhawatirkan kebesaran kejantanan remaja
ini tidak mampu dilayaninya. `Sudah kak? Anton mebiarkan sejenak
kejantanannya menikmati kehangatan kewanitaan ibu alim ini. `Iya Ton
gitu, hhhh? sebentar Ton?sebentar’ Hindun menarik nafas dalam-dalam,
mengatur nafas menahan ganjalan besar dirahimnya, yang seolah-olah
menyumbat pernafasannya. Padahal birahinya lah yang telah bergetar
menuntut dimulainya perlombaan kenikmatan. Dirinya berjuang keras agar
tampak memegang kendali permainan ini. “Sebentar Ton?’ Nafasnya mulai
agak mereda `Ahh?’ Hindun menggelinjang merasakan batang kejantanan
Anton berdenyut seolah menyentak-nyentak liang kewanitaannya. Ternyata
Anton mulai mempraktekan teknik kegelnya, yaitu tanpa menggerakkan
badan, mendenyutkan batang kemaluannya, seperti pria menahan kencing.
Walaupun seolah-olah Anton diam turut perintah, tetapi batang
kemaluannya menyentak-nyentak diharibaan kewanitaan Hindun. Hindun
kembali tersengat lemah tak berdaya, mendapai ganjalan keras dirahimnya
mendadak menggeliat menyentak-nyentak. Meresapi kenikmatan denyutan sang
tongkat, Hondun hanya mampu mendekap sang remaja mencari pegangan. `Aduh
kenapa anu anak ini bisa begini’ benak Hindun merasakan geliatan rontaan
kejantanan dikemaluannya. `Sudah kak?’ kembali Anton bertanya `Ton nanti
tarik sedikit terus tekan lagi yaaa’ Hindun setengah berbisik kembali
memberikan komando. Anton mematuhinya menarik perlahan sampai topi
bajanya hampir lepas dan kembali menekan pelan tapi kuat `Ugh? iya
gitu..’ nafas Hindun kembali tersedak. `Lagi Ton ?ohhh’ Kembali mendesah
menahan hujaman Anton `Tekan lagi Ton’ Hindun tidak sabar merasakan
lepasnya ganjalan keras untuk dihujamkan kembali. Tubuhnya mulai mampu
melayani gempuran Anton, perlahan tapi pasti birahinya yang sangat
terpuaskan memampukan kemaluannya meredam geliatan tongkat yang keras
itu. Anton mulai mengayuh perlahan tapi kuat, sekitar dua detik selang
tiap hujaman dan tarikan. Batang kemaluannya sengaja agak ditekan
kedinding kemaluan sang ibu. “Anton?sayang?’ bibirnya mulai ngaco
menyuarakan ledakan birahinya `hhh..aduh?ya begitu’. Saat Anton kembali
memenuhi hasratnya dengan jelujuran batang keras membeset diding
kemaluannya, keras.



----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh

5993

21Tahun.Sextgem.Com