02. Mudik Yuk


Anton sangat senang memandangi wajah terpejam memelas yang ayu ini.
Dirinya sangat menikmati pemandangan wajah mengerenyit tersentak- sentak
menahan kenikmatan, setiap kali dirinya menghujam keras menekan batang
tongkatnya didinding kewanitaan Hindun. Hindun tidak mungkin mengetahui,
bahwa Anton termasuk pakar untuk urusan beginian. Kelebihan Anton adalah
wajahnya yang sangat baby face dengan tubuh kurus tapi liat. Lumayan
banyak wanita penjaga warung, entah itu dia merangkap sebagai wanita
penghibur maupun perempuan baik-baik, diberbagai terminal maupun
sepanjang ribuan km jalan sumatera jawa yang merindukan wajah remaja
yang imut-imut polos. Mungkin akibat sifat natural wanita yang keibuan
rindu mengemong bayi dan anak kecil. Ternyata setelah lelah mengemong
sang anak, tak disangka membalas budi dengan memberikan kepuasan tak
terduga. Anak kecil tetapi memiliki onderdil perkasa yang menyamai
kebanyakan lelaki. Anton tidak terlalu terobsesi dengan sex, tetapi
sangat menyukai dimanja wanita, dia membalas kebaikan wanita yang
memanjanya dengan kejutan pemuasan birahi. Anton lebih menikmati
pemandangan wajah-wajah sayu yang kuyu bersimbah keringat, menggeliat
diharibaannya, dihajar oleh kejantanannya. Semakin wajah perempuan
tersiksa keenakan, semakin dirinya terpuaskan.

“Kakak?kenapa?.’ Ketika kepala Hindun agak terlonjak saat menerima
hujaman kesekian kalinya. Seluruh tubuh wanita itu semakin bergelinjang
keras. Pinggul Hindun mulai berusaha mengejar dengan liar kemana larinya
si tongkat keras. `Sshhhhh?.shhh?.’ Hindun mendesah keras, orgasme mulai
menjalari seluruh tubuhnya. Kepalanya terdongak, matanya terpejam,
wajahnya sayu. Nafasnya terengah-engah. Mulutnya terbuka lebar
menampakkan rongga mulutnya, mencoba menggapai oksigen
sebanyak-banyaknya, akibat nafasnya yang terasa tersumbat. Hindun merasa
kejantanan Anton sedemian besar mengganjal rahimnya sehingga seolah-olah
sampai menyumbat tenggorokan pernafasannya. Kedua Tangannya mencoba
bertahan menggayut di leher Anton. Anton tidak perlu bekerja keras,
Hindun dengan cepat mulai mencapai titik akhir pendakiannya. Desahannya
semakin tak terkendali.

Anton hapal situasi ini, tangan kanannya segera meraih bokong Hindun,
membekap kuat-kuat. `Kak?sakit?’ Menekankan bokong Hindun ketubuhnya
saat kejantannya kembali menghujam. `Ttt?.hhh?aduhh?’Batang itu kembali
menghujam, pinggulnya tak berdaya melarikan diri ditahan tangan kanan
Anton,’Tidak Anton ?ohh’ Anton kembali menghujam, stabil. Hanya tangan
kanannya semakin keras mencengkeram bokong telanjang Hindun.
Disengajanya kuku jarinya menusuk tajam daging kenyal dibelahan pantat
wanita itu. Cengkeraman bokong itu dilepas saat tubuhnya menarik diri
dari liang kemaluan, Hindun mendesah saat pinggulnya lega berhasil
menggelinjang melepaskan diri sejenak dari ganjalan keras. Tetapi bokong
itu segera kembali dicengkeram Anton saat kejantanannya kembali
menghujam. `Akhh?’ Kepala Hindun tersentak kebelakang, hampir saja
membentur dinding bis. Anton mulai merasakan empotan lembut kewanitaan
Hindun dibatang kerasnya, saat ibu ini mulai mengarungi saat-saat puncak
kepuasannya. Terasa bagian bawah tubuh ibu ini mengejang dan
menggelinjang. Mencoba melarikan diri dari sergapan tongkat perkasanya.
Dirinya menarik perlahan dan segera menghujam kembali, kali ini lebih
perlahan tetapi semakin keras ditekankan kedinding kemaluannya. . Hindun
menggelantung lunglai mendekap dileher anak remaja yang tadinya akan di
ajarinya kealam kedewasaan. Kewanitaanya kembali dan kembali dihujam
kejantanan anak ini, mendorongnya terus mengarungi puncak kenikmatan.
Detik detik berlalu, tubuhnya terasa lemas, Hindun sudah lupa diri akan
segalanya, pikirannya terbang keawang-awang kepuasan birahi. Bagian
bawah tubuhnya mengejang dan kembali mengejang, seiring kedisiplinan
Anton menggosok gerbang kewanitaannya dengan tongkatnya yang perkasa.
Anton tahu umumnya perempuan alim akan terjaga panjang orgasmenya bila
ditopang oleh hujaman kejantanan lambat tetapi bertenaga.

Anton tersenyum puas memandangi wajah kuyu memelas dihadapannya,
mengkerenyitkan mata dan mendesah keras setiap kali hujaman kerasnya
tiba. Anton senang, karena tahu ibu alim ini sudah lebih dari empat
puluh detik mengarungi puncak kenikmatan. Anton berusaha keras menyangga
puncak kenikmatan Hindun selama mungkin dengan hujaman lambanta tapi
sangat bertenaga. Perlahan menekan-nekan dengan kuat. Dengan
mempertahankan disiplin Anton mengayuh terus perlahan namun bertenaga.
“Oh ?Anton?.ohhh?sudah?Anton?ohh’ Hindun menceracau lepas kendali,
tersiksa oleh deraan kenikmatan yang kembali dan kembali menghempas
seiring kejantanan keras yang menghujam bawah tubuhnya. Lengannya sebisa
mungkin begayut dileher Anton. Semenit lebih berlalu pinggul Hindun
menggeletar dalam cengkeraman tangan Anton dihantamkan berkali-kali
kearah desakan sang tongkat, Lenguhannya tak terkendali menyebut Anton
sebagai kesayangannya, padahal belum cukup 15 menit dikenalnya. Anton
berhasil memaksa Hindun kembali dan kembali lagi kepuncak kenikmatannya,
setiap kali gelinjangan pinggul Hindun mau mereda, Kejantanan pria ini
menghujam kembali diiringi cengkeraman keras dibokongnya mendorong
kemaluannya menerima hantaman, berhasil memaksa Hindun kembali
menggelepar. `Ohh..anton?sudah?Anton ?. Sudah?’ Keluh Hindun dirasuki
orgasme berkepanjangan, rasanya sudah tidak tertahankan. Hindun tidak
sanggup lagi menerima deraan kenikmatan, lengannya sudah menyerah.
Hindun sudah sedemikian lemas, bergelayutan dileher Anton, hampir jatuh.
Terpaksa kedua tangan Anton memeluk tubuh mungil ibu ini. Agar tidak
jatuh. Tangan kiri Anton membelit dari pundak menyilang ke ketiak
Hindun. Tangan kanan Anton kembali mencengkeram pantat telanjang Hindun.
Menahannya agar tidak merosot jatuh. Kuku jarinya setengah dicakarkan
dibelahan pantat Hindun, dibenamkan dalam dalam pada daging kenyal yang
sudah sedemian panas membara. Beruntung tongkatnya yang sedemikian
keras, mengganjal kuat, membantu tubuh mungil Hindun tidak merosot

Wah.. ada ide baru, terbersit dalam pikiran cerdas Anton saat mendekap
tubuh yang masih bergetar-getar. Tubuh lemas Hindun sepenuhnya dalam
dekapan Anak kecil itu. Kemaluannya berdenyut-denyut terengah-engah
seusai dipompa kerasnya sang tongkat. Kejantanan Anton yang tidak
berkurang juga kekerasannya, terasa demikian mengganjal dikemaluan
Hindun. Membantu Ibu muda ini meresapi berlalunya keindahan birahi,
Anton kembali berkegel ria. Batangnya didenyutkan sekeras mungkin dalam
genggaman kemaluan Hindun yang masih terengah berdenyut-denyut. Tangan
kanan Anton memperkeras cengkeraman tangannya di pantat Hindun,
menekankan bokong indah itu sekuatnya kekejantanannya. `Kak?.aduh kakk
ngilu, ?aduh?’ Anton mulai lagi berpura-pura `Hhhh Anton?.hhh?’Hindun
tersentak kembali kesadarannya, mendengar keluhan anak kecil ini, didera
penderitaan akibat perbuatannya.’Oh Anton?nggak apa?apa.. Ton..’ `Tapi
kak?.ngilu kak?aduhh ?’Anton semakin merengek, memperdengarkan kemanjaan
suara remajanya. Tangan kanannya sekeras mungkin mencekeram pantat
Hindun, mendorongnya menekan kejantanannya, menunjukkan seolah- olah
tidak tahan didera penderitaan akibat perbuatan Hindun, menyiksa dirinya
yang sama sekali belum mengerti hubungan suami istri.

Pura-pura tidak disengaja Anton menggigit lembut leher jenjang Hindun,
menunjukkan ketidaktahannya didera rasa ngilu. Tangan Hindun meraih
wajah baby face itu kewajahnya. `Anton sayang?.mmphhhh’ Mulut Hindun
terkulum oleh gerakan tidak sengaja bibir Anton menyentuh bibirnya.
Hindun spontan bereaksi membalas ganas sentuhan bibir pria itu, bibirnya
segera mengulum keras bibir Anton, menghisap kuat, mengemot mulut
tersebut dengan bersemangat. Lidahnya mulai menjelajah kemana- mana.
Kedua tangannya menggapai rambut dan menahannya agar bibirnya dapat
leluasa mengulum bibir Anton. `Anak ini pasti belum tahu pelajaran ini,’
pikir Hindun semakin bersemangat mengemut dan menciumi mulut Anton.
Matanya kembali terpejam menikmati dirinya sedang memberi pelajaran
praktek langsung teknik berciuman yang benar, kepada anak kecil ini.
Hindun lupa sejenak bahwa dikemaluannya masih ada tongkat keras yang
mengganjal. Perhatiannya teralih upayanya menghibur Anton yang tengah
tersiksa dengan kuluman yang menggairahkan.

`Ini dia..’ pikir Anton, awalnya Anton tidak merespon kuluman Hindun,
tetapi setelah sekian lama Hindun menciumi bibirnya, Anton mulai
merespon secukupnya, lidahnya mulai menjalar, bertarung membelit
jelujuran lidah Hindun. Anton mulai balas mengemot dan menghisap lembut
mulut Hindun, seolah- olah menunjukkan telah bisa mencontoh. Anton
mengulum semesra mungkin. `Oh anak ini?cepat pintar, mesra sekali
ciumannya’ benak Hindun menerawang meresapi kemesraan yang diperolehnya
ini. Anton mulai menunjukkan nafsunya dengan mengulum lebih keras,
seraya mendekap tubuh dan bokong Hindun. Hindun terlena oleh kemesraan.
Panasnya birahi yang membara yang melelahkan jiwa raganya sekarang
seolah-olah disirami air sejuk kemesraan dalam dekapan dan ciuman panas,
remaja yang dibayangkannya semesra kasih sayang anaknya sendiri. Hindun
semakin ganas mengimbangi ciuman mesra Anton, tangannya sudah
mengacak-ngacak rambut Anton, saat lidahnya berusaha mendominasi
permainan ciuman tersebut. `Sudah berapa menit yahh?’ benak Anton
mencoba mengingat lamanya mereka berciuman mesra. `Nach sekarang saatnya ?’

Anton menganut teknik seks dari Cina ilmu Tao, dimana ejakulasi bukanlah
keharusan dalam setiap berhubungan badan. Anton tengah belajar bagaimana
bisa orgasme tanpa ejakulasi. Kalau berhasil hasilnya akan luar biasa,
penisnya adalah sama seperti anggota badan lainnya, dapat diperintah
dari otak. Seperti diketahui penis seringkali bertindak diluar otak.
Disenggol dikit sudah bangun, atau selalu muncrat tanpa dapat ditahan..

Anton melepaskan dekapannya, dan menarik lepas perlahan kejantanannya.
`Sleppp..’ Hindun shok, tiba-tiba merasakan ganjalan yang tadi
sedemikian menyiksa dirinya tiba-tiba menghilang. `”Hhhh?’ Hindun
mendesah. Wajahnya sayu menengadah, membuka matanya memandang Anton,
yang tengah memancarkan wajah baby face lugunya. Hindun merasa Anton
sedang memandang kagum pada dirinya dengan pandangan penuh kasih- sayang
seorang anak terhadap ibunya. Terasa diperutnya ganjalan daging keras
sang tongkat yang ternyata tetap mengacung keras. Baju terusan
panjangnya kembali melorot jatuh.

`Kak.. terus bagaimana?’ Hindun kaget, baru sadar arah pertanyaan anak
ini. Dia tadi lupa membaca mantera penambal. Hindun kebingungan,
`mantera seharusnya tadi dibacakan, kok lupa…, waduh gimana nih, kok
bisa lupa…’ `Ton…’ Hindun kebingungan `Ya kak…’ ujar Anton sepolos
mungkin `Kakak tadi lupa baca mantera…’ `Maksud kakak, seharusnya tadi
kakak baca mantera? Kapan kak, kok Anton nggak ngerti’ `Mana mungkin
anak ini ngerti orgasme perempuan’ pikir Hindun sok tahu meremehkan,
`Iya Ton, seharusnya tadi kakak baca waktu, itunya Anton ada didalam
sini.’ `Ya sudah masukan lagi, terus kakak baca mantera, yang penting
kata orang pintar harus pada puncaknya’ Anton belagak sok tahu
mengusulkan upaya penyelesaian masalah. `Tapi Ton, puncaknya sudah
lewat..’ Hindun jengah sendiri menjelaskan hubungan suami istri kepada
remaja yang dianggapnya anak kecil ini. `Puncaknya kapan? Sudah lewat’
Anton menunjukkan kebingungannya. `Iya Ton’ “wah gimana dong kak, saya
jadinya sama dengan Bapak tadi berhubungan dengan perempuan didalam bis,
mencemari mantera. Aduhh kak gimana ini, saya bisa dipukuli Bang Ridwan,
(supir maksudnya)’ Anton akting setengah menangis. `Sabar Anton’ Hindun
membujuk `Kalo dipukuli saja nggak apa-apa, bisa sembuh, tapi kalo
dipecat tidak boleh ikut kerja, saya harus kemana. Anton yatim piatu
tidak punya siapa-siapa’ Suaranya diupayakan sepilu mungkin. `Gimana
kalau kita ulangi sebentar lagi’ ucap Hindun cemas, karena menyadari hal
itu semakin menyalahi pantangan’ `Ya nggak mungkin kak, kan harus dengan
lelaki yang lain kakak menambal manteranya. Waduh kak, bis ini dalam
bahaya sewaktu-waktu bisa tertimpa kesialan, pasti makan korban. Saya
sudah sering lihat kak. Orang pintar kami sangat sakti, itu sebabnya
kenapa bis kami hampir tidak pernah kecelakaan. Peraturan kami keras’
`Ohh…’ sirna harapan Hindun `Kak sungguh kak, saya harus segera lapor
supir bang Ridwan agar dia bisa mengambil langkah pencegahan’ `Ohhh…’
sebersit ide tak genah muncul. Bagaimana kalau dengan sang supir. Ini
masalah bis, tentu supir harus bertanggung jawab. Hindun panik mencari
solusi. `Kak saya lapor ya kak? Anton meraih celana dalamnya dan
mengenakannya. Hindun terpana kebingungan Anton kembali meraih celana
panjangnya yang tadi dilepas Hindun, mulai mengenakannya perlaha-lahan,
menantikan umpannya dimakan wanita muda ini. `Kayaknya berhasil nehhh’
soraknya dalam hati.

(Penulis: sebenarnya apa sih niat anak ini?)

Hindun terdiam lama sampai Anton selesai merapihkan kemejanya dan
memasang resleting celanyanya. Anton menepak-nepak kemeja mencoba
meluruskan yang kusut, suatu upaya yang sia-sia. Kemejanya telah kusut
akibat dijadikan arena pertarungan dua manusia dewasa. `Anton…’ Hindun
menggapai lengannya `Pak supir bisa dimintaiin tolong tidak?’ `Maksud
kakak, seperti tadi? Nanti kakak lupa lagi, bisa semakin cilaka’ `Iya…’
Wajahnya langsung memerah `Mudah-mudahan tidak… Kakak akan lebih
hati-hati’ `Wah nggak tahu yah, Bang Ridwan mau nggak yah. Bang Ridwan
tidak seperti supir lain yang punya pacar disetiap kota, dia sangat
takut istri. Tapi dia punya kelemahan pernah saya pergoki dipeluk cewe
di pool bis, kalo diancam dilaporin keistrinya pasti dia takut.’ `Iya
Ton, coba bujuk pak supir mudah-mudahan dia mau’ Mendengar uraian anak
kecil ini, Hindun mendapat kesan positif terhadap sang supir yang
seingatnya tadi agak gemuk tapi ramah, membantunya menyimpan barang
bawaan kedalam bagasi bis’ `Nanti saya bicara dengan supir, kakak
kembali duduk saja nanti segera kita ketemu di belakang membicarakan
hasilnya. Saya keluar duluan kak. `Iya Anton’ Hindun berharap-harap cemas.

`Gimana bang macetnya, ohh tinggal dikit lagi tinggal satu kapal lagi’
Anton menguap menjatuhkan badannya dikursi samping Pak Supir. “Enak kamu
tidur, lumayan juga lama karena macet’ Sahut Ridwan, pria agak gemuk
berusia 42 tahun berperawakan sedang, dengan seragam sama dengan Anton.
`Bang, Anton punya kenalan ibu alim, keren bang, putih mulus, cantik
banget’ `Semua cewe bisa aja kenalanmu’ Ridwan mencemooh `Ini lain bang,
emangnya Abang aja yang jago perempuan’ “Ah kau ngomong besar doang’
Selama ini memang Ridwan selalu memamerkan kehebatannya menaklukan
wanita, dalam obrolan pornonyanya sepanjang perjalanan. Sebenarnya bukan
untuk pamer tetapi pengisi waktu mencegah rasa bosan dan ngantuk
mengemudi. `Bener bang, bahkan saya bisa minta dia melayani abang, tapi
ada syaratnya’ `Maksud kau bagaimana? kalau pelacur mah gampang aja
tinggal kau bayar, beres’ “Dijamin seratus persen, ibu alim terhormat,
kalau tidak potong gaji enam bulan’ `Buset nih anak,’ Ridwan setengah
tidak percaya?’ Kenapa tidak kau saja yang mainin dia? `Anu bang, saya
kan nggak pengalaman, pengen belajar langsung dari Abang jagonya’ Cuping
hidung Ridwan mengembang bangga `Maksudmu, syarat tadi apa? `Syaratnya
dua, pertama saya diijinkan menonton abang main perempuan, mmm itu
dengan si Wita tetangga di pool Medan, terus, setelah saya menimba ilmu
saya boleh praktek dengan salah satu cewe abang. Tapi abang harus bilang
kemereka untuk ngajarin dengan sungguh-sungguh’ `Oo gitu. Syaratnya,
masuk akal juga’ Ridwan segera menjawab `Ok’ karena dia yakin tidak
mungkin ini anak kecil menemukan perempuan baik-baik yang bisa seenaknya
disuruh melayani lelaki lain. `Bener nich bang? Janji….sumpah…’ `Sumpah
supir, kalau ingkar kena musibah. Awas kalau nggak bener, hilang gajimu
enam bulan’ Janji Ridwan, sambil membayangkan Anton kalah, dan gajinya
dipotong, lumayan buat beliin Wita motor bekas. `Begini bang, nanti…’
“Nanti ….’ Buset nih anak, Ridwan kaget `Iya nanti, waktu didalam kapal
saat bis parkir didek, kan semua penumpang naik kekabin, Abang bisa
tinggal di bis, nanti ada Ibu keren kenalan saya yang pasti mau melayani
abang. “Bener nihhh’ Ridwan mencoba mengingat-ingat ke dua puluh enam
penumpangnya, memang ada beberapa ibu-ibu muda dan cantik. `Ok bang’
`Ok…ok..”

Anton melangkah kebelakang, menyusuri gang bis yang remang-remang

Hindun seusai merapihkan dandanannya kembali kebangku, `Kok lama Ndun..’
Indor menggeliat menoleh kebelakang menyadari Istrinya telah kembali
duduk. “Anu bang, airnya habis, terpaksa agak repot, abang sih nakal.
Hindun berbisik `Ooo…’ “Nanti mau kebelakang lagi, tadi kehabisan tisu’
Hindun membuka tasnya mencari-cari. Hindun memandang kedepan, dilihatnya
dalam keremangan dua sosok lelaki didepan, supir dan kenek terlibat
dalam pembicaraan serius, entah pembicaraan apa. Dadanya tak terasa
kembali berdebar keras. Membayangkan berbagai kemungkinan. Indro kembali
mencoba tidur, kelelahan, dua minggu lembur dan usai melakukan setoran
wajib.

Selang beberapa saat dilihatnya tubuh kerempeng si kenek kembali
melangkah kebelakang, saat melewati bangkunya menyentuh lengannya,
memberikan kode. Selang beberapa saat Hindun menyusul kebelakang.

“Kak, hampir habis saya tadi, untung banyak penumpang kalo tidak saya
pasti digebukin. Pak supir bersedia tapi saya kena hukuman berat, antara
lain potong gaji dan puasa 14 hari’ “Ohh sukurlah” bisik Hindun dengan
muka merah, menyadari kejadian apa yang akan terjadi sesuai
permintaannya. Tapi niat membela aib keluarga cukup kuat memenangkan
pertarungan batinnya. `Gimana caranya…’ “Gini kak sebentar lagi bis
masuk kapal, seluruh penumpang harus turun. Kakak maksa tinggal saja di
bis, bikin saja alasan, jaga barang kek, pusing kek, tangganya tinggi,
kek. Disitu kesempatan satu- satunya. Nanti kalau semua penumpang sudah
turun kakak sembunyi diruang ini, duduk saja disini. Tunggu, dan jangan
lupa manteranya.’ `Terima kasih Ton,…memmmphhh’ Hindun merangkul remaja
ini menghadiahinya dengan kecupan panjang yang mesra. Didekapnya tubuh
kurus itu dengan tumpahan kasih sayang seolah-olah dia anaknya yang
hilang selama ini. Luar biasa perasaan Hindun terhadap Anton. ‘Kak
jangan lupa supir kita orangnya alim, dia sangat terpaksa setelah saya
ancam lapor keistrinya sedang dipeluk cewe lain’ “Kakak tidak akan
pernah lupa kebaikan Anton’ Hindun sedikit lega mengetahui lelaki lain
yang akan menganukannya lelaki baik-baik, sampai harus diancam. ‘Makasih
ya sayang’ jemarinya mencubit mesra hidung Anton

Keduanya kembali kembali kedepan, selang saat yang aman.

Ridwan yang mengintip dari spion gerakan keduanya mau tidak mau percaya
`Ehh apa yang kau bilang sama ibu itu…’ bisik Ridwan `Tenang aja bang,
yang penting nanti saat semua penumpang naik keruang vip, kalau abang
menjumpai ibu itu diruang rokok, itu artinya ok, santap saja bang’ `Masa
sih…’ `Pokoknya ingat dua syarat tadi, atau mau batal, mendingan saya
aja nanti dengan ibu itu’ `Ok..ok,…’ terburu-buru menyanggupi didorong
rasa rasa ingin tahunya, setengah percaya setengah nafsu. Membayangkan
menyetubuhi wanita baik- baik adalah sensasi luar biasa. Dirinya sudah
bosan menyetubuhi pelacur-pelacur yang bisanya akting terpuasi. Padahal
dia menyadari gimana pelacur bisa puas, wong sudah dikerjai banyak
lelaki sebelumnya. `Tapi gini bang, ingat saat ibu itu orgasme, abang
ejakan kalimat ini –la paloma la paladi pajene makari….’ `Apa pula itu…’
`Iya itu kondisinya, jangan-jangan abang nggak mampu menakluki
perempuan’ Anton mencemooh. `Sialan kau, apa tahumu.., ya sudah.. gimana
tadi – la palo,,,,. Ok gampang’

`Para penumpang silahkan turun, mengikuti bapak kondektur menuju ruang
vip di atas. Disana lebih nyaman. Dilarang tinggal di dalam bis karena
mesin bis harus mati sehingga ac ikut mati’ Ridwan mengumumkan setelah
bis terparkir dengan baik di dek kapal feri. Para penumpang
perlahan-lahan mulai turun, lega bisa meluruskan kaki setelah sekian jam
terjebak macet.

`Bang Indro, gimana nih bang, ditas ini ada banyak barang berharga,
kalau di bawa tasnya besar berat lagi, saya jaga dibis saja deh’ `Tapi
kata supir nggak boleh’ `Sebodo amat, barang kan punya kita, lagi pula
Hindun agak sakit, gara-gara abang tadi’ Bisik Hindun sambil mencubit
pinggang suami dari belakang.

`Pak kondektur saya bisa tinggal dibis yah, saya agak pusing kalau naik
tangga’ Hindun menjamah baju kondektur. “Tidak bisa ibu, nanti di bis
pengap, acnya mati’ Anton berpura-pura `Ah nggak apa-apa’ Hindun memaksa
didengar Indro `Yah terserah ibu, ayo pak ajak anaknya ikut saya. Ridwan
dibawah bis mengarahkan penumpang ke tangga. Anton melewatinya dan
berbisik,’ beres bang, laksanakan tugas dengan baik, jangan lupa
bacaannya’ `Ya..ya..ya…’ Jakunnya tak terasa naik turun menelan ludah.

Setelah semua penumpang menghilang di balik tangga lantai atas, Ridwan
kembali kedalam bis, dan mengunci pintunya. Tangannya menggapai dashboar
dan menyentuh panel mematikan seluruh lampu. Bis semakin kelam, walaupun
masih diterangi lampu ruang kapal dan sesekali sorot kendaraan lain yang
sedang parkir. Dia melangkah kebelakang perlahan dan berdebar-debar
`setengah percaya setengah berharap’ Eh benar saja, ketika membuka pintu
sekat ruang rokok, dirinya mendapati sosok perempuan muda, yang kulit
wajahnya halus, putih bercahaya dikeremangan malam. Cantik sekali dimata
Ridwan. Ibu itu duduk tegang dideretan bangku belakang. Disamping pintu
toilet. Ridwan gugup mau bilang apa… Hindun yang sudah grogi dari tadi
semakin grogi.

Bagai kucing takut ikan curiannya lepas, Ridwan segera menghampiri
Hindun, duduk disampingnya memandang tajam wajah yang manis. Dalam
kegelapan dan sisa cahaya seadanya Ridwan mengagumi wajah keibuan yang
segera tertunduk malu dengan muka kemerahan. `Waduh rejeki nomplok,
pikir Ridwan’ Takut kalau salah ngmong tangan kiri Ridwan merangkul
pundak Hindun, tangan kanannya meraba tangan Hindun yang saling
menggenggam erat dipangkuannya menahan gugup. ‘Wah hebat si Anton’
Bibirnya mengecup lembut pipi halus dihadapnya. Tangan kirinya merasakan
pundak itu bergetar gemetar. `Waduh bener- bener ibu baik-baik nehh’
sorak Ridwan. Kecupannya bergeser ke belakang telinga Hindun, menyapukan
nafas panasnya disana. Hidungnya disapukan sepanjang leher, seusai
tangan kirinya menyibak gelombang rambut indah Hindun. Diemutnya cuping
telinga bawah, yang sontak membuat perempuan itu menggelinjang geli.
Kedua tangannya yang tadi saling berpegang tangan, di pangkuannya kaget
lepas, sebelah mencari pegangan dikursi, sebelah lagi menahan tubuh pria
yang mulai mendekap. Ridwan segera menyadari tangannya tidak lagi
menjamah tangan ibu ini tapi jatuh kepangkuannya, digundukan pangkal
paha yang tertutup baju terusan panjang. `Ehh aneh juga ibu ini, diam
saja barangnya tersentuh… atau memang, si kunyuk itu benar-benar
berhasil membujuk’ Sembari menjilat leher dan sesekali menggigit kecil
kuping yang harum itu, Hindun kegelian, baru menyadari tangan kanan
Ridwan mulai membelai dan menekan keras pangkal pahanya. `Yess….’ Sorak
Ridwan menyadari tidak ada reaksi perlawanan dari sang wanita. `Wah kalo
begini tancap saja boo…’ Benak Ridwan berputar. Hindun semakin jengah
merasakan tangan lelaki ini di daerah terlarangnya. Pikirannya buntu
menganalisa situasi, ohh ini akibat perbuatan kami sendiri, beginilah
akibatnya.

Semakin berani, Jemari Ridwan mencari-cari kancing atau pengait baju ibu
itu, satu satu berhasil dilepas, sembari lidahnya menjelujuri belakang
telinga dan leher jenjang Hindun. Serangan Ridwan yang tidak sengaja
pada daerah utama kepekaan Hindun mulai menyulut bara gairahnya. Hindun
mulai tersengal, sangat gugup membayangkan apa yang akan terjadi. tangan
kirinya meremas jok bangku disampingnya akibat serangan geli. Tangan
kanannya seolah tidak berani menyentuh tubuh pria yang mendesaknya.
Tanpa disadari Hindun sebagian besar kancing bajunya sudah lepas. Ridwan
menariknya berdiri dan memelorotkan baju terusannya. Hindun pasrah
melakoni apa yang sudah dibayangkanya akan terjadi. Terpampanglah tubuh
mulus indah, kontras putih dalam keremangan malam, berbalut celana dalam
dan bh berenda warna cream. Tubuhnya gemetar telanjang dihadapan lelaki
lain. Tangan kirinya yang bebas reflek mencoba menutupi wilayah sucinya,
tapi terlambat. Kalah sigap. Tanpa basa-basi Ridwan langsung
memelorotkan celana dalam cream tersebut, yang segera memapangkan
keindahan pangkal paha yang seharusnya pantang dilihat lelaki lain
kecuali suaminya. Kaget ditelanjangi mendadak, Hindun tak sengaja
membantu dengan menggeser dan melangkahkan kaki melepas celana dalamnya.
Kuping Rindwan menggesek bukit lembut saat melakukan gerakan itu. Hindun
hanya bisa memegang rambut pria tersebut agar badannya tidak jatuh.

Ridwan mendorong lembut tubuh telanjang menggairahkan itu kembali duduk.
Dia mengambil posisi berlutut dihadapan sang wanita. Tangannya
membelainya paha mulus dihadapannya, lidahnya mengecup dan menjilat
sebelah paha yang lain. `’Ohh…’ Hindun mulai mendesah, menikmati geli
yang membakar birahinya. Pahanya dikatupkan, malu. Ridwan menyadari
gerakan ini, kecupannya diganti gigitan kecil, dan sebelah tangannya
mulai meraba dari sisi bawah paha Hindun. `Ihh…’ Hindun mulai
menggelinjang lembut menggairahkan, tangannya mulai berani membelai
rambut pria yang belutut dihadapannya. Saat dirasakannya gigitan
dipahanya, tangannya tersentak menjambak mesra rambut Ridwan.

Ridwan menyibakkan pangkal paha yang terkatup, dibelainya sepanjang
kedua sisi dalamnya, sengaja menyentuh pangkal paha mulus yang hanya
dilindungi secupak bulu-bulu halus. `Ohhh… bangg…’ Aduh siapa namanya
abang ini, Hindun cemas dan grogi, saat pangkal kewanitaannya tersentuh
lelaki asing. Tapi nikmat. Jelujuran lidah Ridwan mulai menjalari sisi
dalam pahanya, bahkan terkadang hampir sampai disana. `Ohh…’ Hindu
kembali menggelinjang dan mencoba mengatupkan pahanya’ Tangannya meremas
rambut si supir.

Sembari tetap berlutut, Ridwan sedikit memelorotkan Hindun dari
kedudukannya, sampai hanya pantatnya sedikit tertumpu diujung tempat
duduk. Diangkatnya sebelah kaki siibu tersebut kepundaknya, belakang
lututnya ditumpangkan kebahunya. Sebelah kakinya diperlakukan sama.

Jadilah adegan tersebut, wajah Ridwan hampir menyentuh kewanitaan
Hindun, menyapukan nafas panas, seperti awan panas melanda daerah
perbukitan, yang menambah bara birahi sang wanita. Hidungnya menyentuh
bulu-bulu lembut yang tak berdaya melindungi daerah rahasia. Kedua
tangannya masing-masing meremas paha telanjang yang menumpang di
pundaknya. Hindun mulai menggeliat tak terkendali, nafasnya mulai
tersengal, terengah-engah, pikirannya mulai panik membayangkan apa yang
akan terjadi. Daerah sucinya mulai dijarah pria asing, aduh gimana ini.

`Argghhhh,…’ Hindun mengerang keenakan, saat Ridwan melancarkan serangan
kilat, mengecup bibir atas kemaluannya. Wangi merk terkenal dari tisu
basah meningkatkan aroma harum kewanitaan Hindun yang sudah kembali
basah. Ridwan sangat bersemangat menghirup aroma indah dari wanita yang
diyakininya benar-benar alim ini. Sangat jauh berbeda dari aroma wanita
penghibur lain. Gaya tempur Ridwan, jauh berbeda. Taktik andalannya
adalah serangan pendahuluan oral. Teknik dan stamina lidah Ridwan pantas
diacungi jempol. Hal ini akibat ukuran penisnya yang standar asia, yang
kadang- kadang sering diledek para wanita penghibur. Tetapi dengan
keahlian oralnya, Ridwan mampu menjatuhkan sebagian besar wania yang
dijumpainya. Penisnya hanya dijadikan hidangan penutup.

Lidah kasar Ridwan menyapu mulai dari lubang pantat naik keatas menyikat
bulu pepohonan, membajak lubang kemaluan, menumbangkan klit, mengampelas
gundukan bukit, terus naik sampai kepusar ‘Bangg ….ohhh….’ Hindun
terbata-bata wilayah kesuciannya dibajak lidah kasar lelaki ini.
‘Ohhh….’ Hindun kembali melenguh ketika Ridwan mengulangi sapuan
lidahnya. Tak sadar kedua tangan Hindun menjambak keras rambut Ridwan,
mencoba menahan sentakan kenikmatan yang mengiringi sapuan lidah yang
kasar. ‘Ohhh ….’ kembali Ridwan mengulangi gerakan yang sama, kali ini
lebih perlahan tetapi dengan tekanan semakin kuat, bahkan saat menyapu
lubang kewanitaan, lidahnya dicucukan kedalamnya. ‘Hindun tersentak
menggelinjang, tangannnya mencoba meringankan derita kenikmatan dengan
menekan keras kepala kepangkal pahanya. ‘Aduhhh …’ kembali Hindun
mengeluh, upayanya menahan kenikmatan tidak berhasil bahkan semakin
membuat Ridwan bersemangat. ‘Bener ibu alim, mudah sekali takluknya’
pikir Ridwan. Pelacur membutuhkan upaya jauh lebih keras untuk sampai
tahap ini. Kembali mengulangi sapuan lidahnya. ‘Shhh….’ Hindun mulai
melemahkan jambakan tangannya dirambut Ridwan ketika dirinya mulai
terbiasa dengan deraan birahi keganasan lidah sang supir.
‘Oh..abang..oh…’ desahnya menikmati sapuan lidah Ridwan dikemaluannya,
perlahan tapi pasti berahinya dapat mengimbangi gelombang kenikmatan
yang ditimbulkan. Pinggulnya mulai menggeliat bergairah menyambut rindu
setiap sapuan lidah Ridwan. Ridwan sangat menyukai pinggul yang
mengelinjang ini, menambahkan kobaran semangatnya. Sungguh perempuan
baik.. perempuan baik. ‘Bagaimana bu… suka?? Ridwan menengadah memandang
wajah ayu terpejam dihadapannya. Wajah Hindun memerah, terengah-engah
disiksa kenikmatan dari lelaki asing, dan ditanya pula, ‘Ngg…’ gimana
jawabnya.. ‘Nama ibu siapa?’ (penulis: gila nih Ridwan sudah nyosor
barang perempuan baru nanya nama, sialan… sialan..)

‘Hindun bang….’ Sebenarnya Ridwan berhenti sejenak untuk mengatur nafas,
gerakannya tadi membutuhkan pemulihan nafas, maklum saja mengobrak abrik
pangkal pertahanan wanita, diarea yang sangat sempit, sangat terbatas
suplai oksigennya. ‘Abang..sia….ssss…’ Hindun hendak balik bertanya,
juga dengan susah payah mengatur engahan nafasnya. ‘Hindun
sayang….hemppphhh’ Kembali Ridwan mendadak menyosor daerah suci Hindun.
Sapuannya berganti arah, bila tadi vertikal, sekarang horisontal, mulai
dari sisi dalam paha dibahu kirinya, menjelajah lembut kepangkal paha
Hindun, menggelitik-gelitik dipangkal paha dengan ujung lidahnya, dan
kembali menyapukan pangkal lidahnya yang kasar dikulit mulus paha dalam
yang tertumpang bahu kanannya. ‘Ssshhh….’ Hindun tersentak menahan
serangan model baru ini, Tubuhnya tersentak kebalakang kesandaran
bangku. Jemari hanya mampu meremas remas rambut lelaki itu. Menahan
kenikmatan setiap periode sapuan lidah.

‘Ohh…’ Selang sekian kali lidah kasar Ridwan bekerja keras bolak- balik
membajak pangkal pahanya, Hindun kembali merasakan sensasi baru yang
sama sekali belum pernah dialaminya. Birahinya kembali meletup, kali ini
mulai menuntut sesuatu. Memahami ritme serangan silelaki, Saat lidah
lelaki ini masih berkutat di tengah batang pahanya, tubuhnya merasakan
gejolak kewanitaannya untuk segera diperhatikan, liang kewanitaanya
menuntut untuk segera dijamah kasarnya lidah silelaki, dengan
gelinjangan indah. ‘Bang…. aduh…’ tangannya menjambak kembali dan
menekan keras wajah silelaki dilubang kewanitaanya, saat tiba saatnya
lidah itu menggelitik sekitar bibir kemaluannya. ‘Hempphh..’ hidung
Ridwan terganjal gunungan bukit, saat pinggul Hindun menggelinjang keras
mengejar sapuan lidah Ridwan dibibir kemaluannya, dimana saat bersamaan
wajahnya dibenamkan dalam-dalam dengan gemas oleh ibu alim yang sedang
mengangkang, kepangkal kemaluannya.

Senang sekali Ridwan diperlakukan demikian, ibu alim telah menjadi ibu
yang binal, sukses. Mana ada perempuan alim membenamkan dalam- dalam
wajah lelaki asing di liang kehormatannya, dengan begitu bergairah.
Ketika lidah Ridwan berpaling kearah lain, untuk berlaku adil menjelajah
paha kanan Hindun, Hindun tidak rela, dia mengatupkan pahanya kuat-kuat,
tidak rela lidah itu pergi meninggalkan benteng kehormatannya.
Kewanitaanya menuntut penyiksaan lebih lanjut.

Tubuhnya sudah didesak-desak berahi yang menggelegak menuntut hak.
‘Abang…oh….’ Hindun sudah menggelinjang kasar. Bahasa tubuhnya jelas,
birahinya menuntut segera dimulai pendakian kepuncak. Ridwan memahami
bahasa tubuh ini. Lidahnya mulai berkonsentrasi menghajar liang
kewanitaan, yang sungguh kurang ajar menuntut dengan membekap wajahnya
keras-keras. Lidahnya yang akan mengiringi pendakian Hindun.

Dikangkangkannya pangkal paha Hindun lebar-lebar, lidahnya mulai
dijulur-julurkan kedalam liang yang sudah sangat basah kuyup. Ludahnya
sudah bercampur aduk dengan lendir bertaburan. ‘Ahhh….ahhh …ahhh..’
Hindun mengerang saat kasarnya lidah menyodok-nyodok dinding
kemaluannya. Berahinya sudah lepas kendali, pinggulnya bergeliat-geliat
mencoba mengimbangi lidah Ridwan yang berhasil masuk cukup dalam keliang
kewanitaannya. ‘Sshh… shhh…shhh’ Jemari ibu alim ini menjambak
membenamkan wajah lelaki asing dikangkangannya dalam-dalam, setiap saat
Ridwan dengan kasar mencucuk-cucukan sedalam-dalamnya lidahnya. Sesaat
berlalu Ridwan dengan tidak juga puas menyiksa ibu alim ini dengan
kenikmatan tegangan tinggi. ‘Abang…ohh abang…’ Hindun mulai menceracau.
Dengan malu-malu mencoba mengundang sang lelaki menuntaskan
perbuatannya, dengan cara membenam-benamkan berulangkali wajah silelaki
didalam kangkangannya saat dirasakan kepala itu memiliki lidah yang
sanggup mengorek-ngorek kenikmatan miliknya.

Ridwan tersenyum dalam hati, bener-bener mudah ibu ini. Lidahnya semakin
buas memporak-porandakan lubang kesucian Hindun. ‘Abangg…ssss… ohh
abang… ohh abang’ Hindun semakin tidak tahan, suaranya sudah bergetar
hampir menangis. Pinggulnya bergelinjang tak karuan. Tangannya sudah
tidak beraturan membenam-benamkan wajah Ridwan. Ridwan semakin buas,
lidahnya sudah mencucuk-cucuk sedemikian cepat. Yeah gerakan lidahnya
mirip lidah ****** yang sedang minum, sangat cepat, salah satu jurus
dasar teknik oral Abang Ridwan. ‘Abang.. ah..a..a..ayoo bang…. ayo…’
Lepas juga kata-kata ini, tanpa terkendali, diledakan gejolak birahi
yang menuntut sesegera mungkin dipenuhi haknya. Lupa rasa malu lupa
nilai kehormatan. ‘Ayoo bang…ohh.. anuiin dong bang ohhh bangngg..’
Hindun merengek dalam hati Saat berlutut, sembari mempertahankan
hujaman-hujaman lidahnya, Ridwan melepaskan celananya, agak sulit tetapi
berhasil ‘Bang..ahh.. udah bang…sudah…’ suara Hindun mulai bergetar
menangis. Geliatan pinggulnya sudah tidak membantu, sudah lepas kendali,
meronta tak semakin liar terkendali. ‘Gerakannya terakhir berhasil
melepas celana dalamnya sambil berjongkok, lidahnya tetap mencucuk-cucuk
dengan keras’ ‘Abang..sshhh..shhh.. jahat..bang…nggg..jahat’ Mendadak
Hindun merasakan lelaki ini perlahan bangkit berdiri sambil tetap
memanggul kedua pahanya. ‘Shhh…’ agak lega Hindung terengah menarik
nafas, sejenak terbebas dari siksa nikmat lidah kasar lelaki. Tidak
sadar tubuhnya agak melorot, karena Ridwan sudah berdiri tegak
dihadapannya sambil memanggul kedua pahanya. Ridwan membetulkan posisi
berbaring Hindun diujung bangku, hanya pinggulnya yang masih menumpu
dibangku, punggung dan bahu Hindun agak tertekuk pada sandaran bangku.
Pikiran Hindun kacau, tapi agak lega bisa menarik nafas sejenak.

‘Ihhh….’ mendadak disadarinya ada daging keras tiba-tiba menyodok lubang
kemaluannya. ‘Ohhh…’ muncul sedikit rasa khawatir akan disetubuhi lelaki
asing, akan tetapi kuatnya desakan birahi menyapu tuntas
kekhawatirannya. ‘Hindun… ‘ Ridwan menguakkan kedua pangkal paha
perempuan itu, sembari sedikit menekan penisnya keharibaan tubuh mungil
yang mengangkang lebar menggairahkan dengan paha dipanggulnya. Slep,
Sedikit nyelip. Agak mudah, mungkin karena sudah basah kuyup, apalagi
sudah dikorek- korek lidah dengan buas. ‘Ohh…’ kembali rasa khawatir
menyeruak, ‘aduh tolong..aduh gimana ini..’ benaknya kembali berputar
sedikit normal, sesaat setelah diberi kesempatan bernafas. ‘Abang nggak
jahat kan…’ Ridwan menggoda wajah ayu kuyu yang terpejam terlentang
setengah tertekuk dihadapanya. ‘Nggak bang…shhh’ kemaluannya didera
kehangatan ujung penis yang baru sedikit nyelip. ‘Gimana dik… ‘Ohh.. ayo
bang….ayo…heggg’ jawaban refleknya bertolak belakang dengan keraguannya
barusan, tubuhnya mendadak kembali tidak sabar minta dihajar.

Belum selesai menjawab kemaluannya sudah dihajar dengan hujaman pelan
tapi bertenaga, bless …amblas..blass. Posisi mengangkangkan wanita
dengan pahanya dipanggul pria, seolah- olah jalan tol memuluskan hujaman
silelaki. ‘Ssshh. Tangan Hindun menggapai-gapai mencari pegangan, hanya
menjumpai ujung bangku yang segera digenggamnya erat-erat.

Walaupun sebenarnya penis Ridwan sedikit lebih kecil dari Indro, tapi
efeknya sama saja bagi Hindun, karena posisinya tersebut.
‘Abang….ohh…’Hindun mendesah lega, merasakan pendakiannya dapat segera
tuntas Hindun tak malu-malu segera menggeliatkan pinggulnya mencoba
menyerang sang penis. Hindun mencobakan gaya tradisionalnya, gerakan
pinggulnya memutar-mutar, dan maju mundur. Biasanya gerakannya ini
merupakan responnya melayani Indro, memerah kejantanan suami dengan otot
kemaluannya. Bakti istri terhadap suami memijat alat vital sang suami,
didalam gerbang kehormatannya. ‘Hhhh….’ Hindun mendesah sendiri saat
gempuran ototnya ditandingi sang penis yang mulai menggosok. Geliatannya
bukannya respon melayani, tetapi dorongan berahinya yang menuntut
pemuasan. ‘Shhh..shhh..shhh..’Hindun mendesah sendiri setiap gerakan
pinggulnya berhasil menghasilkan desakan dikemaluannya. Gerakan
pinggulnya semakin cepat tak terkendali. Kepala Hindun tersentak-sentak
kekiri dan kenanan, menahan desakan kenikmatan geliatannya berbuahkan
hujaman keras silelaki. Tangannya mencoba menjangkau pinggang pria
dihadapannya, agak sulit, lepas sendiri, dan kembali hanya meremas ujung
bangku. ‘Bang..,ohh… Hindun….ohh…’ pinggul Hindun yang memutar segera
dihantam penis Ridwan, setiap memutar segera dihantam, semakin buas.
“Ohh,,, Hindun…ohh sud…hh..sudah bang..shhh’ Ridwan setiap menghantamkan
penisnya dengan cermat memandangi hasilnya, berupa wajah kuyu dengan
mata berkerenyit terpejam, tersiksa didera kenikmatan, mendesah-desah,
sesekali mengeluh keras. Puas sekali rasanya, dirinya sangat berterima
kasih pada kunyuk kecil si Anton. Ridwan segera menyadari Hindun sudah
tiba pada pucak pendakiannya, dia ingin menyiksa sebuas-buasnya
perempuan alim ini. Tapi dia teringat pesan si kunyuk. “Hindun sayang…
(penulis: sompret, sejak kapan jadi sayang-sayangan) ‘.. baca .. Hindun
sayang, baca…’ ‘Shhh…..’ oh iya…. mantera…ohh…mantera…’ hujaman Ridwan
tidak berhenti sejenakpun karenanya, tetap jalan terus… Otak Hindun
kacau saat mulai mengarungi puncak kenikmatannya. ‘Hindun..La paloma…’
Ridwan mengingatkan tak lupa menghujam semakin keras ‘Shh La pa
hegg….La…la…hegg..paloma… ‘La paligi…’ Ridwan mengeja, dan kembali
menghujam perlahan namun lebih keras. ‘Ohh..la palgggg…hhhh.ligi… ahhh’
Ridwan mengingatkan tapi juga dengan buas menghantam. Susah payah Hindun
melafalkan lanjutan mantera pendek tersebut, setiap mulai satu kata
dirinya menerima hantaman keras. Gerakan pinggulnya sudah berhenti,
digantikan geliatan tak teratur. Tubuhnya pasrah, sudah tidak mampu lagi
memberikan serangan balasan. Dirinya dengan mudah segera lemah tak
berdaya ditaklukan lelaki ini. Terutama akibat tidak siap menghadapi
serangan kilat oral Ridwan dengan teknik khususnya.

Pinggulnya bergetar-getar menerima hantaman bertubi-tubi penis Ridwan.
Tubuhnya sudah lunglai tak berdaya, meresapi puncak kepuasan melingkupi
dirinya. ‘Ohhhh….abang… ohhhh….’ Hindun menyatakan kepuasannya.
Berterima kasih tentunya, dibantu menunaikan tugas menghindari aib,
sekaligus mendapat bonus puncak gairah.

Menyadari Hindun sudah sedemikian lunglai, Ridwan agak berkurang
semangatnya. Pendakiannya masih panjang. Dia tidak menyukai menghantami
batang pisang. Lelaki seumurnya sangat menginginkan wanita
menggeliat-geliat dibawah siksaan birahinya.

Ridwan memutuskan beristirahat sejenak. Tangannya mejangkau tubuh mungil
dihadapannya, menurunkan kedua paha dari pundaknya, menarik tangannya,
mengangkatnya, tanpa melepas penis dikemaluan si perempuan. Ridwan
membopong Hindun, dan berbalik segera duduk setengah berselonjor dengan
tubuh telanjang Hindun dipangkuannya. Buset penisnya tetap menancap
dengan baik. Hindun terpaksa menekukkan lututnya, menyentuh dinding
bangku. Tubuhnya lemas mendekap lelaki yang memangkunya. Kepalanya
lunglai menyandar dibahu bidang. Tanganya berhasil menggayut dileher si
lelaki. Hindun terengah-engah menyesapi saat-saat berlalunya badai
kenikmatan yang melanda. Pikirannya perlahan mulai kembali dari
awang-awang. Mendapati dirinya bagai menunggang kuda, tengah mendekap
dan duduk dipaha lelaki asing, …’ohh ibu… anunya…anunya mengganjal
diliang kewanitaanya, Hindun diserang rasa panik. ‘Aduhh…siapa lelaki
ini yaaa’ Tapi dirinya juga segera menyadari dengan lega, sudah berhasil
melaksakan kewajiban menambal mantera untuk mencegah aib akibat
perbuatannya bersama Indro suaminya. Dirinya mulai berterima kasih
kepada supir yang sedang memangkunya ini. Tapi ohhh anunya kok masih
mengganjal keras…

‘Hindun…bisik Ridwan semesra mungkin, bibirnya mengecup belakang telinga
Hindun yang tergolek dibahunya. ‘Hindun sudah …..? (orgasme maksudnya)
‘err..sudah bang…’ Malu sekali dirinya telanjang dipangku lelaki yang
namanya sama sekali tidak diketahuinya. Bahkan terpaksa mengakui sesuatu
yang sebenarnya sangat intim yang mustahil diucapkan kelelaki asing.

Udara dingin mulai terasa membelai ketelanjangan tubuhnya, ihhh terasa
agak dingin. Tapi pangkal pahanya masih terasa hangat membara, sisa
pertempuran yang baru saja berlangsung. Tubuhnya yang lunglai bersandar
didada Ridwan terasa menyenangkan menghalau dingin yang menyapu
punggungnya yang telanjang. Benaknya memerintahkan agar dirinya segera
menyudahi adegan ini mengerikan ini. Tapi kesopanannya menahan tubuhnya
beranjak bangkit. Hindun pasrah menunggu tindakan lelaki ini
selanjutnya, dirinya berharap-harap cemas, mudah-mudahan bisa segera
terlepas dari rasa malu yang mulai semakin merasukinya.

Geli kembali menyengat, saat dirasakan jari kasar meraba punggungnya,
‘Kulit adik halus sekali, lembut’ Ridwan memuji. ‘Lembut sekali, tidak
pernah saya menjumpai kulit selembut ini’ rabaan Ridwan melebar, sebelah
tangannya meraba sisi kiri tubuhnya, sebelah tangan lainnya setengah
meremas pinggul kanannya. Sedikit rasa bangga menyeruak dalam diri
Hindun. ‘Tapi dik, yang hebat, Adik begitu panas menggairahkan’ Hindun
jengah mendengarnya, semakin bangga. ‘Tadi adik hebat sekali, luar
biasa’ Tangan kiri meraba ketiak kanannya, membelai bulu ketiak, dan
meremasnya’ Tangan kanan Ridwan memijit pangkal bokong belakangnya.
‘Ahhh…abang’ entah remasan atau pujian lelaki ini yang membuatnya mulai
terlena. Hindun meresapi remasan dan pijatan disekujur tubuh
telanjangnya. Dirinya agak lupa ada tongkat keras yang masih terbenam.
Ridwan mengecup dan menghisap ketiak Hindun ‘Wah…harum sekali dik,
mmmm….’ Giginya menggigit mesra ketiak Hindun. ‘Abang…’ Hindun
menggeliat geli. Ridwan memiliki kesukaan berbeda, dirinya sangat
menyukai ketiak wanita, karena baginya ketiak wanita memancarkan aroma
yang tidak ada duanya. Baginya kemaluan wanita dan payudara merupakan
hidangan penutup, hidangan utamanya adalah mencupang habis-habisan
pangkal ketiak wanita.

Menikmati santapan yang sedang telanjang menunggangi dirinya, Ridwan
mulai melahap ketiak kanan wanita ini. Bibirnya menyeruput keras
bulu-bulu ketiak Hindun, menghisap-hisap dengan mesra, sesekali giginya
mencacah daging lunak disana, seolah menggaruk. Kembali Hindun merasakan
sensasi asing. Kembali dia menjumpai dirinya dalam posisi situasi yang
sama sekali asing. Ketiaknya dijarah dengan cara yang sama sekali tidak
pernah dibayangkan. Sensasi seperti tadi kembali merasuki dirinya. Tak
sadar, Tangan mulai membalas dengan belaian kepala yang memberi rasa
geli campur nikmat. Hindun mendekap semesra dia mendekap suaminya.

Puas menjarah ketiak kanan, Ridwan menyapukan lidahnya disepanjang dada
telanjang Hindun yang hanya sebagain dilindungi bra cream, yang selama
ini terlupakan. Ridwan mencari sasaran lain, ketiak kiri. ‘Shhh….’
Kasarnya lidah silekaki mengampelas kulit telanjang dadanya, menjangkiti
Hindun dengan percik birahi. Sang supir yang masih mengenakan kemeja
seragam, mulai membantai ketiak kanannya. Meniupkan nafas panas,
mengecupnya dengan lembut, membajak dengan lidah, menggaruknya dengan
gigi, mengemutnya dengan kuat, bahkan mencupangnya dengan dahsyat.
Bahkan terkadang seolah berniat mencabut bulu ketiak dengan gigitannya.
Tubuh Hindun mulai menggeliat, nikmat. Birahinya mulai kembali membara.
Bagi Hindun ulah Ridwan lebih banyak gelinya dari nikmatnya, tapi itu
sudah lebih dari cukup membuat matanya merem-melek. ‘Abang…’ Hindun
mulai berharap bagian tubuh lainnya diperhatikan silelaki asing.
Payudaranya mulai cemburu, biasanya yang menjadi pusat perhatian
sekarang kok dianaktirikan. ‘Bang…geli…’ Hindun mengeluh karena Ridwan
kembali menjarah ketiaknya yang lain. ‘Shhh….’ Hindun mulai tidak sabar
merasakan Ridwan hanya berkonsentrasi diketiaknya. Hindun menggeliatkan
tubuhnya, mulai sengaja menyosorkan payudaranya kepipi Ridwan. Sial
Ridwan cuek saja, bahkan giginya kembali menggigit agak keras.
‘Abang…geli….’ suara Hindun seperti memprotes. Dirinya mengharap
peningkatan tegangan kenikmatan, tapi tetap diabaikan. Dirinya malu
sekali menyatakan keinginannya. Dirinya sudah mengehendaki payudaranya
mulai dibantai. Ridwan mulai mengalihkan sasaran serangannya, lidahnya
yang kasar kembali menggerus sepanjang dada mulus wanita alim ini,
membuatnya menggelepar. ‘Ahhhh …sialll..’ kok cuman lewat. Benak Hindun
mulai kacau, ketika sasaran Ridwan ternyata ketiaknya yang sebelah lagi.
Kembali Hindun membusungkan dadanya, mengejar bibir Ridwan, tapi
silelaki berkelit dengan mengemut ketiak Hindun. Bila sedari tadi Hindun
dengan kealimannya menahan diri, membiarkan tubuh telanjangnya dikerjai
lelaki asing, sekarang mulai tidak tahan menahan keinginan birahi yang
telah membara. Kedua tangannya menggenggam sisi kepala silelaki dan
dipaksanya dibenamkan ke pangkal payudaranya. Didekapkan kepala tersebut
semesra mungkin. ‘Abangg…mmmm’ Suaranya sendu semesra mungkin,
menyuarakan hasratnya akan peningkatan tegangan kenikmatan. Hindun lega
merasakan kecupan pada pangkal susunya. ‘Shhh…bangg…jangan berbekas”
Hindun kembali menggelinjang saat dirasakan adanya gigitan kuat
dipangkal susunya. Bagai ibu yang menyusui anaknya, Hindun mulai tidak
malu memaksa Kepala Ridwan untuk tidak berpaling ketempat lain.
Dibekapnya kepala itu kuat kuat. Selang beberapa saat Ridwan mulai
kehabisan nafas, didirongnya tubuh Hindun agar sedikit renggang, Dirinya
mulai mengatur nafas, tangannya diperintahkan bertugas membelai kedua
sisi tubuh Hindun, mulai dari Ketiak ke pinggul, kepaha kelutut, dan
kembali lagi keatas, berulang kali. ‘Adik hebat….sangat bergairah….’
Ridwan menyuarakan rayuan gombalnya, saat memandang wajah ayu yang
terpejam, telanjang dihadapannya menunggangi dirinya. Hindun memaksa
matanya yang terpejam untuk terbuka, reflek tersenyum sayu menggambarkan
rasa bangga dan nikmat. ‘Ahh abang…’ Hindun menyorongkan wajahnya dan
melumat ganas bibir silelaki, menghisap-hisap lidah Ridwan dengan kuat,
mencoba membuktikan kebenaran bahwa dirinya memang hebat bergairah. Heh,
Hindun sudah lupa duniawi, akibat pujian dan belaian. ‘Mmmm…Hindun…..
hebat sekali tubuhmu’ Ketika Hindun melepaskan lumatan bibirnya. Dia
mendapati mata sang supir dalam keremangan malam, bersinar memancarkan
kekaguman, menyapu sekujur tubuh telanjangnya yang sedang dalam posisi
setengah berlutut menunggang. Dirinya merasakan belaian tangan yang
sedemikan rajin membelai seluruh tubuhnya, tak pernah berhenti bertugas.
‘Ah,,,abang, masa…’ Suaranya bernadakan pengingkaran tetapi sungguh
berharap hal itu benar. Berahinya semakin tak tertahan, kombinasi dan
pujian mengacaukan otaknya. Dorongan api birahinya serasa disiram bensin
pujian gombal. ‘Betul dik…sumpah’ Ridwan menyatakan sumpahnya dengan
mengecup pangkal susunya. ‘Ah..abang bohongg…sshhh’ Dengan wajah mulai
kemerahan menahan rasa bangga dan nikmat yang semakin melambung, kepala
itu kembali dibenamkan didadanya. ‘Sungguh dik…abang gemass sekali,
hmmpph’ Ridwan menghisap pangkal susu itu dengan kuat. Tak tertahankan
kobaran birahinya, Hindun sedikit menegakkan tubuhnya dan dengan gerakan
indah menggairahkan membuka kaitan bra dipunggungnya, dan meloloskan bra
itu melalui kedua sisi tangannya. Mencampakkan seolah sampah tak
berguna. Seolah-olah berkata benda sialan itu dari tadi menghambat saja.

‘Yessss’ Ridwan tersentak gairahnya memandang adegan indah yang
berlangsung singkat, sangat dekat dihadapannya. Sensasi ibu alim yang
melakukan gerakan erotis, dalam posisi menunggang, telanjang, membuka
kaitan bra, dan meloloskannya, dihadapan dirinya yang belum 30 menit
berkenalan. ‘Kalau pelacur sih biasa, tapi ini ibu alim, coy, jangan-
jangan nama gua pun dia nggak tahu’

‘Abang juga….nggg…hebat…’ Sopan santunnya membuat reflek menirukan
membalas pujian. Wajahnya kembali memerah, jengah. Hindun menutupinya
dengan kembali mengecup Ridwan. ‘Hemmphhh hebat apa dik…’ Ridwan
menggoda, ‘Abang nakal, shhh’ Hindun gemas, membalas godaan itu dengan
kasar menjambak sisupir dan membenamkannya kepuncak payudaranya.
Kegemasannya dijadikan pembenaran, kerinduan payudaranya untuk segera
dijamah. Oh lelaki ini kenapa membiarkan payudaraku begitu saja.
“ayo…ayolah…hajar susuku…’ jeritnya dalam hati

‘Sshhh…..’ Efek perbuatannya bagai senjata makan ‘nyonya’ tubuhnya
terhentak menerima lumatan dahsyat mulut Ridwan disusunya. Susunya yang
sedang-sedang saja ukurannya, terasa diselomoti sebagian besar oleh
mulut lelaki ini. Rasanya seperti hampir seluruhnya masuk
kekerongkongannya. ‘Bang…ohhh’ Hindun kembali menggeliat ketika Ridwan
dengan ganas mengemut seluruh susunya keras sekali. Indah sekali
pemandangan seorang ibu ayu yang kepalanya terhentak- hentak setiap kali
menahan rasa, disusui dengan buas oleh lelaki dewasa. Hisapan Ridwan
sangat dahsyat, dan memang itu keahliannya, teknik oral tingkat dasar,
mengemut dengan sekuat tenaga. Berkali kali Hindun menahan kenikmatan
yang mengiringi jarahan disusunya. Berahinya mulai lepas kendali,
sekarang bukan kepalanya yang tersentak, tetapi seluruh tubuhnya mulai
bergelinjang.

Sedari tadi sekuat tenaga, Hindun menahan bagian bawah tubuhnya untuk
tidak bergerak, karena adanya ganjalan tongkat keras yang terpaksa harus
rela dierami kewanitaannya tanpa daya. Dia ketakutan akibatnya kalau
pinggulnya bergerak, oleh sebab itu sedapat mungkin bertahan. Akhirnya
mana tahan.

‘Ohh…. abang…eghh’ tak tahan pentil susunya seolah tertelan kerongkongan
si supir, pinggul Hindun tersentak kedepan, menghujam perut Ridwan.
‘Ahh..dik….’ Hindun sedikit menyadari kedua tangan lelaki ini kejang
mencengkeram punggungnya saat hentakan pinggulnya tadi. Hindun seolah
tersadarkan gerakan pinggulnya menghujam kejantanan lelaki asing adalah
bukan perbuatan yang pantas bagi wanita alim. Dirinya kembali menahan
pinggulnya sekuat tenaga untuk tidak bergerak. Mendadak Ridwan menyerang
susu kirinya, dekemotnya sedalam dan sekeras mungkin, bahkan terasa
pentil yang sudah keras menyentuh tenggorokannya ‘Shhh…. Benak Hindun
kembali kacau didera kenikmatan ‘Ohh…ibu…nggak tahan lagi’ Terpaksa
pinggulnya dilepas, kembali menghantam membalas dendam atas serangan
kenikmatan. Ridwan yang mengetahui ibu alim ini mulai lepas kendali,
meningkatkan serangannya. Tangan kanannya dengan keras mencengkeram
punggung menahannya tak bergerak, tangan kirinya menyerang dari sisi
mengepung ‘flank attack’, menjamah susu kanan Hindun meremasnya dengan
kuat. Hindung kejang menahan pinggul tapi tak kuat dan segera lepas
kendali, kejang dan menggelinjang. Sensasi luar biasa dirasakan
sitongkat keras.

Kedua mahluk ini tidak menyadari bahwa sitongkat keras saat ini menjadi
korban perbuatan mereka. Tongkat itu digerus-gerus, diremas- remas oleh
otot kewanitaan Hindun yang setengah mati menahan pinggulnya untuk tidak
bergerak, tetapi mulai sering lepas kendali, dan saat lepas dengan buas
mencoba membantai sang tongkat. Ridwan menikmati sensasi luar biasa ini,
bukan hanya kenikmatan genggaman kuat rahim Hindun pada kejantanannya,
tetapi lebih pada kelakuan ibu alim yang mulai melonjak-lonjak
menunggangi dirinya, silelaki asing. ‘Ohhh…abang..ohhh’ Hindun mulai
menceracau, mulutnya tidak patuh lagi kepada otaknya. Demikian juga
pinggulnya yang semakin sering menggelinjang.

Ridwan mengubah serangannya, sekarang tangan kirinya memelintir kuat
pentil susu kanan Hindun. Mulutnya sembari mengemut kuat menduselkan
kuat-kuat wajahnya kesusu kiri dengan gerakan memutar searah jarum jam,
perlahan. Tangan kanannya mencengkeram keras punggung, membenamkan kuku
kekulit yang mulus. Menahannya untuk menggelepar.

‘Aduuhhh…bang..eghh’ Hindun berusaha melonjak. Tidak tahan menerima
kenikmatan susunya dirajam dengan keras, hanya pinggulnya yang dapat
bergerak melampiaskan deraan nikmat. Dihantamkan kesatu arah, kepangkal
sang tongkat. Setiap pinggulnya menghujam, mau tidak mau kewanitaannya
mendapatkan serangan balasan yang setara dahsyatnya, otot kewanitaanya
menabrak kejantanan yang demikian keras dan kokoh. Kekerasan tongkat itu
mulai melambungkan birahinya kepuncak pendakiannya.

‘Shh …shhh … shhh’ Hindun menarik nafas panjang dan mengeluh. Pinggulnya
sudah lepas kendali, mulai bergerak sistematis. Setiap pinggulnya
bergerak menghantam, kenikmatan menghujam dirinya, Hindun semakin tidak
tahan dan bergelinjang. Sekarang dirinya sudah dikuasai birahi, tidak
ada lagi rasa malu, dirinya wanita baik-baik menunggangi lelaki lain,
tidak dikenal lagi. Lonjakan pinggul Hindun yang dihantamkan kepangkal
paha silelaki, sangat teratur dan bertenaga, sebagai upaya menggapai
kenikmatan yang mulai semakin membumbung tinggi.

‘Ohh…ohhh…’ lonjakan tubuhnya tidak cukup lagi mengimbangi kenikmatan
yang menderanya, Bila sedari tadi Hindun cenderung mendekap Ridwan,
sekarang birahinya memerintahkan otaknya agar pinggulnya bisa lebih
bebas, bisa lebih …

Hindun, merangkulkan kedua tangannya dibelakang leher si supir, badannya
direnggangkan sejauh mungkin. Dengan mengandalkan kekuatan pegangan
tangannya, pinggul Hindun berusaha lebih kuat menghantam. Berharap
kewanitaanya dapat bertarung lebih hebat mematahkan kerasnya tongkat
lelaki ini yang tidak juga patah dari tadi.

‘Hhhhh…hhhhh..hhhh…’ Efeknya malah berbalik, seluruh daerah suci
kewanitaanya terbuka oleh hantaman balik pangkal paha sitongkat, klitnya
malah tergerus habis-habisnya’ Sesaat berlalu, Ridwan merasakan remasan
kewanitaan wanita ini semakin menjadi, matanya nanar menonton wanita
alim berkelojotan menunggangi kejantanannya. Ridwan menyadari wanita ini
perlu bantuan, dia menduga stamina ibu alim ini tidak seperti pekerja
seks yang seluruh otot tubuhnya terlatih kuat untuk kegiatan ini. Ridwan
memperhitungkan hanya pengejaran birahi sajalah yang mempertahankan
sekian lama Hindun melonjak-lonjak dipanggkuannya menggerus dan
menghantami kejantanannya. Hal ini disadari ketika lonjakannya tidak
lagi sistematis tapi mulai berkelojotan. Dia masih menginginkan beberapa
saat lagi menikmati pemandangan sensasional dihadapannya, wajah ayu
berkeringat, sayu dan eksotis, mata yang terpejam-pejam, kepala yang
sesekali terhentak kebelakang, mulut yang terbuka lebar mencoba
mengalirkan oksigen sebanyak- banyaknya, bergantian dengan erang
kenikmatan setiap kewanitaanya menghantami kerasnya kejantanan, yang
tetap kokoh bertahan.



----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh

3771

21Tahun.Sextgem.Com