04. Mudik Yuk
Sembari terus melaburi dada dan payudara dengan minyak, Ridwan dengan
cermat membaca bahasa tubuh sigadis. “Anu dik…, ilmu saya masih
cetek…kayaknya saya tidak mampu membersihkan dengan tuntas, Minyak
pengasihannya tidak juga berhasil menyatu sempurna ditubuh adik, mungkin
karena masig ada sedikit kekotoran itu yang tertinggal di bagian-bagian
sulit.’ ‘Ngg jadi gimana pak…hhh’ kembali nikmat menyentuh dadanya. ‘Ohh
bapak ini benar-benar baik, walaupun saya sudah telanjang bulat, dia
tidak melakukan apa-apa’ Tara sudah percaya 100% kepada dukun ini.
Pacarnya dan Indro sama saja, buru-buru masukin anunya kekewanitaanny,
enak sih’.
Ridwan terus melabur, berupaya melenakan kembali sigadis ‘Saya coba
lagi, mudah-mudahan berhasil, coba dilepas sarungnya’ Tara mengangkat
pinggulnya, memudahkan Ridwan meloloskan sarung itu. Tara merasakan
kembali nikmatnya tangan itu melaburi tubuhnya dengan minyak, gairahnya
kembali meletik. ‘Mmmmm …’ Tara mendesah kecil Laburan Ridwan semakin
bebas, mengarah di segitiga kemaluan naik atas berputar diperut, naik
lagi, merambah payudara, memerah keras, menuruni lereng, merambah
payudara sebelahnya, memerah keras disana, memelintir mencoba menggusur
pentil, turun kebawah, berputar dipusar, menjamah gundukan daging lembut
dibawah pusar, ketiga ujung jarinya telunjuk, tengah dan manis,
mencongkeli lembut sisi bibir kemaluannya. ‘Shhh…’ Tara menggelinjang
Kembali Ridwan mengulangi ritualnya “Shhh…shhh…’ semakin menggelinjang
Dengan penuh kesabar Ridwan mengulangi berkali-kali ritualnya.
Kedua tangan tara sekarang dikalungkan dileher sidukun, mendekap,mencari
kekuatan menahan dera kenikmatan yang datang kembali, wajahnya
dibenamkan dileher. Ridwan membantu mengganjal leher sigadis dengan
lengan kirinya, merangkulnya dengan mesra. Tangan kananya bergerilya
kemana-mana. ‘Pak…ohhh…ohh’ kembali Tara mengeluh, saat telapak tangan
sidukun tidak lagi melaburi, tetapi ketiga jari, telunjuk tengah dan
manis, merambah hutan lebat disekitar gua kewanitaannya. ‘Shhhh…hhhh’
Tara menggeliat ketika jemari itu dengan sengaja memutar klitnya dan
sesekali memelintirnya
Ridwan mencermati bahasa tubuh sigadis, ‘yesss doi sudah balik lagi
gairahnya’ Dengan semakin bersemangat, ketiga jemari Ridwan melaksanakan
ritual dengan penuh disiplin. Menghantarkan kembali tubuh sigadis kealam
bawah sadarnya. Tubuh telanjang itu kembali menggelinjang-gelinjang.
Tapi sekarang tangan Tara sudah bisa memeluk erat tubuh sidukun,
melampiaskan dera nikmatnya. Wajah Tara yang terpejam merapat kewajahnya
sambil memeluk mesra, seolah dirinya adalah kekasihnya tercinta,
disengajanya jari tengah menelusup agak dalam kegua kewanitaan si gadis,
yang membuat matanya berkerenyit menerima sentakan nikmat. Tak sadar
sigadis melumat bibirnya mencari penuntasan nafsu. Ditariknya kembali
sijari dan ditelusupkannya lagi, beberapa kali. Dirasakannya pinggul
sigadis menggeliat menggerakkan liang kewanitaannya mengejar selusupan
jemari, ‘Pak ohh..ohh..pak…ohh…’ Tara mulai menceracau
‘Wah kayaknya sudah bisa nich’ Ridwan memutuskan untuk melakukan
penetrasi Dengan meningkatkan keahlian jemarinya menggusur mulut dan
liang kewanitaan, Ridwan berspekulasi ‘Dik jari saya tidak bisa melaburi
kotoran yang didalam’ ‘Pak ohh..pak…ohh ter..ohh.terserah ..hhh
bapakhhh’ Susah payah Tara menyahut, pasrah 100%, tidak peduli lagi
dengan ritual, dirinya kembali terbuai arus birahi.
Dengan sigap Ridwan melepaskan kaus dan celananya, wuihh kalau bisa
diukur kecepatannya, barangkali bisa masuk Musium Rekor Indonesia atas
kecepatan menelanjangkan diri. Tangan kirinya kembali memeluk leher
sigadis, jemari tangannya kembali melakukan pembantaian yang sejenak
tertunda di pangkal paha si gadis .
‘Shh …hhh’ hanya kurang dari 7 detik rabaan dikewanitaanya hilang,
kerinduan menyesak akan jamahan jemari itu, terpuaskan, lega. Bahkan
melipatgandakan intensitas kenikmatan. Seolah memahami kerinduan
sigadis, Ridwan semakin sering dan semakin dalam menyelusupkan jemarinya
kelubang itu.
‘Adik, jarinya nggak sampai, pakai yang lain yaa..’ Ridwan menelusupkan
jarinya lebih dalam ‘Ahhh…pak..ahhh…iya ahhh…iya…’ Hilang kembali
kesadaran sigadis. Sambil tetap dengan lembut berulang-ulang
menelusupkan jarinya, tangan kiri menggapai botol minyak ‘Dik, mana
tangannya …’ dituangkannya sedikit ditangan kiri Tara ‘Nggg..dik
laburkan minyak ke anu saya’ kali ini jarinya agak keras menggosok klit
‘Ohh….’ Tara tersentak, seolah mendapat pencerahan tangannya turun
kebawah menggapai sesuatu yang hangat mengganjal perutnya, digenggamnya
dengan gemas. ‘Laburi dengan minyak dik…’ Ujar Ridwan sembari
menelusupkan jarinya agak dalam Yang terjadi tangan Tara membetot agak
keras, Bagi Tara yang masih kencur, ukuran penis sikondektur yang
sedikit lebih kecil dari kejantanan Indro yang dua hari lalu
dinikmatinya, tidak jadi masalah. Dia tidak bisa membedakannya. Seumur
hidup Tara belum pernah memegang benda seperti ini, persetubuhannya dulu
dengan pacarnya dan Indro selalu dalam kondisi terburu-buru, tancap,
genjot dan lemas.
‘Saya coba lagi ya dik…’ Ridwan bertanya dengan menyamarkan maksud
pertanyaanya, mulutnya sekarang membantu dengan mengulum sedalam-
dalamnya payudara sigadis, dikemotnya kuat-kuat, sembari jarinya menekan
kuat klit ‘hhh…iya…hhh pak..shh’ Tara asal sahut, tidak sadar apa yang
akan terjadi. Dengan sigap Ridwan mengambil posisi, dkangkangkannnya
lutut sigadis, setengah berlutut diposisikan pinggulnya dikangkangang
paha, diarahkannya si tongkat keras ke sasaran mulut kemaluan,
ditempelkannya, dirasakannya pada kepala meriamnya liang yang basah dan
hangat, tanpa tadeng aling-aling ditekannya dengan lembut tapi kuat.
Slepp…masuk setengah ‘Yess soraknya dalam hati, memang hebat si Anton,
untung bener aku dibuat monyet itu’
‘Ohhhhh….’ Tara mendesah panjang, matanya terbelalak, wajahnya terpana,
kalau boleh dibilang melongo, merasakan sesuatu masuk kedalam
sanubarinya. Birahi sudah memutar balikan otaknya, membuat seluruh
tubuhnya berusaha menggapai kembali kenikmatan birahi. Ridwan menarik
tongkatnya perlahan, yang ditimpali Tara dengan cengkeraman keras
dipinggulnya, ditekankan kembali perlahan namun lebih kuat, dirinya
menemui hambatan lebih kuat, Ditariknya perlahan, sampai kepala
meriamnya hampir lepas, ditekannya kembali, slepp, masuk dengan cukup
baik. ‘Aduhhhh….’ ‘Saya coba lagi ya.. Tahan sebentar dik, agak sulit
letaknya, ‘Ridwan menarik kembali perlahan kejantanannya, sampai hampir
lepas, membuat wajah gadis cantik itu terkesima menahan rasa. Kuku
jarinya dicengkeram keras ke bokong supir yang telanjang, mencegahnya
pergi. Ridwan menekan kembali perlahan tapi lebih keras kali menekan
keras sisi bawah liang kewanitaan’ ‘Ahhhhh…pak…’ Tak tahan Tara mendesah
melepas nikmat. Dengan sistematis Ridwan menghujamkan kejantanannya
perlahan, tapi keras menekan sisi-sisi dinding kemaluan digadis, yang
selalu membuat tubuh indah itu menggelinjang-gelinjang diiringi desahan
nikmat dan sengalan nafas. Tak lama kemudian menghantarkan Tara ke titik
akhir pendakiannya. ‘Shh..shhh…’ tubuh telanjang Tara kelojotan dibawah
penindasan kejantanan sang dukun. Tara tak sadar kedua belah kakinya
yang terkangkang merangkul pinggang sidukun, menjepit keras, menyuarakan
tuntutannya agar hujaman kejantanan itu semakin buas dan buas.
Dengan terkejang-kejang Tara kembali meraih gelombang puncak birahinya.
Ridwan sungguh puas menikmati sensasi, tubuh gadis cantik telanjang
kelojotan dibawah hujaman kejantanannya. Dihantarnya sang gadis sejauh
mungkin melayari dera kenikmatan, melalui tekanan kuat tongkat kerasnya
yang perlahan-lahan digesekkan di sisi atas pangkal kewanitaan sigadis.
Hingga akhirnya fisik Tara tidak mampu lagi bergelinjang, lemas tak
berdaya. Mencoba menanamkan kesan sepositif mungkin, Ridwan menghentikan
hujamannya, saat tubuh sigadis sudah lunglai, terlentang, walaupun
kejantanannya masih keras menginginkan perlombaan itu dilanjutkan.
Ridwan memang tidak menyukai menghantami gedebong pisang, kepuasannya
adalah membuat perempuan terlonjak-lonjak. Seolah akan memberi bantuan
dorongan hidup, Ridwan dengan tongkat yang masih keras tertancap,
menelungkupkan tubuhnya diatas tubuh Tara, merapatkan tubuhnya dengan
mengandalkan berat tubuhnya, berupaya memberi semangat dan tenaga. Tara
menyambutnya dengan pelukan mesra, seolah-olah menumpahkan kasih sayang
demikian mendalam.
Selang beberapa saat, Tara sudah mulai kembali kealam sadarnya, Ridwan
melepaskan dekapannya dan bangkit duduk disisi Tara, dengan kaki
terjuntai ke lantai. ‘Dik, sisa kekotoran sudah berhasil diserap, maaf
ya karena ilmu saya cetek terpaksa harus kontak fisik. ‘Iya pak terima
kasih pak’ Tara sangat meyakini kejadian sedari tadi adalah benar-benar
ritual pemberian minyak pengasihan Adik harus ingat pantangannya, jangan
sekali-kali berhubungan dengan lelaki yang buat adik tidak sah, seperti
istri orang. Pengasihannya akan menjadi tidak manjur, kalau dengan pacar
tidak masalah, demikian juga dengan duda.’ ‘Iya pak’ ‘Wah adik jangan
anggap enteng syarat tersebut, misalnya adik numpang dirumah mbak
Hindun, terus Suaminya datang menghampiri dengan janji dimasukkan kerja,
bisa tidak menolak, ingat kemarin lusa adik sudah …’ ‘Ooo, terus gimana
pak’ ‘Sebenarnya gampang, kalau ada lelaki yang minta hubungan sex,
danadik takut menolak ada beberapa trik khusus’ ‘Eee gimana pak? ‘Kalau
sudah telanjang dan segera bersetubuh, adik berupaya agar barang lelaki
tidak memasuki barang adik, dengan cara kocok saja diluar, kalau sudah
puas pasti loyo, aji pengasihannya aman, tanpa dia tersinggung. Bahkan
ada kemungkinan semakin senang’ ‘Gimana itu pak, saya kurang jelas’ ‘Wah
gimana ya, barangkali lebih jelas dipraktekkan saja’ ‘Betul pak, tolong
dong jangan ragu mengajari saya’ ‘Ok” Ridwan kembali membaring badan
disisi Tara, kali ini disebelah kiri
‘Ngg gini dik, misalnya bos adik memaksa dilayani, adik tak kuasa
menolak, dan adik berdua sudah telanjang seperti kita sekarang, barang
bos adik siap masuk, tangan adik kesini…ya…..adik memasturbasi barang
ini’ Ridwan meraih tangan Tara untuk menyentuh tongkatnya yang tetap
bertahan dalam kekerasannya menunggu penyelesan’ ‘Gini pak’ Tara
menggenggam daging panas itu, kenyal keras dan berdenyut. ‘Adik remas
dan digosokkan perlahan-lahan, seperti ini’ Tangan RIdwan menuntun
jemari halus Tara mempraktekkan ‘Yaa..hhhh…betul’ ‘Remas
keras…hhhh…gosok….lepashhh…’ Ridwan sedikit kesulitan menuntun Tara,
karena birahinya kembali melonjak-lonjak, setelah diinterupsi sesaat.’
Tara tekun memprakekan seni rahasia ini, gembira dapat bekal baru. “Adik
perhatikan reaksinya’ Ridwan menahan nafas’ saat anunya kembali dibetot
‘Apa yang diperhatikan pak?’ ‘Kalau semakin keenakan dan sudah hampir
sampai, adik maksimalkan gerakannya’ Ridwan merasakan puncak gairahnya
hampir tiba ‘Yang bagaimana itu pak’ ‘Ehhh, sshh… kira-kira kaya
begini…adik perhatikan…’ Ridwan menggeliat nikmat ’sshhh…enak dik…shhh’
tubuhnya menggelinjang- gelinjang, paha kanannya ditumpangkan dipaha
telanjang sigadis, merapatkan diri. Tara merasakan batang keras kenyal
meronta-ronnta dalam genggam tangan kirinya, terasa merapat dipangkal
pahanya, panas, “Maksimalkan bagaimana pak gerakaknya?’ Sambil berbaring
telanjang dan tangannya membetot-betot kejantanan lelaki yang berbaring
rapat disisinya. ‘Ahh..adik pintar…, saya tidak tahan
lagi….hhhh…terserah adik’ Ridwan memeluk erat tubuh telanjang
dihadapannya, menahan nikmat, kejantanannya dibetot-betot. Tara
asal-asalan membetot-betot semakin keras dan semakin cepat, ‘Shhh…dik
saya tak tahan, ‘ RIdwan menggeliatkan tongkat kerasnya dipangkal paha
telanjang sigadis, terasa sangat nikmat, sekaligus dijepit keras jemari
halus ‘Hhhh saya terpaksa mengeluarkan, shhh keko…shhh…toran
yang…hhh…tadi terseraphhh, ayo dik…terus…yang keras…” Susah payah Ridwan
berakting diujung ejakulasinya Perasaan aneh menyeruak diri Tara
merasakan tubuh lelaki telanjang menggelepar telanjang diatas tubuh
telanjangnya. Bak Newton menemukan teori apel jatuhnya, Tara menemukan
betapa lelaki bisa melonjak- lonjak bila tingkat kerasnya dibetot-betot,
oh ilmu baru. Terasa ditelapak tangannya, yang sudah kelelahan meremas
dan membetot, daging kenyal keras itu berdenyut-denyut, dan memuntahkan
sesuatu yang terasa panas di pangkal pahanya. Ohh pak dukun mendekapnya
kuat-kuat, oh betapa mesranya, ohh pahanya keras sekali menekan pahaku.
Tak sadar tangannya terus membetot hingga akhirnya batang daging itu
mulai lunglai dan semakin lunglai, dan lemas, lunak menyerah digenggaman
tangannya.
“Adik maaf yaa, karena mengajari tadi, terus adik pegang, saya tidak
tahan, adik mulai pintar. Kebetulan juga saya perlu membuang kekotoran
yang tadi saya serap. Jadi kalau nanti ada lelaki yang adik tidak berani
menolaknya, lakukan saja seperti tadi’ ‘Ah bapak saya yang harus terima
kasih, teknik itu apakah selalu manjur?’ ‘Mudah-mudahan, kalau adik
sudah di Jakarta nanti, kalau kebetulan saya pas disana, nanti saya coba
periksa apakah pengasihnya masih manjur’ ‘Oh terima kasih pak…terima
kasih…budi bapak rasanya sulit sekali terbalas, pertama kesempatan
bangku, minyak pengasih, terus jurus tadi. Tapi bagaimana dengan saya
dianuin Bang Indro, saya takut Kak Hindun…’ Ridwan bersorak mendengar
gadis ini sangat berterima kasih sudah disantapnya, sukses skenario
Anton. Kalau sukses Anton janji pacarnya akan di sharing jangka panjang
(penulis: buset dah…) ‘Jangan takut nanti saya cari alasan, adik yang
penting menyangkal saja pernah digituin sama suaminya, dan juga jangan
sampai suaminya ngaku’ ‘Terima kasih pak…’cup Tara mengecup mesra pipi
sisupir ‘Gimana balas budinya pak, saya belum punya uang’ ‘Tidak usah
adik pikirkan, bagi kami uang tak ada artinya, saya sudah menerawang
tadi, adik nanti akan sukses menjadi karyawan dengan kedudukan bagus,
kurang dari tiga tahun, asal pantangan tadi dipatuhi. Nah kalo sudah
nyetir mobil bagus, gaji besar, bahkan nantinya punya suami baik,
ganteng dan kaya, adik tidak boleh lupa sama saya supir bis antar
provinsi. Disitu baru adik dituntut imbalannya, itu konsekuensi ilmu
ini’ ‘Iya pak, pasti pak’
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
2335