Once Upon A Winter In Beijing


Saat itu, bulan Januari 2000 di Beijing, suasana tahun baru masih terlihat mewarnai kota berpenduduk 12 juta orang itu. Selama liburan musim dingin itu banyak teman-teman dekatku termasuk roomate-ku yang pulang. Aku tidak pulang karena waktu libur musim panas 6 bulan sebelumnya aku baru pulang, sekalian menghemat biaya, apalagi saat itu rupiah sedang terpuruk.

Aku mengisi waktu luang selama sebulan lebih itu dengan tour ke kota-kota di selatan yang cuacanya relatif lebih hangat seperti Hongkong, Shenzhen, dan Guangzhou. Sepulangnya ke Beijing, liburanku ternyata masih tersisa lebih dari seminggu. Sisa hari yang sepi dan membosankan itu kuisi dengan main PS, nonton VCD, dan jalan-jalan ke mall. Aku sering berkhayal bagaimana rasanya dingin-dingin gini ada cewek cantik yang menemaniku.

Akhirnya pada suatu ketika terwujud juga impianku. Suatu hari aku sedang berjalan-jalan di Xidan, salah satu pusat perbelanjaan di sana (sebagai info, harga barang di sini sangat murah, asal pintar menawar kita bisa mendapatnya dengan setengah harga). Lelah setelah berkeliling dan belanja seharian, aku memasuki restoran KFC untuk mengisi perut.

Ketika aku sedang makan, kudengar suara orang berbicara dalam bahasa Indonesia, ternyata suara itu berasal dari 2 gadis cantik duduk tidak jauh di sampingku. Yang satu tinggi langsing, berambut panjang kemerahan, bermata sipit, dan yang satunya lagi berambut sebahu lebih dikucir. Aku tadinya bermaksud menyapa, namun kutunda niatku setelah kudengar mereka sedang membicarakan diriku.

Dengan sikap pura-pura cuek, kusimak percakapan mereka.
“Eh, Len, liat ngga cowok yang sendirian disana tuh, ok juga yah..” kata yang rambut panjang.
“Gile lu, suaranya keras amat, kalo dia denger gimana..?”
“Fang xin lah (tenanglah), biar denger juga dia ngga ngerti kok.” (ternyata mereka tertipu oleh wajah Chineseku yang mirip orang sana, ditambah lagi penampilanku waktu itu yang mirip orang lokal).

“Hhmm.., lumayan juga sih, rambutnya mirip Nicholas Tse, gatal ya Rik, gara-gara udah lama ngga ketemu si Edwin.”
Aku berusaha menahan tawaku dengan menutup mulut atau melihat ke arah lain. Lalu aku sengaja lewat di depan mereka dan menyapa dengan ramah.
“Hai, anak Indo juga nih..!”
Mereka kaget setengah mati terutama yang berambut panjang itu, wajahnya memerah dan tertunduk malu, yang rambutnya dikuncir melirik pada temannya sambil tertawa kecil.

Singkatnya, perkenalan kami berlanjut dan kuketahui yang berambut panjang kemerahan itu bernama Rika, umur 22 tahun, sebaya denganku dan yang satunya bernama Sharlen, umur 20 tahun. Mereka berdua sudah setahun belajar bahasa di sini. Senang sekali akhirnya aku dapat ngobrol panjang lebar dengan bahasa Indonesia lagi. Habis makan kami berkeliling menikmati suasana senja kota Beijing yang masih diselimuti salju.

Walaupun baru kenal, namun kami begitu cepat akrab, mungkin karena faktor senasib sepenanggungan di negeri lain. Sifat Sharlen yang kalem dan wajahnya yang imut seperti Kyoko Fukada membuatku jatuh hati padanya, aku berusaha untuk lebih mengenalnya lebih dalam. Tidak terasa waktu cepat berlalu, sehingga sekarang sudah hampir jam 9 malam. Taksi yang membawa kami tanpa terasa pula sudah mendekati apartemen mereka di daerah Xueyuan Lu.

“Her, mau liat-liat tempat kita ngga? Temenin tuh si Sharlen, dia kan pengen punya pacar.” kata Rika sambil tertawa.
“Idihh, siapa yang mau, lu kali Rik.” balas Sharlen menyikut temannya.
“Lain kali deh, takut kemalaman. Tempat gua masih jauh sih.” jawabku berbasa basi.
“Aahh, takut amat sih malam juga masih ada taksi kok, lagian Beijing kan aman ngga kaya Indo.” kata Rika.
“Iya Her, kita juga lagi suntuk nih, banyak yang pulang sih.” sambung Sharlen.

Akhirnya aku memutuskan mampir di tempat mereka dulu. Sebelum ke apartemennya, mereka membawaku mengitari daerah sekitar yang merupakan daerah kost dan sekolah pelajar-pelajar mancanegara itu. Udara menjadi hangat dan tercium aroma khas kamar cewek begitu kumasuki kamar mereka yang tidak terlalu besar namun tertata rapih (beda dengan kamarku yang mirip kapal pecah).

“Eh, lu orang ngobrol aja dulu, gua mau berendam dulu yah.” kata Sharlen, lalu dia mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi.
Sepeninggal Sharlen, aku dan Rika ngobrol-ngobrol sambil nonton TV. Rika orangnya agak bawel dan kocak, kami terhanyut dalam gelak tawa obrolan kami, dari situ kuketahui bahwa dia sudah punya pacar di Indonesia, kukorek keterangan lebih lengkap mengenai Sharlen, thanks God ternyata Sharlen belum ada yang punya, jadi terbuka kesempatan bagiku untuk mendapatkannya.

20 menit kemudian Sharlen keluar dari kamar mandi dengan memakai piyama ungu, rambutnya kini terurai sampai sebahu, wajahnya tetap menawan walaupun tanpa make-up.
“Rik, udah tuh, ngga mandi lu..?” tanya Sharlen.
“Ok, gua mau berendam bath-tub dulu nih, lu duaan pacaran dulu gih..!” godanya sambil ngeloyor ke kamar mandi.
Sementara Rika mandi, aku melakukan pendekatan terhadap Sharlen, ditemani acara TV dan minum Red Wine sebagai penghangat badan kami ngobrol dengan penuh keakraban.

Sharlen orangnya agak pendiam, namun omongan kami terasa cocok, kupancing dia dengan kisah-kisah lucu agar dia menampakkan senyumnya yang indah. Ternyata Sharlen orang yang tidak kuat minum, beberapa gelas red wine membuat wajahnya memerah dan bicaranya mulai ngelantur. Aku mengambil gelas dari tangannya dan menyuruhnya berhenti minum, kusarankan agar dia tidur saja, namun mendadak dia menjatuhkan dirinya ke pelukanku.

Aku hendak membetulkan posisinya, namun uupps.. secara tidak sengaja aku malah memegang payudaranya yang terasa kenyal itu. Kutatap wajahnya yang manis dengan matanya yang sayu akibat mabuk, bibirnya yang tipis dan indah itu sungguh menggodaku. Nafsuku mulai bangkit, kuberanikan diri memeluknya lebih erat, sesuai harapanku dia balas memeluku. Kusandarkan dia ke pinggir sofa, di dekat telinganya kubisikkan kata-kata romantis bahwa aku menaruh hati padanya. Wajahnya makin memerah mendengarnya, dengan penuh perasaan kukecup lembut keningnya.

Setelah kontak mata, sejenak kutempelkan bibirku pada bibirnya, sepertinya aku mendapat respon positif darinya. Dia melingkarkan tangannya pada leherku dan mulutnya membuka menyambut lidahku untuk beradu. Kancing atas piyamanya kubuka dan kuselipkan tanganku ke dalam piyamanya, karena dia tidak memakai BH. Tanganku tidak mendapat halangan untuk menjelajahi payudaranya dengan melakukan remasan dan mempermainkan putingnya hingga kurasakan puting mungil kemerahan itu mengeras.

Kubuka semua kancing piyamanya sehingga dapat kulihat jelas kedua payudara Sharlen yang putih montok berukuran 34C. Aku menindihnya sambil terus ber-French Kiss, buah dadanya kuraba-raba dan kugesekkan kemaluanku yang menempel tepat pada kemaluannya. Tubuhnya menggelinjang dan kurasakan napasnya yang mulai tidak teratur. Sekarang kami bertukar posisi menjadi aku di bawah dan dia di atasku, ditanggalkan piyamanya lalu menaikkan sweatter dan kaosku. Dijilatinya putingku sementara tangannya mengelus dada dan daerah selangkanganku.

Sedang asyik-asyiknya berciuman, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan Rika keluar dengan memakai gaun tidur sambil menyisir rambutnya yang agak basah. Dia tercengang melihat pemandangan di depannya, begitu juga aku. Sharlen dalam keadaan topless dengan tanganku di atas payudaranya, tidak ada alasan apapun untuk mengelak.

Sharlen dengan nada mabuk malah berkata, “Hai, Rik ngapain kok bengong sih..?”
Setelah hilang rasa kagetnya, Rika mulai tersenyum dan mendekati kami.
“Eh, sepertinya lu lagi butuh penghangat ya Len, gimana kalo lu jadi penghangat kita berdua Her..?”
Habis berkata, dia menanggalkan dasternya dan menyisakan sebuah celana dalam merah muda.

Tubuh Rika tidak kalah indahnya dari temannya, payudaranya kencang berisi walaupun tidak sebesar milik Sharlen (berukuran 32B). Dia juga memiliki sepasang paha jenjang dan mulus. Aku memberikan tempat di sebelah kiriku padanya, jadi sekarang posisiku sedang di antara dua gadis cantik. Secara bergantian aku mencium dan meraba-raba tubuh mereka, mereka pun tidak kalah agresifnya membalas dengan melucuti satu persatu pakaianku. Aku melumat bibir Sharlen dan tanganku menyusup ke balik celana piyama dan CD-nya, di sana kurasakan bulu-bulu halus dan kemaluannya yang sudah berlendir, bibir dan lidahku mulai menjelajahi leher dan pipinya yang halus lalu turun ke payudaranya.

Sementara itu tanganku yang satu lagi meremas-remas payudara Rika yang sedang merunduk dan membuka resleting celanaku dan mengeluarkan batangku yang sudah tegang, dimainkannya batangku dengan kocokan, jilatan, serta kulumannya. Setelah beberapa saat aku ingin ganti dikaraoke Sharlen dan merasakan tubuh Rika, maka kuraih kepala Sharlen mendekati penisku. Tanpa harus kusuruh lagi benda itu sudah dilahapnya dan menjadi permainan lidahnya. Tidak kusangka ternyata Sharlen yang seperti gadis lugu itu sangat ahli dalam hal ini (belakangan kutahu dia pernah petting dan oral sex bersama mantan pacarnya dulu).

Di saat yang sama aku sedang menikmati percumbuan dengan Rika, tanganku bergerilya menelusuri keindahan tubuhnya. Sesampainya di bawah, kutarik lepas CD minimnya, kulihat kemaluannya yang masih rapat dihiasi bulu kemaluan yang rapih dan tidak terlalu lebat. Harum tubuhnya menyebabkan nafsuku makin membara, tanganku memegangi kedua payudaranya, kuhisap-hisap dan kusentil-sentilkan putingnya dengan lidahku. Tubuhnya mengelinjang disertai desahan merasakan kenikmatan yang yang tiada tara.

Kemudian Rika berlutut di sofa dan mendekatkan kemaluannya padaku. Dengan penuh perasaan kuciumi dan kujilati kemaluannya itu, lidahku membelah bibir kemaluannya mencari-cari klistorisnya. Dia mengerang sambil meremas rambutku dikala kujilat dan kusedot kemaluannya. Ketika sedang enak-enaknya menikmati vagina Rika, mendadak kurasakan batangku mau meledak dan tepat ketika Sharlen sedang mengeluarkannya dari mulut dan mengocoknya, menyemburlah maniku membasahi wajah dan tangan Sharlen. Dia menjilati sperma di sekitar mulutnya, lalu bersama Rika dia menjilati batangku sampai bersih.

“Eh, mendingan pindah aja ke ranjang kita yuk, di sini sempit ngga enak..!” kata Rika memberi usul.
Kubantu Rika menggeser kedua ranjang di ruang itu hingga menyatu agar medan tempur menjadi lebih luas dan nyaman. Lalu kugendong Sharlen menuju ke ranjang yang sudah disatukan itu, kubaringkan dia di sebelah Rika yang sudah menunggu sambil berbaring menyamping. Begitu naik ranjang, langsung kulucuti celana piyama dan CD-nya, sekarang seluruh keindahan tubuh Sharlen tertampang jelas di depanku, kemaluannya dipenuhi bulu-bulu hitam lebat, segaris luka jahitan (akibat terkena pecahan kaca waktu kecil) pada betis kirinya tidak sedikit pun mengurangi kemolekan tubuhnya.

Kedua paha jenjang Sharlen kurenggangkan dan kuarahkan batangku yang sudah licin oleh ludah dan sisa maniku pada liang kemaluan Sharlen.
“Pelan-pelan Her, dia masih perawan loh..!” kata Rika.
Dengan perlahan aku mendorong batangku memasuki vaginanya. Ternyata benar kata Rika, liang itu benar-benar sempit walaupun sudah dibantu ludah dan cairan kemaluan. Untuk kedua kalinya kucoba lagi mendobrak benteng keperawanannya, kali ini jari-jariku membuka bibir kemaluannya, sementara tanganku yang lain membimbing batangku memasuki liang itu.

Nampaknya usahaku mulai membuahkan hasil, sedikit demi sedikit batangku mulai tertanam dan kurasakan jepitan yang kencang dari dinding vaginanya. Sharlen merintih menahan sakit sambil mencengkram lengan Rika di sebelahnya dan menggigiti bibir bawahnya. Setelah masuk setengahnya, langsung kutekan dalam-dalam dan kurasakan batangku membobol suatu selaput, Sharlen pun menjerit kesakitan seiring dengan menetesnya sedikit darah dari kemaluannya. Kupeluk dia untuk menenangkannya, nampak air mata menetes dari matanya. Sambil kubiarkan batangku menancap, aku bercumbuan dengannya agar dia dapat membiasakan diri dulu.

Aku menyeka air matanya yang menetes lalu aku mulai menggoyangnya pelan-pelan. Tidak lama kemudian Shalen nampak mulai terbiasa dan menikmati permainanku, karena itu aku semakin mempercepat gerak maju-mundurku. Sharlen terus mendesah sambil menggigiti jarinya dan meremas-remas sprei, sementara di sebelah kami Rika sedang menonton sambil bermain dengan payudara dan kemaluannya sendiri.

Setelah 25 menit kami berganti gaya, kusuruh Rika tidur telentang dan Sharlen telungkup di atasnya dengan posisi doggy. Kembali kumasukkan batangku dan menggenjotnya, tanganku bergantian meremas-remas pantat Sharlen dan mengobok-obok vagina Rika. Payudara Sharlen ikut berayun-ayun seirama gerakan badannya dan putingnya saling bersentilan dengan puting Rika. Saking horny-nya, mereka juga berciuman dan bermain lidah, adegan ini membuat suasana bertambah hot dan gairahku memuncak.

Beberapa saat kemudian tubuh Sharlen mulai mengejang dan menjerit, “Aaahh.. Her.. enakk.. aakkhh..!”
Akhirnya dia mencapai orgasme pertamanya, cairan cintanya menyelubungi batangku sehingga terasa hangat dan licin. Cairan itu mengalir deras membasahi kemaluan kami. Sungguh suatu kenikmatan yang luar biasa, lebih nikmat daripada ketika ML dengan mantan pacarku dan teman Korea-ku yang sudah pulang ke negaranya.

Kemudian aku berbaring dan memeluk Sharlen sambil melumat bibirnya. Tanpa melepas ciuman tangannya, diam-diam dia meraih batangku dan diarahkan ke vaginanya. Sharlen melepas ciumannya lalu berjongkok di atas batangku. Tangannya membimbing batangku memasuki liang vaginanya, kunikmati setiap inci batangku memasuki vaginanya dengan meremas payudaranya sampai tertancap seluruhnya.

Sebelum memulai dia tersenyum dulu padaku dan menyeka keringat di dahiku. Kumulai ronde ini dengan menyentakkan pinggulku ke atas yang dibalasnya dengan gerakan naik turun dan desah kenikmatannya.
Rika menciumku dan berkata, “Her, sekarang bayar dulu hutanglu yah..!”
“Hutang? Hutang apaan..?” tanyaku bingung.
“Ini loh, pekerjaan lu yang belum beres tadi.” jawabnya sambil menaiki wajahku sehingga kemaluannya hanya beberapa cm dari wajahku.

Tanpa ngomong apa-apa lagi langsung kulahap kemaluan Rika yang sudah becek itu, lidahku menari-nari mempermainkan klistorisnya dan jari-jariku bertugas mengobok-obok liang vaginanya. Lidahku kukeraskan agar dapat masuk sedalam mungkin ke dalam vaginanya, sehingga menyebabkan goyangannya makin liar.

Tidak lama kemudian, “Aduh.. Rik.. Her.. gua.. keluar..!”
Sharlen menjerit pertanda mencapai orgasme. Tubuhnya menggelinjang sambil tangannya meremas payudara Rika yang berlutut di depan membelakanginya. Dan tidak urung Rika pun ikut menjerit karena bersamaan dengan itu dia juga mencapai klimaks, dan kemudian aku menyusulnya dengan menyemburkan spermaku di dalam rahim Sharlen. Kami bertiga orgasme dalam waktu yang hampir bersamaan, erangan kenikmatan sahut menyahut memenuhi kamar ini (untung saja temboknya cukup tebal untuk meredam keributan di sini).

Rika menjambak rambutku dan menjepit kepalaku dengan kedua belah pahanya dengan kencang, sehingga membuatku gelagapan disamping akibat semprotan cairan cintanya. Rika rebah di sampingku, begitu juga Sharlen, tubuh kami sudah basah bermandikan keringat. Saat kucabut kemaluanku, kulihat benda itu sudah berlumuran berbagai cairan baik sperma, ludah, cairan cinta, dan darah keperawanannya.

Aku lalu ke kamar mandi untuk membersihkan kemaluanku. Begitu keluar kudapati Rika yang masih bugil sedang duduk di sofa dan memegang gelas berisi red wine.
“Rik, Sharlen gimana..?” tanyaku.
“Udah teler tuh, lu temenin gua minum aja sini.” katanya.
Aku lalu melihat Sharlen sudah tertidur pulas akibat kelelahan dan mabuk. Dengan tissue kulap keringat di dahinya dan kemaluannya yang basah oleh berbagai cairan. Lalu kuselimuti dia sampai ke leher, setelah mengecup bibirnya kutinggalkan dia dan menghampiri Rika.

“Uuff.. capeknya, bagi minumnya dong Rik..!” kataku sambil menjatuhkan diri di sofa.
Dituangkannya segelas wine untukku, kami lalu melakukan ‘toast’ dan meminumnya sampai habis.
“Gimana barusan, Sharlen hebat ngga..?” tanyanya membuka percakapan.
Aku hanya mengangguk karena masih lelah.
“Walah.., jawabnya kok lemes amat, udah ngga kukuh nih ye..?” katanya.
“Lemes Rik, daritadi lu cuma jilat-jilat aja sih makannya masih seger.”
“Ya udah, kalo gitu sini gua bikin seger lagi deh..!” tawar Rika.

Disuruhnya aku duduk membelakangi, lalu dia pijat pundak dan punggungku. Pijatannya lumayan enak, seterusnya tangannya maju ke depan mengelus dadaku, menempelkan dadanya di punggungku. Dia melakukan ‘Thai Massage’ dengan menggesek-gesekkan dadanya di punggungku, hal ini menyebabkan gairahku mulai bangkit kembali, terutama saat tangannya mulai turun dari dada menuju daerah selangkangan, apalagi sesekali dia menjilat leherku.

“Gimana, udah agak segar belum..?” tanyanya dekat telingaku.
Lama-lama batangku mulai menggeliat kembali, dengan tiba-tiba kubalikkan badanku, lalu menerkamnya dengan buas dan menindihnya. Secepat kilat bibirku menyambar bibirnya sebelum dia sempat menyelesaikan kata-katanya.
“Eehh, ngapain ka.. eemhh..!”
Buah dadanya kugerayangi sambil terus berciuman, dia pun memelukku erat-erat dan membalas permainan lidahku.

Setelah agak lama ber-French Kiss, aku mengambil botol wine yang isinya tinggal sedikit itu.
“Rik, wine-nya tinggal dikit buat gua aja yah..?” kataku.
“Gile, gua sama Sharlen apa belum cukup, masih kedinginan juga lu..?”
“Hehehe.. bukan gitu Rik, tapi wine ini bakal tambah enak kalau dicampur..” aku tidak menyelesaikan perkataanku.
“Hah, dicampur sama apa sih..?” tanyanya tidak mengerti.
“Pernah dengar nggak kalau arak bagus dan wanita cantik adalah kenikmatan hidup..?” kataku menyeringai.

“Eh, Her, lu jangan macem-macem yah..!” katanya sambil mundur sampai pinggir sofa.
“Sini Rik, gua jelasin maksudnya..!” kutarik tubuhnya lalu kutumpahkan wine itu mulai dari leher hingga selangkangannya.
“Oohh, gila lu Her.. jangan.. enngghh..” desahnya ketika kujilati tubuhnya yang telah mandi wine itu.
Lidahku bermain-main menjilati kulit lehernya yang berlumuran wine, setelah itu turun menuju buah dadanya dimana kurasakan kenikmatan ’sambil menyusu minum arak’ mulutku terus turun menjilati wine di tubuhnya hingga kujilati kemaluannya yang mengandung ‘love juice wine’ itu.

Permainan lidahku pada tubuhnya membuatnya ribut mendesah. Sesudah menikmati ‘wine rasa Rika’ (atau ‘Rika rasa wine’), kududukkan dia di pangkuanku dengan posisi membelakangi. Kubimbing batangku memasuki vaginanya, sedangkan tangannya membukakan bibir vaginanya seakan mempersilahkan milikku untuk memasukinya. Sedikit demi sedikit akhirnya, “Bleess..” menancaplah seluruh batangku pada lubang itu, tidak begitu sulit menerobosnya karena dia sudah tidak perawan.

Kami mulai memacu tubuh kami. Sambil menggenjot tanganku meremas-remas payudaranya dan memainkan putingnya, mulutku juga aktif menjilati leher, tenguk, dan telinganya, terkadang Rika menengokkan wajahnya untuk berciuman. Tangan kirinya kuangkat, kepalaku menyelinap ke samping dan menyapukan lidahku pada daerah ketiaknya yang bebas bulu.
“Aaahh.. eemhh.. gila Her.. aawww.. geli..!” desahnya sambil meronta-ronta.
“Aakhh.. oohh hao shuang (nikmat)..!” Rika mendesah panjang dan menggoyangkan pantatnya lebih kencang.
Tangan kami saling menggenggam dengan erat, lalu kurasakan batangku makin hangat dan basah oleh cairan cintanya, dia telah orgasme.

Rika berbaring di sofa untuk beristirahat. Aku mendekatkan batangku yang masih berdiri tegak di dekat wajahnya. Rupanya dia mengerti maksudku, dan menggelengkan kepala.
“Jangan Her, jangan sekarang. Gua istirahat dulu..!” katanya memelas.
Tanpa memperdulikannya, kupegang kepalanya dan kudekatkan mulutnya dengan kepala penisku.
“Ayo dong Rik, cuma bersihin doang kok..!” desakku.
“Ngga mau, pokoknya gua. Hhmpphh..!” kata-katanya tidak sempat diselesaikannya karena keburu kujejali dengan penis.

Lama-kelamaan dia mulai menikmati batangku, diemutnya benda itu serta dijilati sampai bersih dari sisa-sisa cairan cinta. Agar tidak cepat-cepat orgasme, kusuruh dia berhenti, dia pun melepas batangku dari mulutnya. Sekarang kuangkat tubuh Rika dengan kedua kakinya melingkari pinggangku. Kembali kumasukkan batangku ke dalam vaginanya, kusetubuhi dia dalam posisi berdiri. Tubuhku kusentak-sentakkan dengan agak kasar sehingga membuatnya menjerit-jerit dan merem-melek tidak karuan. Kedua buah dadanya yang ikut tergoncang-goncang sesekali kuhisap.

Setelah 15 menit dalam posisi ini, aku mulai merasa berat oleh tubuhnya karena tenagaku selain dipakai untuk menggenjot juga dipakai untuk menopang tubuhnya, oleh karena itu kami beralih ke ranjang. Kedua kakinya dikaitkan ke bahuku, aku terus menyodok-nyodokkan penisku. Rika terlihat sudah kewalahan, rintihan yang keluar dari mulutnya makin lama makin lemas saja.

Beberapa menit kemudian akhirnya dia mencapai orgasmenya. Begitu kulepas batangku dia langsung terkulai lemas, lalu kukocok batangku dekat wajahnya sampai spermaku muncrat di wajahnya. Dia sepertinya sudah terlalu lelah sampai tidak menghiraukan cairah putih kental yang membasahi wajahnya serta mengalir turun ke mulut dan lehernya.

Aku pun roboh di sebelahnya, kulihat Sharlen masih tertidur pulas seolah-olah tidak terusik oleh keributan kami tadi. Sedangkan Rika terbaring lemas dengan tubuh basah kuyup keringatan, rambut panjangnya pun sudah acak-acakan, matanya menatap langit-langit tanpa mengeluarkan suara apa pun selain desah napasnya yang sudah ngos-ngosan. Buah dadanya naik turun mengikuti napasnya.

Kemudian Rika memanggil namaku dengan suara lemah, “Her..”
“Kenapa Rik..?” jawabku sambil menggenggam tangannya.
“Udah malam, lu tidur di sini aja ya..!” tawarnya.
Aku pun menerima tawarannya, karena badanku memang sudah lemas setelah menggarap 2 gadis sekaligus dalam waktu semalam, bisa-bisa menuruni tanggapun tidak sanggup.

Setelah kutarik selimut menutupi tubuhku dan Rika, aku langsung terlelap dan aku juga tidak tahu sudah jam berapa saat itu karena alam mimpi sudah begitu kuat menarik diriku.

Keesokan paginya aku terbangun sekitar pukul 09.00 pagi, Sharlen masih terlelap di sebelahku tapi Rika sudah tidak di sampingku lagi. Aku merasakan kebelet ingin buang air kecil gara-gara semalam kebanyakan minum. Segera aku menuju ke kamar mandi, ternyata Rika sedang mandi karena kudengar suara percikan shower dari dalam. Karena sudah terbiasa dengan tubuh telanjang kami dan sudah saling merasakan, makanya aku cuek saja mengetuk pintu.

“Rik, boleh masuk ngga, gua kebelet nih..!” kataku.
“O lu Her.., buka aja ngga dikunci kok..!” sahutnya dari dalam.
Kudapati Rika sedang menyabuni tubuhnya di bawah siraman shower, aku dengan tenang menuju kloset dan memenuhi panggilan alam.
“Cao an (pagi), Rik, rajin juga lu dingin-dingin gini sering mandi.” kataku.
“Gara-gara lu sih Her, badan gua jadi bau alkohol sama peju.”

Sambil pipis aku memperhatikan tubuh telanjangnya yang basah oleh guyuran air dan sabun, rambutnya penuh oleh busa shampo. Tanpa sadar aku terpana mengagumi keindahan tubuhnya padahal air pipisku sudah tidak keluar lagi. Rupanya dia sadar sedang kupandangi sehingga dia berinisiatif menawarkan diri.
“Ke sini aja Her kalo mau mandi bareng, emangnya gua gambar bokep yang cuma bisa ditatap aja..?”
Tentu saja aku tidak menolak tawarannya.

Aku mendekatinya, dan dari belakang kupeluk pinggangnya yang ramping, tubuhku kurapatkan dengan tubuhnya sehingga batangku tertekan ke pantatnya. Sambil meraba buah dadanya yang sudah licin oleh sabun aku mencium bibirnya, tanganku yang satunya turun mengelus-elus bagian selangkangan menyebabkan Rika mendesis nikmat.
“Mau coba main belakang..?” tanyaku di dekat kupingnya, dia hanya mengangguk pertanda setuju.

Rika menyandarkan kedua tangannya pada tembok dan aku menekan-nekankan batangku agar dapat masuk ke dalam duburnya. Ternyata lubang itu luar biasa sempit, setelah mencobanya beberapa kali aku baru berhasil mendobraknya. Rika merintih-rintih menahan sakit saat kupaksakan batangku memasuki duburnya. Aku mulai memaju-mudurkan pantatku sambil tanganku bergerilya di pelosok tubuhnya, samar-samar rintihan kesakitan Rika mulai berubah menjadi rintihan nikmat, pinggulnya pun kini bergoyang-goyang membalas gerakanku.

Melalui cermin besar di sebelah kami dapat kulihat adegan seks kami di bawah siraman shower. Akhirnya kami mencapai klimaks bersama dan kukeluarkan spermaku di punggungnya. Rika membalikkan badannya dan tersenyum, namun bukan ke arahku, melainkan ke arah Sharlen yang berdiri di ambang pintu. Aku sempat kaget, aku tidak tahu sejak kapan dia di sana dan menonton adegan kami.

Tanpa berkata apa-apa dia juga tersenyum ke arah kami dan berjalan mendekat, this is not the end of the game, kami siap memulai babak selanjutnya. Demikian akhirnya kami mengisi liburan yang tersisa dengan pesta sex.

Sebulan kemudian aku resmi jadian dengan Sharlen di tempat yang cukup romantis, yaitu Yihe Yuan (Summer Palace), taman kerajaan yang merupakan salah satu objek wisata di Beijing. Bulan Desember 2000 yang lalu aku kembali ke tanah air dan mendapat kerja. Sebulan kemudian Sharlen dan Rika menyusul karena situasi Indonesia sudah cukup kondusif.

Bulan Maret 2001, Rika menikah dengan pacarnya dan sekarang sedang mengandung anak pertamanya. Hubunganku dengan Sharlen banyak mengalami pasang surut, namun kami masih dapat mengatasi perbedaan antara kami, bahkan semakin dekat.

Untuk Rika, thanks ya, karena kamu telah banyak membantu menyatukan kami dan menjadi sahabat yang baik, selamat menempuh hidup baru yah.



----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh

1292

21Tahun.Sextgem.Com