Score Kami Nol-Nol


Pembaca sekalian, Ini adalah kisah nyata yang benar-benar terjadi padaku. January 1997 Namaku Ari (Maaf nama asliku belum waktunya aku beritahu), saat itu usiaku hampir 30 tahun, seorang sarjana teknik. Dengan berbekal pengalaman kerja 5 tahun, tidak sulit bagiku untuk melamar kerja, karena waktu itu tepat sebelum krismon dan Jakarta masih sedang giat membangun. Aku pindah kerja dan diterima di perusahan baru. Pada hari pertama masuk kerja, dengan berdebar aku masuk ke ruang reception. Aku melihat seorang receptionist wanita yang sexy dengan rok pendek. “Ari ya, Ari sudah ditunggu, duduk saja dulu ya. Saya Sheena.” (Sheena bukan namanya, ini adalah nama emailnya) Sapanya saat melihat aku menghampiri. “Terima kasih Mbak”, jawabku singkat. Sebagai karyawan baru aku tidak punya pikiran macam-macam. Tidak terasa sudah lebih sebulan aku bekerja di perusahan itu, tidak pernah sekalipun aku menunjukkan perhatian padanya, maklumlah aku sudah berkeluarga dan istriku masih lebih cantik dari padanya. Namun belakangan ini ia terasa lebih sering berada dalam jarak pandangku. Dia menjadi lebih sering menghampiri seorang pria bule yang memang duduk bersebrangan dengan mejaku. Kadang-kadang bercanda dengan si bule itu sambil melihatku. Pikiranku polos saja “Ah, inikan kantor bule, barangkali suasananya lebih santai.” demikian pula dari hari kehari. Maret 1997 Suatu hari saat jam makan siang sambil menunggu relasi aku duduk makan di ruang receptionis di depan meja Sheena yang kebetulan juga lagi makan siang pula. ia tiba-tiba nyeletuk “Makannya dikit amat, lagi diet ya”. “Oh lagi nungguin temanku Mbak.” jawabku singkat. “Teman apa Temen” kejarnya. “Dia itu relasi kita juga kok!” sambil menatapnya. “Sorry ya Ri, Sheena cuma bercanda. Oh ya ngomong-ngomong Ari sudah berkeluarga ya, enak nggak sih?” “Memangnya kenapa Mbak?” tanyaku. “Aku mau tanya sesuatu, tapi kalau panggil aku jangan pakai Mbak, kan sudah tahu namaku” tegasnya. “Oh boleh, eh Sheena mau tanya soal apa?” aku tanya lagi. “Tapi Ari janji dulu nggak boleh tersinggung, soalnya agak sedikit pribadi” tegasnya lagi. “OK nggak ada masalah kok, kalau bisa aku jawab ya aku jawab saja.” jawabku penasaran juga “Pasti mau tanya soal besarnya gaji yang aku terima” pikirku. “Kalau Ari ML dengan istri biasanya berapa lama baru keluar?” tanyanya serius. Aku sebenarnya kaget, tapi aku pura-pura bersikap biasa saja, jawabku “Aku kan nikahnya sudah lama, sekalinya sih paling cepat 50 menitanlah, memang agak jauh kalau dibanding dulu waktu pacaran atau baru nikah”. ia jadi diam, termenung sejenak. Aku tegur, “Hei, kok diam, kenapa? Sheena mau nikah?” tanyaku. “Gini lho Ri, pacarku memang minta aku menikahinya, cuma..” Dia berhenti sejenak untuk tarik napas lalu lanjutnya “Aku kok nggak bisa keluar-keluar, dia juga sering keluar agak cepat, paling lama 25 menit coba? Aku nggak tahu siapa yang salah, jelasnya aku nggak pernah keluar.” jelasnya sambil menatapku. Karena tak tahu mau omong apa, aku jawab “Wah, ya nggak tahu ya. Bisa saja kamu normal dia yang nggak, bisa juga dia normal kamunya yang luar biasa” “Terus gimana dong ya, selama ini ya begitu terus” kelihatan putus asa. “Kalau mau tahu jawabannya ya mau-tak-mau harus kita coba apa benar kamu yang tidak normal” jawabku. “Maksudmu gimana” tanyanya bersemangat. “Aku harus ML sama kamu baru bisa tahu jawabannya.” kataku asal-asalan. “OK. Kapan?” ia langsung menjawab. Aku kaget juga, karena tidak sangka ia bakal setuju. Waduh bagaimana ini, pikirku “Gimana alasannya ke istriku” “Gimana kalau Sabtu ini saja, tapi enaknya dimana ya?” jawabku setengah nggak niat. “OK. Di hotel IBS saja ya” katanya. Kan dekat, cuma di seberang situ doang. “OK. Pager aku ya kalau sudah tiba” kataku. Di tahun 1997, Mobile Phone belum populer, kami masih pakai pager. Tidak terasa jam makan siang sudah selesai, temanku tidak datang juga. Kami berdua kembali ke meja masing-masing melanjutkan pekerjaan seperti biasa. SABTU, Maret 1997. Kurang lebih jam 9.00 pagi, aku pamitan pada istriku dengan alasan meninjau proyek di lapangan. Dengan mobilku, Aku berangkat ke hotel IBS dan menunggu di Lobby. Tidak lama kemudian Sheena muncul di Entrance. Tidak ada ciuman, tidak ada gandeng tangan. Seolah-olah sudah sepakat, kami sama-sama book dan diantar ke room kami. Kurang lebih jam 10.30 kami sudah berdua di dalam kamar hotel. DO NOT DISTURB Sign kupasangkan ke gagang pintu. Pintu kamarpun lalu kututup. Sheena menaruh hand-bag nya ke atas kursi kamar, lalu naik keranjang untuk relax. Ranjang di kamar terdiri dari 2 single bed. Akupun naik ke ranjang dimana ia berada, kami masih sama-sama berpakaian penuh. Sheena tiduran membelakangiku, maklum kenalpun belum lama. Aku mulai membelai rambutnya dari belakang dengan tangan kananku. Perlahan-lahan tanganku turun ke lengannya, ke pinggangnya, lalu ke perutnya. Nafasnya mulai dapat kudengar. Dari luar bajunya, tangan kananku mulai merayap ke buah dada kanannya, sambil tangan kiriku membelai kepalanya. Kudekati kepalaku ke lehernya, kucium leher dan belakang telinganya, tangan kananku tetap membelai buah dada kananya. Tak lama, nafasnya berubah menjadi erangan lirih, tubuhnya mulai sedikit berbalik. Kini tangan kananku dapat menjangkau buah dadanya yang sebelah kiri. “Enghh.. Ari.. Ari..”, lirihnya. “Kenapa sayang..,” bisikku di telinganya. “Enghh..” ia terus mendesah. Kutarik bajunya agak ke atas, tangan kananku masuk menyelip ke dalam bajunya, kini buah dadanya kubelai dan kuremas dari luar BHnya. Lama-lama aku bosan dengan BHnya, tangankupun menyelip dari bawah ke dalam BHnya. ia mengerang lebih keras lagi. “Uuuhh.. Ari Gala..” “Sayang.. dadamu masih kencang sekali sayang, Ari buka ya sayang,” bisikku lagi ke telinganya. ia tak lagi menjawab, namun erangannya tak dapat berhenti karena sentuhan tanganku yang menyelip ke dalam BHnya, putingnya yang sudah mengeras itu kujepit lembut diantara jari telunjuk dan jari tengahku. Putingnya tak bisa dipelintir karena ketatnya BH yang dipakai. Akhirnya bajunya kulepas total, tanganku mulai ke kancing BHnya, seketika itu juga BHnya lepas. “Oh.. Wow..” dalam hatiku, tanganku berhenti sejenak. iapun kaget dan bertanya “Ada apa Ri??” “Nggak.. Nggak apa-apa kok. Dadamu itu bagus sekali sayang” kataku, jelas karena ia belum menyusui. Aku masih ingat bahwa Sheena punya tahi lalat di belakang pundaknya dan di bawah buah dadanya. Karena malu ia sudah setengah telanjang sedangkan aku masih berpakaian lengkap, ia langsung berbalik lagi membelakangiku. Aku melepas baju, celana dan pakaian dalamku lalu kemudian naik keranjang, kudekati telinganya dan berbisik “Say, aku lepasin ya.. “. ia lagi-lagi tidak menjawab. Perlahan-lahan kulorotkan celana panjangnya, kini tinggal celana dalamnya yang kecil sehingga bulu-bulu kemaluannya tersembul di kiri-kanannya. Kubelai vaginanya dari luar celana dalamnya, terasa basah oleh cairan kemaluannya. Akhirnya celana dalamnya kutarik ke bawah dan kulepas sekalian lewat kakinya. ia masih saja tidur membelakangiku. Kupeluk tubuhnya dari belakang hingga penisku menyentuh pantatnya. Tangan kananku akhirnya dapat menelungkup buah dadanya dengan bebas, ibu jari dan telunjukku memelintir lembut puting-puting susunya. Anehnya sudah sejauh ini penisku sama sekali masih lembek. Belum ada tanda-tanda ereksi. Kusentuh-sentuhkan terus penisku pada pantatnya, tetapi tetap saja lembek. Aku mulai cemas, apa yang terjadi, apakah karena tidak biasa menyeleweng sehingga demikian. Aku berusaha menyembunyikan kepanikanku. Dalam hatiku “Wah, apa jadinya bila penisku terus tidak dapat bangun, jelas hari Senin nanti mukaku mau taruh dimana saat ketemu dia di kantor” Rupanya iapun sudah mulai kelihatan berubah, mungkin agak kesal. Dia berbalik, akhirnya kami hanya berpelukan saja. Kedua puting dadanya tiba-tiba mengeras menekan dadaku, tiba-tiba kurasakan rangsangan yang kuat sekali, penisku menegang seketika. Ketika itu aku naik di atas tubuhnya, mencium bibirnya, mencupang belakang lehernya, terus turun ke arah bawah, kedua bukit ranumnya. Tanpa buang waktu lagi tangan kiriku meremas dan mulutku menyedot buah dada kanannya sedang kedua jari tangan kananku menjepit lembut puting kirinya. Seketika itu juga ia menjerit tertahan “Ari gila.. adduuhh gila..” Setelah puas menyedot dada kirinya, kini giliran dada kanannya. Jepitan jariku pada puting kanannya kulepas namun langsung kusedot dengan mulutku, putingnya yang ada di dalam mulut kusentuh-sentuh dengan lidahku, kuremas pangkal buah dadanya dengan tangan kananku. Tangan kiriku menjepit puting kirinya yang tadi sudah memerah karena kusedot. Lagi-lagi ia menjerit, kali ini keras sekali, tangannya langsung memegang penisku yang sudah tegang. “Auh.. engh,” teriakannya perlahan-lahan melemas. Ciuman dan sedotanku kini kulepas dari kedua puting dadanya, namun kedua tanganku tetap meremas dan memilin-milin kedua putingnya. Ciuman bibirku pelan-pelan turun keperut lalu ke pusarnya, karena aku terus turun ke bawah, genggaman tangannya ke peniskupun lepas, tapi aku masih terus turun sampai pada sisi atas celah vaginanya. Vagina Sheena sungguh mempesona, adalah yang terbagus yang pernah kulihat. Langsung kubuka mulutku, kedua bibirku kutempelkan pada kedua bibir vaginanya. Lidahku langsung mengoles celah yang masih rapat sekali itu. ia seketika langsung berteriak “Ouh, Ari.. Kamu gila Ari..” badannya mengejang dan jadi sedikit melengkung bangun ke atas. Aku terus menikmati belahan kemaluannya, kusibakkan bulu-bulunya yang tipis lalu kubuka kedua bibir kemaluannya lalu kubenamkan mulutku kelubangnya sambil menjulur-julurkan lidahku. Kedua kaki dan pahanya kubentangkan kekiri dan kekanan agar lebih bebas menjelajahi semua daerah kewanitaannya. Lidahku menyapu-nyapu kedua bibir kemaluannya, lalu mengoles belahan dagingnya yang kemerahan itu keatas dan kebawah. Kujilati klitorisnya dengan memutar-mutarkan lidahku disekelilingnya. Lubangnyapun kusedot, kadang-kadang hidungku kutenggelamkan ke lubang kemaluannya itu. ia terus menerus mendesah “Engh.. enghh..” dan napasnya jadi berat. Setelah ia mendapatkan nafasnya kembali, aku telah berbaring di sebelahnya sambil memainkan jari-jariku di puting susunya. Sesaat kemudian kurasakan tangan kirinya menyentuh pahaku dan merayap kearah batang kemaluanku. Digenggamnya batang kemaluanku sambil jari telunjuknya mengoles-oles kepala kemaluanku meratakan cairan bening yang keluar dari lubang penisku. Sambil tetap memegang mainannya, ia naik setengah ke atas tubuhku, melumat bibirku, tangan kanannya membelai rambutku. Ciumannya perlahan-lahan turun kebawah lalu berhenti di dadaku. Tangan kanannya menjepit putingku yang kiri, mulutnya merayap dan akhirnya mencapai putingku yang kanan. Lidahnya lalu keluar menjilati putingku, tangan kirinya masih tetap juga menggengam batang kemaluanku dan mengoles-oles topi bajaku. Aduh.. rasanya nikmat sekali, kurasakan batang kemaluanku betul-betul sudah menjadi keras. Aku hanya bisa memeluk kepalanya dan membelai rambutnya saja. Ia kemudian bergerak turun ke bawah, tangan kanannya melepas jepitannya pada putingku dan merayap kearah kemaluanku. Tangan itu akhirnya mencapai kedua biji pelirku yang kemudian dielus-elus dengan lembut. Sejenak kurasakan cairan beningku makin banyak keluar karena nikmat yang menderaku. Aku mencoba untuk melirik kebawah, kulihat Sheena telah menempelkan hidungnya ke ujung kemaluanku. Sisi bawah topi bajaku diletakkan di antara bibir atas dan hidungnya, lidahnya bergerak keatas dan ke bawah menjilati sisi bawah batang kemaluanku dekat topi bajaku. Tangan kanannya yang tadinya menggengam diturunkan memegang pangkalnya saja agar lidahnya lebih leluasa menjilati batangku. Tanpa aba-aba ia membuka mulutnya dan melahap kepala bajaku, dikulumnya dengan lembut, lidahnyapun kurasakan menyapu-nyapu semua bagian kepala kemaluanku. Tak lama kemudian kurasakan adanya sedotan yang kuat pada kepala kemaluanku hingga agak sakit, akupun melirik lagi kebawah, kulihat mulutnya menjadi kempot sekali. Sambil tetap menjaga tekanan sedotannya itu, tangan kanannya kini mulai meninggalkan pangkal batang kemaluanku, merayap kearah dadaku. Lagi-lagi puting kiriku jadi sasaran jepitannya. Aahh.. Luar biasa sekali Sheena ini, tangan kanan menjepit putingku, tangan kiri membelai kedua biji kemaluanku sedangkan mulutnya menyedot keras kepala kemaluanku. Lalu Tiba-tiba saja ia melepas sedotannya dan berkata, “Rasain.. Gimana?? Enak nggak??” Dengan lemas, aku menjawab, “Iya, aduh enak banget, aku jadi cemburu sama pacarmu” ia tersenyum sambil berkata, “Mau lagi??” Tanpa pikir lagi kujawab, “Iya.. iya dong Say” Sambil menatapku, kepalanya bergerak turun, mulutnya diarahkan ke batang kemaluanku. ia sengaja hanya membuka sedikit saja mulutnya sehingga agak sesak dimasuki batang kemaluanku. Kali ini ia tidak berhenti di topi bajaku saja, ia mencoba memasukkan sepanjang mungkin batangku ke mulutnya. Meskipun batang kemaluanku bukan yang terpanjang di dunia, tetap saja tidak bisa masuk semuanya. Pelan-pelan ditarik keluar sampai ke leher batang kemaluanku, lalu dimasukkan kembali dengan cepat sambil matanya menatapku. Sensasi yang timbul sungguh luar biasa dan selalu kuingat. Wanita yang satu ini memang lain dari yang lain. Akhirnya aku menjadi tidak tahan lagi. Aku membalikkan tubuhku sedemikian rupa sehingga ia berada di bawahku, lalu kubuka kedua pahanya dan mengarahkan ujung kemaluanku pada celah vaginanya. Ah.. Kurasakan batang kemaluanku pelan-pelan menerobos celah vaginanya yang seret. Masih kuingat rintihannya. Kuteruskan tekananku sampai kurasakan ujung kemaluanku menyentuh sesuatu yang agak padat. ia masih terus merintih. Aku tak tahu apa itu, namun tusukanku kuhentikan dan kudiamkan dulu. Kedua tangannya kupindahkan keatas kepalanya lalu kepegang kuat sambil merapatkan tubuhku keatas tubuhnya kemudian kupompa dia cepat sekali, secepat yang kumampu. Tubuhnya terpental-pental akibat pegas ranjang dan akibat timpaan-timpaan tubuhku. Kedua tangannya tak dapat digerakkan karena kupegang kencang. Sheena hanya dapat menggeliat sambil sedikit menggoyang pantatnya. Sengaja kutindih rapat tubuhku agar sebanyak mungkin kulit kami bergesekan. Selama pacuan kami berdua tidak mengambil napas. Untuk itu selalu kuselang pelan agar kami berdua dapat ambil napas dulu lalu memacu lagi dan seterusnya. Disaat pacuannya kuredakan, kami berdua menengok ke cermin melihat tubuh-tubuh telanjang kami berdua dengan batang kemaluanku tertancap ke dalam lubang kemaluannya. Sambil melihat ke cermin, kami lanjutkan masuk keluarnya batang kemaluanku secara perlahan. Aku rasa kami berdua tidak mungkin bisa melupakan saat-saat indah itu. Sampai saat ini bayangan di cermin itu masih kuingat. Sheena memujiku, “Ari.. kamu luar biasa.. aku nggak sangka ada yang bisa kaya gini.” “Ah rasanya biasa saja kok.. mungkin yang lain juga sama, kayaknya memang suami kamu yang agak kurang tahan” jawabku, sambil tetap mengayun batang kemaluanku keluar masuk lubang kamaluannya. Kadang-kadang ayunan pantatku kubuat cepat sekali hingga ia menjerit, “Aduh.. awh.. Ari gila..” Kami berdua terus berperang dalam posisi itu. Peluh telah membasahi kedua tubuh kami, terutama punggungku dan celah buah dadanya. Gesekan tubuhku dan tubuhnya kini menjadi licin karena keringat. Tidak terasa jam sudah lebih dari 12.00 artinya sudah hampir 1 1/2 jam dan kami masih saja dalam posisi yang sama. Aku mulai sadar bahwa memang Sheena ini agak susah untuk dibikin keluar. Bisa jadi dulu Sheenapun berpikir serupa padaku. Karena terus-terusan berada pada posisi push-up kedua tanganku mulai kecapaian. Rupanya iapun tahu makanya ia bilang, “Capek ya? Coba sekarang kamu diam dulu ya.” Akupun diam sejenak dengan batang kemaluanku masih terbenam ke dalam lubang kemaluannya. Tiba-tiba kurasakan adanya jepitan kencang melingkari batang kemaluanku, padahal baik tubuhku dan tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Sejujurnya selama menikah belum pernah kurasakan yang demikian. ia lalu bilang, “Mas, coba tarik sekarang.” Akupun lalu menarik batangku. Oh.. sensasinya luar biasa.. begitu topi bajaku mencapai “cicin penjepit” miliknya terasa sulit untuk ditarik keluar, akhirnya aku masukkan kembali. Sheena tersenyum penuh kemenangan melihat keherananku. ia bilang, “Terus terang dari tadi aku tidak pakai jepitanku karena aku takut kamu keluar dahulu padahal aku belum apa-apa, sekarang aku tahu kamu kuat juga, makanya aku nggak nganggap remeh lagi, nah sekarang gantian kamu yang dibawah ya.” “Ehm, aduh.. tangan sudah pada capek nih,” jawabku bebalik sambil memeluk tubuhnya agar penisku tidak lepas dari vaginanya. Rupanya Sheena ingin “ajar adat” padaku. Dengan masih tertancap batang kemaluanku, ia melipat kedua kedua tanganku keatas kepalaku dan dipegang dengan kedua tangannya. Mulutnya langsung menyumpal mulutku sambil mengayun pantatnya naik turun sampai ke leher topi bajaku. ia selalu menarik dengan perlahan namun menurunkannya dengan cepat demikian seterusnya. Kedua buah dadanya mengesek-gesek dadaku. Mataku kini menutup karena nikmat yang kurasakan. Melihat aku masih dapat bertahan ia lalu meningkatkan irama serangannya, kini ditambah lagi dengan jepitannya yang luar biasa itu. Seretnya gesekan dengan batang kemaluanku membuatku megap-megap. Untuk pertama kalinya aku yang mengerang panjang untuk bertahan, “Uh..” agar tidak sampai keluar dahulu. Kurang lebih 10 menit aku “menderita diperkosa” dengan serangan-serangan dahsyat darinya tanpa stop sama sekali namun untungnya aku masih bertahan, meski sedikit lagi aku pasti akan “keluar”. Sheena lalu pelan-pelan mengurangi kecepatan naik turunnya bahkan didiamkan batang kemaluanku di dalam vaginanya namun jepitannya justru dikeraskan hingga batangku rasanya seperti diperas. Mulutnya dilepaskan dari mulutku, terus turun hingga mencapai puting susuku. Sambil tetap menjepit batang kemaluanku, ia menyedot putingku. Oh.. rasanya aku hampir di puncak rangsangan, penisku sudah berdenyut. Melihat aku sudah ‘tidak karuan lagi’ ia meningkatkan lagi serangannya dengan menaik-turunkan pantatnya sambil tetap menjepit, inilah senjata pamungkasnya. Mati-matian aku bertahan, “Enghh.. enghh” karena aku tidak mau ia menjadi pemenang dalam ronde pertama ini. Aku beruntung rupanya Sheena tidak begitu kuat kalau mengayun non-stop terus sambil berada di atas karena memang sangat memakan tenaga. Lebih dari 15 menit sudah lewat, score kami masih nol-nol belum ada yang keluar. Sheena collapsed di dadaku dengan kemaluannya masih tertancap penisku yang masih tegang, napasnya memburu karena olah raga push-up naik turun tadi. Pikirku “Huh.. kalau saja dia bertahan menyerang aku sedikit lagi, pasti aku sudah keluar..” Dengan napas yang masih memburu ia berkata, “Haduhh gila kamu Ri, tahu nggak cowokku itu kalau aku jepit sambil naik turun kaya tadi, nggak aku sedot putingnyapun dia sudah keluar dari tadi-tadi. Kamu ini bener-benar edan.” Dalam hati aku bilang, “Aku sudah hampir K.O. lho” lalu kujawab, “Iya, tapi aku tadi juga udah kelengger kok akibat serangan kamu. Sekarang jelas bahwa memang kamu agak nggak normal. Itu jepitannya kok bisa gitu? Aku nggak pernah tahu ada yang bisa begitu?” “Memangnya istrimu nggak pernah ngejepit?” tanyanya. “Jujur, aku nggak pernah ngalami bahkan nggak pernah tahu kalau ada yang bisa kaya kamu” “Udah ah.. ngomomg gombal melulu..” “Ya udah.. kita mulai lagi ya. Sekarang gantian lagi, aku di atas ya” Kupeluk tubuhnya lalu kami berdua berbalik dengan tetap menjaga agar batang kemaluanku tetap menancap di vaginanya. Cairan beningku dan cairan vaginanya sudah membasahi bulu-bulu kemaluanku dan seluruh daerah kemaluannya. Sheena lalu punya ide, “Mas coba cabut dulu deh” “Lho kenapa??” “Cabut aja dulu, nanti juga tahu” Pelan-pelan kucabut batang kemaluanku yang masih tegang namun licin dan memerah di sekitar leher dan topi bajanya. “Mas.. masukin lagi deh” Akupun nurut saja. Karena baru dicabut, lubangnya masih terbuka sehingga mudah diarahkan. Namun kurasakan ada yang lain karena kepalanya kini tidak bisa masuk sampai ke dalam karena tertahan “cincin penjepitnya” itu. Kucoba lagi dengan menekan yang lebih kencang, tetap tidak ada hasilnya. Rasanya ukuran kemaluanku tidak besar-besar amat, tapi nyatanya meski masih tegang mengeras, sudah ada pelicin dan sudah ditekanpun masih belum bisa lewat ‘cicin’ miliknya. Akhirnya aku bilang, “Oke.. untuk yang ini aku nyerah. Buka dikit dong sayang”. Sheena tertawa kemenangan, lalu kurasakan cincinnya melonggar sedkit. Tanpa buang waktu, aku tekan lagi, kali ini masuklah batang kemaluanku. Setelah melewati cincin penjepitnya itu, jepitannya dikeraskan lagi. Inilah kelebihan Sheena yang tidak kujumpai pada wanita lain. Kali ini aku meminta ia memeluk tubuhku dengan erat saat aku memompa lubang kemaluannya. Setiap batang kemaluanku masuk, ia selalu heboh ngucapin, “Awhh.. kamu gila.. awhh.. kamu gila..” Lebih dari 20 menit non-stop aku memompa batang kemaluanku masuk keluar lubang vaginanya, belum ada tanda-tanda ia akan “keluar”. Aku mulai capek lagi dengan posisi push-up. Keringatpun keluar tidak sedikit, padahal kamar berAC. Haus mulai terasa karena keringat dan cairan tubuh yang keluar terus menerus. Tidak terasa jam sudah menunjukkan hampir jam 1, artinya hampir 2 1/2 dua setengah jam non-stop bersenggama, score kami masih nol-nol. Ini sudah mulai lewat jam makan siang. Meskipun rasanya tanggung, bercinta sambil perut lapar juga tidak enak, jadi meskipun terpaksa, ya kami sepakat peperangan ditunda. Meskipun batang kemaluanku sudah dicabut, aku dan Sheena masih malas mau pakai baju lagi dan turun untuk makan, akhirnya kami minta agar makan siang diantar saja kekamar. Sambil menunggu makanan diantar, kami saling memeluk dan berciuman. Iseng-iseng aku masukkan jari telunjukku ke dalam vaginanya lalu kudiamkan dan memintanya untuk menjepit sekerasnya. Dengan jujur kurasakan jepitan keras di jari telunjukku. Ini sungguh luar biasa, bayangkan jari telunjuk yang begitu kecil, bisa dijepit keras, apalagi batang kemaluanku, jelas saja tadi tidak bisa masuk waktu cincinnya sengaja dikecilkan. Sesaat kemudian Sheena menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan vaginanya. Akupun akhirnya ikut masuk ke kamar mandi untuk shower. Sheena lalu membersihkan batang kemaluanku yang masih tegang sambil terus mengelus-elusnya. Sayangnya sebelum sempat Sheena memberikan kuluman mautnya, bel kamar berbunyi, pelayan hotel telah tiba membawa menu makan siang yang kami pesan tadi. Pembaca sekalian, selesai makan siang kami kembali bercinta dengan panas. Karena cairan beningku sudah keluar banyak, aku jadi makin sulit untuk mencapai puncak. Sampai jam 5 sore, score kami tetap nol-nol. Pembaca dapat menghitung sendiri berapa lama kami bercinta. Dengan berbagai gaya yang dicoba, aku tetap tidak mampu membuat Sheena orgasme. Sebaliknya juga karena tidak mau mengalah, aku juga tidak berhasil dibuat orgasme olehnya. Mengingat kami berdua harus pulang ke rumah jika tidak ingin dicurigai oleh istriku maupun oleh pacarnya, dengan berat hati kami berdua terpaksa berhenti menerima score NOL-NOL. Menjaga agar selingkuh tetap tidak ketahuan sangatlah sukar, kesalahan kecil saja sudah cukup untuk membuat masalah. Pada akhirnya aku dan istriku kini telah separated dan saat ini menunggu proses divorce. Pembaca sekalian, kiranya demikian dulu ceritaku ini, akan aku lanjutkan lagi, karena tentunya pembaca mungkin ingin tahu siapa pemenang diantara kami. Bagi pembaca wanita yang ingin diskusi, bagi cerita pengalaman, atau kenalan, jangan ragu kirim email ke email saya. Sejak krismon yang lalu, saya tinggal di Australia, namun masih suka datang ke Bali dan Jakarta.



----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh

1241

21Tahun.Sextgem.Com