Si Penakluk Wanita
"Jadilah diri sendiri, sudah hilang masa dimana
manusia hidup dalam ketakutan akan pandangan orang lain. Bagiku orang
seperti itu adalah kera, sedang aku sudah berevolusi menjadi manusia
yang sebenarnya. Tidak ada manusia yang selalu benar di muka bumi ini,
maka kenapa takut berbuat salah. Yang penting memang itulah aku apa
adanya."
Itu mottoku selama ini. Tak ada yang salah dengan motto itu, karena
aku dapat apa yang aku ingin dan aku bahagia. Jika ada yang tidak suka,
tuntut saja aku! Aku tidak takut! Bakat..! Aku yakin semua orang
memilikinya. Hanya saja ada mereka yang tidak mengetahui atau
lingkungan tidak menerima bakat itu sehingga kini mereka harus
menjalani hidup yang membosankan. Hari demi hari dilalui begitu saja
tanpa peningkatan dan kegembiraan saat mereka menjalaninya.
Sedangkan mereka yang lain lebih beruntung, karena kemampuan
terbaik mereka tersalurkan. Ronaldo dengan sepakbolanya, Michael Jordan
dengan basketnya, Jendral Arthur dengan taktik perangnya, Bon Jovi
dengan suaranya, Leonardo Da Vinci dengan lukisannya, Einstien dengan
penelitiannya, Al Capone dengan perampokan bank dan gank mafianya, Jack
De Riper dengan pembunuhan berantainya, Hitler dengan NAZI-nya, Madam
Omiko dengan rumah bordilnya, bahkan Dorce mampu mengasuh 1500 anak
yatim piatu setelah menjadi wanita, serta masih banyak lagi nama-nama
yang menjalani hidup bahagia sesuai dengan kata hatinya.
Resiko dalam hidup adalah hal yang pasti, jika kita memilih jadi
pengecut maka jadilah pengecut sampai kita mati. Aku sempat merasakan
hal itu, sampai mataku terbuka dan kini aku hidup bahagia dari hari ke
hari.
Tiap orang dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangan. Tulisan ini
akan menceritakan 26 tahun kisah hidupku yang membuatku sadar bahwa aku
harus menjadi diriku sendiri dan mengembangkan bakatku yang dilahirkan
sebagai penakluk kemaluan wanita sejati.
Aku anak satu-satunya, di tengah keluarga berada. Ayahku seorang
pengusaha dan ibuku manager sebuah perusahaan. Sampai SMP kelas 3 semua
yang aku alami biasa saja. Ya, makan, minum, belajar, bimbel, les
musik, dan rekreasi bersama keluarga tiap liburan, hal-hal yang
sebenarnya membosankan. Tapi waktu itu aku tidak menyadari bahwa itu
membosankan karena aku tidak berpikir sejauh itu.
Semua itu berubah ketika aku sakit di sekolah dan pulang lebih
dulu. Sampai di rumah kulihat di garasi ada mobil ibuku, ternyata dia
sudah pulang. Aku ingin segera menemuinya untuk melaporkan sakitku.
Tapi ketika aku akan mencapai pintu kamarnya yang sedikit terbuka aku
dengar erangan ibuku merintih kesakitan. Kulihat dari sela pintu yang
terbuka seorang lelaki berada di atas ibuku. Dia memaju-mundurkan
pantatnya. Aku segera bersembunyi takut ketahuan. Oh Tuhan! Itu adik
ayahku. Dia dan ibuku sedang bersetubuh. Dorongan yang ada dalam hati
adalah melihat persetubuhan mereka.
Aku menahan keinginan untuk mengintip, tapi dorongan untuk kembali
melihat lebih besar. Akhirnya kuintip mereka dari sela-sela pintu.
Sebenarnya tidak ada yang bisa dilihat. Yang kulihat hanya mata ibuku
terpejam dan digelengkan ke kiri dan kanan, serta pantat om-ku yang
naik-turun, itu saja. Sampai suatu ketika om-ku berteriak keras dan
menekan pantatnya lama ke bawah.
Lalu dia merebahkan badannya di atas ibuku dan mencium bibir ibuku
dengan batang kemaluan masih di dalam kemaluan ibuku. Tak lama lalu
ibuku memegang batang kemaluan om-ku dan mencabut dari lubang
kemaluannya. Setelah itu dia merebahkan lagi badannya. Om-ku pun
berbaring di samping ibuku dan kembali mencium bibir ibuku. Saat itulah
bisa kulihat dengan jelas batang kemaluan om-ku yang masih tegak
berdiri, dan lubang kemaluan ibuku yang mengeluarkan cairan di
sela-sela bibirnya. Warnanya merah dan masih tebuka. Itu pertama kali
aku melihat kemaluan seorang wanita. Indah sekali..!
Sebelum mereka bangun aku sembunyi lagi, secara perlahan-lahan
meninggalkan tempat itu dan pergi dari rumah. Aku tak mau mereka
memergokiku. Aku baru kembali tepat saat jam anak-anak sekolah pulang
ke rumah.
Kejadian itu selalu terbayang dalam benakku. Dorongan di hati untuk
mempraktekkan apa yang kulihat selalu tumbuh. Tapi aku tidak berani
melakukannya, selain itu mau sama siapa. Mau sama pelacur? dimana dan
kapan waktunya? Aku juga malu mendatangi tempat seperti itu. Aku sadar
aku masih anak-anak. Mau melakukan sama teman sekolah? Waduh kalau
ketahuan sama keluarga besar dan teman-teman sekolah aku jadi lebih
malu lagi. Rasa malulah yang membatasi terpenuhinya keinginanku
bersetubuh dengan wanita.
Akhirnya aku tahan terus perasaan itu sampai pada suatu saat
saudara sepupuku yang berusia sama dengan diriku akan melanjutkan
SMA-nya di kotaku. Namanya Rosa, waktu itu kami berdua sudah lulus SMP.
Dia anak tanteku dari Malang, dan akan tinggal bersama kami selama SMA.
Dia SMA di sini agar bisa ikut bimbel dan lebih mudah masuk ke Unpad.
Wajahnya cantik dan tubuhnya langsing sama seperti semua wanita dalam
keluarga ibuku.
Tiap melihat wajahnya aku selalu teringat adegan pesetubuhan ibuku
dan ingin sekali memasukkan batang kemaluanku ke dalam lubang kemaluan
adik sepupuku itu. Aku sering membayangkan wajahnya berkeringat dan
merintih-rintih kenikmatan saat berada di atasku sambil pantatnya
naik-turun di atas batang kemaluanku. Hal ini tidak pernah aku katakan
padanya karena aku takut dia akan marah, dan melaporkanku ke keluarga
besar. Tentu saja aku akan malu setengah mati.
Aku tetap saja hidup dalam rasa takut untuk memenuhi keinginanku,
hal itu sangat menyiksaku. Hingga pada suatu sore saat aku dan sepupuku
belajar bersama di kamarku. Kami baru saja mandi dan sama-sama memakai
piyama. Perbedaan piyama kami adalah celanaku panjang sedangkan dia
pendek. Ketika kami mulai belajar, tiba-tiba dia berkata,
"Wa, kamu katanya pacaran ya? Kok enggak dikenalin?" candanya sesaat setelah kami mulai membuka buku.
"Yee.. Isu tuh?" jawabku.
Aku bilang itu karena aku memang belum punya pacar.
"Gimana mau punya pacar. Bokap nyokap aja udah wanti-wanti untuk
nggak pacaran sampai aku lulus SMA," tambahku sambil terus belajar.
"Alaahh..! Kamu kan pacaran sama Yenni," candanya lagi.
Yeni adalah cewek terjelek di kelasku. Badannya gemuk, hitam, dan
giginya tonggos. Tapi walaupun begitu gayanya tetap sok gaul. Rambut di
bikin punk dan ngomongnya dimesra-mesrain. Wiihh..! Siapa yang bakal
mau sama dia.
"Enaakk aja lo!" jawabku dengan tawa berderai.
Dia pun ikut tertawa.
"Alah ngaku aja Wa, jangan malu!" katanya tetap menggodaku sambil tertawa terbahak-bahak.
"Lu tega amat sih? Suer kagak. Busyeett deh! Kayak nggak ada cewek lain aja."
Mungkin dia lagi ingin becanda, dia tetap menggodaku pacaran dengan
Yeni. Aku pun tetap saja mengelaknya. Sampai akhirnya dia bilang,
"Atau kamu pacaran sama Reka?" tawanya berderai saat bilang Reka.
Reka sama parahnya dengan Yeni.
"Eh Sa..! Kamu kalau godain lagi dicium nih!" kataku sambil menunjukkan mimik serius.
"Siapa yang takut..! Weekkss," katanya sambil menjulurkan lidahnya.
Langsung kucium pipinya sekilas dan aku kembali lagi ke tempatku.
Oh Tuhan apa yang aku lakukan! Bagaimana kalau dia melaporkan ke
orangtuanya. Aku terdiam, dia pun terdiam sambil mata kami saling
bertatapan. Kami terus diam sampai sekitar semenit.
Tiba-tiba dia bilang, "Cantik mana Wa, Reka atau Yeni?
Hihihihihiihi..!" dia berkata sambil terkekeh-kekeh. Ternyata dia
menggodaku lagi. Aku langsung meloncat ke arahnya. Aku gelitik
pinggangnya dan kami berguling-guling di atas tempat tidurku. Aku terus
menggelitiknya, dia pun menggeliat-geliat menahan gelinya. Kami terus
tertawa terbahak-bahak sampai tiba-tiba kami terdiam dengan nafas
terengah-engah. Ketika kami sadari, badanku ternyata sedang menindih
badannya. Pahanya terbuka dan pinggulku berada di antara
selangkangannya. Tangan kananku masih memegang pinggangnya, sedang
tangan kiriku bertumpu pada kasur. Kami terdiam ketika menyadari posisi
kami. Nafas dia yang lembut terasa di wajahku.
Kuberanikan diri memajukan wajahku dan kukecup sekali. Kulihat dia
memejamkan matanya. Lalu kucium lagi kali ini disertai dengan lumatan
pada bibirnya. Dia awalnya diam saja, tak lama dia membalas lumatan
bibirku. Kami berpagutan cukup lama. Rasanya nikmat sekali. Kucoba
menurunkan tangan kananku untuk meraba susunya. Terasa kenyal di
telapak tangan. Kuremas-remas dan kuputar. Dia mendesah sambil terus
mencium bibirku. Lalu tangannya dilingkarkan ke leherku. Sambil masih
terus berciuman tangan kananku kuturunkan lagi untuk membuka ikat
celana piyamaku. Celana piyamaku turun sampai sepaha. Tentu saja mudah
melakukannya, tapi untuk melepaskan celana dalam, aku tak mau karena
berarti aku harus melepaskan posisi kami sekarang. Rasanya terlalu
indah untuk dihentikan. Akhirnya kukeluarkan kemaluanku melalui bagian
pinggir celana dalamku. Kutarik-tarik sedikit agar lebih longgar.
Kami terus berpagutan, bibir kami tetap saling melumat. Tangan
kananku kuusapkan ke pahanya, kunaikkan celana piyamanya ke atas, terus
ke atas hingga kurasan tanganku menyentuh gundukan di antara
selangkangannya. Oh Tuhan! Itu pasti kemaluannya. Terasa tebal dan
basah. Dia melenguh lagi. Lalu kusingkapkan sisi celana dalamnya.
Kutarik paksa ke sisi yang lain, hal ini agar bibir kemaluannya terbuka
dan tidak terhalang. Setelah pasti tidak akan terhalang lagi dengan
celana dalamnya, aku memegang pangkal batang kemaluanku. Kudekatkan
batang kemaluanku ke arah lubang kemaluannya. Saat melakukan itu semua
kami masih berciuman.
Kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke bibir kemaluannya. Rasanya
nikmat sekali. Badan Rosa agak naik ketika aku melakukannya. Saat itu
kami masih terus berciuman. Ciuman kami makin ganas. Lidah kami saling
bertemu. Karena tidak tahan untuk bersetubuh, kuletakkan kepala
kemaluanku di tengah bibir kemaluannya. Kutekan sedikit pantatku ke
depan. Merasa batang kemaluanku akan masuk ke lubang kemaluannya, Rosa
berkata pelan seperti berguman, "Wa..! Jangan Wa..!" katanya sangat
pelan sambil terus berciuman. Sepertinya dia tidak sungguh-sungguh
menyuruhku berhenti.
Aku pura-pura tak mendengarnya. Kutekan pantatku ke depan. Susah
sekali memasukkan batang kemaluan ini, kugeser letak kemaluanku agak ke
bawah bibir kemaluannya. Pelan-pelan kutekan lagi pantatku, kali ini
tiba-tiba terasa ada sesuatu yang mengulum kepala kemaluanku. Oh Tuhan!
Rasanya luar biasa nikmat. Batang kemaluanku seperti diremas-remas.
Dada Rosa terangkat ke atas dan kepalanya didongakkan ke atas. Hal ini
membuat kami berhenti berciuman. Maka kuarahkan bibirku pada lehernya.
Kucium lehernya yang putih dan harum.
Kutekan lagi pantatku, perlahan-lahan batang kemaluanku masuk
semuanya. Aku hanya bisa memejamkan mataku menahan pijatan rongga
kemaluan Rosa di seluruh batang kemaluanku. Lalu kumaju-mundurkan
pantatku berulang-ulang. Batang kemaluanku keluar-masuk melewati bibir
kemaluan Rosa. Kuperhatikan reaksi yang dilakukan Rosa dan Ibuku agak
berbeda. Rosa hanya mendongakkan kepalanya dan menggigit bibirnya
sendiri dengan mata terpejam. Sedangkan Ibuku menggeleng-gelengkan
kepalanya kiri kanan, dengan pantat ikut naik turun dan mulut yang tak
henti merintih.
Setelah sekian menit, tiba-tiba Rosa mencengkeram bahuku dan badannya
terhentak-hentak ke depan, sedangkan perutnya tertarik ke dalam.
Rupanya dia mencapai orgasme. Terasa jepitan di dalam lubang
kemaluannya. Rongga kemaluannya terasa menggigit lembut batang
kemaluanku. Aku pun mempercepat kocokanku. Ouughh! Nikmat terasa di
seluruh syarafku. Tak lama, kenikmatan yang kurasa dari tadi menjadi
berlipat-lipat. Seiring gesekan batang kemaluanku dengan lubang
kemaluannya, kurasa seperti ada sesuatu yang tersumbat dalam batang
kemaluanku yang ingin keluar.
"Ouughh!" kataku ketika aku mencapai orgasme. Aku muntahkan
spermaku dalam rongga lubang kemaluannya. Badanku mengejang dan
terhentak-hentak. Rasanya seluruh batang kemaluanku seperti
disedot-sedot. Badanku terasa lemas dan aku lalu terkulai menindih
badan Rosa. Karena merasa keberatan, lalu Rosa mendorong bahu kananku
sehingga kini kami saling berhadapan dengan posisi menyamping. Batang
kemaluanku masih berada dalam lubang kemaluannya. Masih terasa
kedut-kedut dan remasan yang membuat batang kemaluanku tetap tegang.
Dalam posisi ini kami lalu berciuman dan berpagutan.
Setelah sekian lama berpagutan dengan batang kemaluan masih berada
di dalam, lalu Rosa memegang batang kemaluanku dan mencabutnya keluar
dari lubang kemaluannya. "Wa..! Kita buka baju aja yuk..!" katanya.
Demi hujan badai, aku terkejut. Ternyata wanita jika sudah terangsang
jadi lebih berani. Mereka tidak malu lagi untuk memulai. Aku
mengangguk. Dia lalu mencium bibirku, dan sambil berciuman kami membuka
pakaian pasangannya masing-masing. Setelah itu kami melakukan seks
sekali lagi dan kali ini terasa lebih nikmat karena kami sudah
bertelanjang bulat. Gesekan antara kulit kami dan gigitan pada puting
baik yang saya lakukan maupun yang dia lakukan menghasilkan kenikmatan
yang luar biasa.
Kami selesai melakukan seks untuk yang kedua kali, tepat saat
terdengar teriakan ayahku dari lantai bawah yang menyuruh kami untuk
turun makan malam. Pada waktu itu aku sedang membasuh lubang
kemaluannya di kamar mandiku. Dia duduk di dudukan closet, badan di
senderkan ke belakang dan kakinya di kakangkan. Terlihat gundukan
lubang kemaluannya dikelilingi bulu-bulu tipis. Lubang kemaluannya
sangat tebal dan bibir kemaluannya masih terbuka. Permukaan rongga
lubang kemaluannya masih berdenyut-denyut. Indah sekali. Lalu
kusiramkan air ke atasnya.
"Hii dingin Wa..!" katanya sambil merapatkan tangannya di dada.
Lalu kuambil sabun dan kugosok perlahan bibir lubang kemaluannya.
Ketika tanganku menyentuh bibir lubang kemaluannya kulihat dia
memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Sangat sensual! Melihat itu
batang kemaluanku menjadi tegang lagi, saat itulah kudengar teriakan
dari ayahku. Lalu buru-buru kubilas lubang kemaluannya. Dia membantu
menghapus sabun pada lubang kemaluannya.
"Wa..!! Kamu juga pengen lagi ya?" katanya saat sadar bahwa batang kemaluanku sedang tegang.
"Juga? Berarti kamu juga pengen dong?" aku tersenyum mendengar sepupuku keceplosan.
"Hihihihihi, iya ih Wa. Pengen lagi," katanya sambil tersipu.
"Entar aja deh," kataku.
Aku tidak ingin terlambat makan malam.
Lalu aku membersihkan batang kemaluanku. Dia membantu membersihkan.
Gosokan tangannya sama persis seperti saat aku onani. Walah! Jadi
pengen lagi. Bisa tidak ikut makan malam nih, nanti mereka curiga lagi.
Kalau sampai ketahuan berabe. Malunya itu loh! Masih kecil sudah
gituan, sama saudara lagi. "Udah ah, udah bersih nih," kataku
menjauhkan tangannya. Lalu kami pun mengambil piyama yang baru, dan
memakainya.
"Wa, entar lagi ya!" katanya saat kami menuruni tangga.
"Huss, jangan kenceng-kenceng," kataku sambil berusaha tidak mengingat-ingat persetubuhan kami.
Aku takut batang kemaluanku besar lagi.
Makan malam waktu itu terasa lama sekali. Aku ingin cepat-cepat
selesai. Tapi sudah tradisi di keluarga kami, makan malam pasti diisi
dengan obrolan. Karena saat itulah seluruh anggota keluarga bisa
berkumpul. Setelah beberapa lama, tiba-tiba saudara sepupuku berbicara,
"Ayo Wa! Yang tadi belum selesai..!" katanya sambil tersenyum ke arahku.
Aku tentu saja membelalakkan mataku menyuruh dia diam.
"Wah, kalian rajin belajar ya!" kata ayahku mendengar ucapan Rosa.
"Pelajaran apa sih?" sambung ibuku.
Aku melihat ke arah Rosa, aku takut dia akan menceritakan persetubuhan kami.
"Pelajaran baru Tante, dia ini jagonya," jawab Rosa menunjuk ke arahku.
Walaahh! Mampus gua! Bokap nyokap curiga tidak ya? Aku benar-benar
tegang takut mereka curiga. "Oh ya! Kok bisa sih? Padahal kamu kan bego
banget," canda ibuku melihat ke arahku. Tentu saja dia becanda, karena
aku memang tidak "bego". Aku coba tersenyum, padahal di dalam hatiku
berdebar-debar takut salah jawab.
"Siapa dulu dong Ibunya..!" kataku senang menemukan jawaban yang cocok.
Berderai tawa orangtuaku, aku yakin tidak ada dari mereka yang mengerti maksud sebenarnya dari kata-kataku.
"Sudah kalian belajar lagi aja. Lagian ini Papa minta dikerokin,
katanya masuk angin," kata ibuku sambil berdiri dan melap bibirnya
dengan serbet.
"Alaahh pake bilang dikerokin segala," kataku dalam hati.
Aku merasa sebenarnya mereka akan bersetubuh. Aku lalu berdiri dan melangkah menuju tangga.
Rosa yang masih duduk sempat-sempatnya bicara, "Wa lanjutin yang
tadi Wa! Belajar sama elo emang enak Wa, nggak ada bosen-bosennya."
Gila ini anak, kalau mereka tahu bagaimana. Buru-buru kutarik tangannya
dan kami berlari menuju kamarku. Sesampainya di kamar, kami segera
mengunci pintu dan melakukannya sekali lagi. Kami hanya bisa melakukan
sekali, karena ketika aku minta tambah, dia tidak mau. Dia bilang
lubang kemaluannya terasa ngilu.
Setelah kejadian itu, sampai kini, kami jadi sering melakukannya,
tiap belajar bersama (karena itulah kami rajin belajar), kami melakukan
seks sedikitnya sekali. Kami juga sering mandi bersama. Saling
menggosok kemaluan lalu dilanjutkan dengan main seks. Kami juga mencoba
berbagai macam gaya. Aku membeli sebuah buku seks yang berisi gaya-gaya
main seks, lalu kami mempraktekannya bersama.
Dengan Rosalah pengetahuanku tentang seks bertambah pesat.
Bagian-bagian yang disuka oleh wanita, bagaimana mengatur nafas, dan
hal-hal lain. Aku juga diberitahu kalau rata-rata wanita susah
terangsang, ada malah yang tidak merasakan apa-apa padahal sebuah
batang kemaluan sedang maju-mundur mengisi lubang kemaluannya. Tentu
tidak semua wanita mau disetubuhi seperti itu. Susah untuk membuat
seorang wanita mau begitu saja menyerahkan lubang kemaluannya. Kata
Rosa itu semua tergantung bagaimana keahlian pria membawa sang wanita.
Tiap wanita keinginannya berbeda, sang pria harus bisa melihatnya.
Kalau hati sang wanita sudah kena, mau disetubuhi tiap hari juga enggak
apa-apa. Mereka malah senang lubang kemaluannya dipermainkan oleh pria
itu.
Tidak semua pria diberi kemampuan seperti itu. Ada pria yang sudah
sangat beruntung jika ada seorang wanita yang mau dengan dia. Itu juga
mungkin karena wanitanya sangat jelek atau perawan tua. "Perlu bakat
Wa, untuk bisa mengentot banyak wanita," kata Rosa. Rosa memang
bicaranya vulgar dan ceplas-ceplos. Aku sendiri lebih memilih kata
menyetubuhi dibanding "ngentot".
"Percaya nggak Wa. Menurutku kamu punya bakat jadi tukang entot lo
Wa," katanya sambil tertawa terbahak-bahak. Aku tentu saja tertawa
mendengar perkataannya. Saat itu aku tidak percaya kalau aku memang
berbakat. Aku merasa hanya sedang beruntung bisa melakukannya dengan
saudara sepupuku itu. Aku juga tetap hanya merasa beruntung ketika
batang kemaluanku dikulum oleh teman sekelasku. Tapi ketika aku bisa
menyelipkan batang kemaluanku di lubang kemaluan tanteku, guru SMA-ku,
guru les privatku, Rani (saudara sepupuku satu lagi), dan Tuti (wanita
yang kukenal di pesawat). Aku mulai percaya aku memang ditakdirkan
sebagai "tukang entot". Itu semua kulakukan selama aku masih di SMA.
Tidak ada di antara mereka yang kupaksa atau di bawah pengaruh minuman
keras. Semua memberikan lubang-lubang kemaluannya untuk meremas batang
kemaluanku dengan sukarela.
Jangan kira mudah bagiku untuk menerima kelebihanku ini. Ada
norma-norma di masyarakat yang membuatku takut jika perbuatanku nanti
terbongkar oleh orang lain. Setiap kondisi ini datang aku selalu
terbayang akan makian dan cemoohan orang lain, tapi aku tak bisa
menolaknya, aku pasti meladeni mereka semua. Lama aku hidup dalam
ketakutan yang sangat menyiksa itu.
Kembali Rosa jugalah yang berjasa dalam hidupku. Dia bilang rasa
takut berlebihanlah yang membuat orang tidak bisa maju. Semua orang
terkenal yang ada pasti memiliki rasa takut. Tapi mereka bisa
mengatasinya. Jika memang dirimu seperti itu mengapa harus merubahnya
menjadi orang lain. Merubah diri menjadi orang yang disukai oleh
mereka, padahal orang itu bukan kamu yang sebenarnya.
Kini setelah 10 tahun sejak aku pertama kali mengenal lubang
kemaluan. Sudah puluhan wanita yang merasakan desakan batang kemaluanku
dalam rongga lubang kemaluannya. Tidak semua wanita yang kukenal mau
bermain seks denganku. Ada yang menolak, ada yang setelah beberapa
tahun baru bersedia, ada yang beberapa bulan, dan ada juga yang baru
seminggu sudah mau.
Dan saat ini aku sangat bahagia mendapati diriku seperti itu,
menyetubuhi banyak wanita, merasakan remasan alat kemaluan mereka dan
menumpahkan spermaku di dalam rahim yang berbeda-beda. Kurasa itulah
intinya, "BAHAGIA!" Peduli dengan orang lain. Kalau mereka tidak suka,
mereka bisa menuntut kita.
Tulisan ini tidak bermaksud membuat pembaca menjadi seperti aku
karena seperti yang kubilang aku percaya bakat tiap orang berbeda-beda.
Kembangkan saja bakat pembaca walaupun seluruh dunia mencacinya.
Percayalah jika kita mengikuti kata hati, merencanakan dengan matang
dan sedikit keberuntungan, kita akan bisa hidup bahagia. Begitu saja
surat dariku. Salam hangat dariku untuk pembaca semua!
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
1577