Cemburu Membawa Sensasi
Namaku Ryan. Usiaku 28 tahun. Aku akan
menceritakan tentang kisah kehidupanku yang kemudian mengubah pola
pikirku dalam memahami cinta dan nafsu.
Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu saat aku mempunyai
seorang pacar yang sedang mengerjakan skripsi guna menyelesaikan studi
S1-nya. Sebagai seorang pacar aku selalu mencoba menemaninya
mengerjakan skripsi namun di sisi lain sebagai seorang karyawan aku pun
harus mengutamakan pekerjaanku. Kisah ini terjadi pada 28 Juli 2004 di
suatu senja di kota K.
*****
"Hallo Ryan.. 'Met sore" Risa pacarku meneleponku.
O ya, sebagai gambaran, aku mempunyai pacar yang sangat cantik,
wajahnya hampir mirip artis yang sering tampil di layar televisi,
bodynya sexy, montok, serta ukuran BH-nya 36 B.
"Hallo juga Risa, lagi dimana nih?"
"Aku di rumah, eh kamu ada acara nggak?"
"kalau ya kenapa dan kalau nggak kenapa"
"Eku mau minta tolong dong, ortuku kan lagi pergi ke Jakarta. Di
rumah aku sendirian, aku mau garap skripsi. Mau nggak nemenin aku?"
"Kapan?"
"Setahun lagi.. Gimana sih ya sore ini dong"
"Yah kalau sore ini aku nggak bisa, aku udah janjian ama temen bisnisku untuk merancang pembuatan proposal proyek"
"Ya udah kalau nggak bisa aku minta temenin temen kampusku aja biar sekalian busa diskusi"
Aku kemudian bergegas untuk pergi dengan teman bisnisku, sebenarnya
ingin sekali aku menemani Risa, namun apa boleh buat karena aku
berpikir bisnis ini kan juga untuk masa depan kami berdua, jadi nggak
mungkin aku batalkan. Sementara Risa kemudian mengajak temennya Rico
yang memang sudah kukenal untuk menemaninya mengerjakan skripsi. Rico
ini adalah sahabat Risa, teman sekampusnya. Kalau kulihat dari tatapan
matanya aku tahu betul kalau Rico itu naksir kepada Risa, apalagi
memang Risa orangnya sangat friendly dan cantik lagi sehingga siapapun
lelaki pasti tak akan menolaknya ketika diajak menemani.
Acara dengan rekan bisnisku ternyata tidak berlangsung lama, karena
ternyata ia ada saudaranya yang meninggal sehingga harus segera pergi.
Di satu sisi aku girang juga karena aku segera dapat menemani kekasihku
Risa. Segera kupacu mobilku menuju ke rumahnya. Sengaja aku tidak
meneleponnya karena aku akan memberi kejutan kalau aku bisa
menemaninya. Terbayang wajahnya yang cantik, aku ingin memeluknya dan
segera berduaan dengannya. Tiba-tiba di tengah jalan aku teringat kalau
ia tadi sudah menelepon temannya Rico. Entah mengapa tiba tiba aku jadi
cemburu membayangkan mereka lagi berduaan dan bercanda ria. Padahal aku
biasanya tidak merasakan ini karena aku paham betul siapa Rico.
Pukul 20.00 tepat sampailah aku di rumah Risa. Sayup-sayup kudengar
orang tertawa-tawa dari dalam, sepertinya mereka tidak menyadari ada
orang yang datang. Kuurungkan niatku untuk menekan bel, aku ingin tahu
apa yang sedang mereka lakukan, sehingga aku mencoba mengintip dari
jendela kaca. Kulihat mereka lagi bercanda, apalagi Rico orangnya
memang pintar melawak. Ada perasaan cemburu dalam dadaku melihat
keasyikan mereka berdua. Sesekali kulihat Risa mencubit Rico karena
saking gemasnya. Aku betul-betul tak tahan melihatnya. Langsung kubuka
pintu depan rumahnya, hingga membuat mereka terkejut.
"E Ryan.." Serempak mereka mengucapkan itu melihat kedatanganku.
"Katanya garap skripsi kok malah asyik berduaan gitu?" bentakku ke Risa, karena cemburukku yang tidak terkontrol.
"Iya.. Kita kan lagi istirahat dulu" jawab Risa sambil tergagap.
Kulihat Rico hanya diam saja mematung. Nampaknya ia tidak mau terlalu
ikut campur karena "internal" kami.
"Kok nggak ada buku-bukunya?" tanyaku dengan kesal.
Tanpa menunggu jawaban kemudian aku keluar sembari membanting pintu
menuju mobilku yang kuparkir di halaman. Aku sendiri tidak paham kenapa
aku bisa secemburu ini padahal aku juga sudah kenal baik dengan Rico
dan aku pun paham meski pun kadang Risa agak sedikit genit namun dia
tidak mungkin melakukan hal yanhg aneh-aneh dan melebihi batas.
Aku masuk ke mobilku dan kustarter mobilku, tiba-tiba Risa keluar dari rumah dan berteriak-teriak memanggil namaku.
"Ryan.. Ryan.." Ia langsung masuk ke mobillku.
"Kamu kenapa sih Ryan kok nggak biasanya kamu begitu?"
"Gak usah banyak tanya, kan udah jelas kamu ini nggak tahu diri,
aku lagi susah-susah untuk berusaha mengerjakan bisnis untuk masa depan
kita berdua tapi kamu malah enak-enakan, bermesra-mesraan dengan Rico"
"Kamu jangan salah paham Ryan.. Kok tega kamu menganggap aku
serendah itu, aku kan hanya minta tolong sama rico apalagi dia yang
lebih paham masalah skripsi ini.. Kamu jahat Ryan" Risa mencoba
menjelaskan sambil menangis.
Melihatnya menangis aku menjadi iba, teringat aku akan kebaikannya, lucunya, keceriannya, bibir seksinya.
Sejenak aku diam, kemudian kurengkuh badannya dalam pelukanku.
"Tapi kamu nggak selingkuh kan sayang?"
Risa menggeleng, kuseka air matanya, kuelus pipinya kemudian kukecup bibirnya. Ia membalas, lidah kami saling bertautan.
"Uhh.., ogh.." ia melenguh ketika sambil kucium bibirnya tangan bergerilya ke payudaranya.
"Uhh Ryan.. Aku sayang kamu" ciuman lidahnya makin panas dalam
mulutku, sementara tanganku terus bergerilya pada dua buah dadanya yang
montok.
Aku tahu betul kalau Risa ini paling tidak tahan ketika dadanya di
sentuh, apalagi kalau putingnya di pegang pasti langsung mengeras
bagaikan tersengan listrik 3000 volt.
"Ahh.. Uh.. Ryan.. Aku nggak tahan, kita lanjutin di kamar yuk.. Gak enak kalau kelihatan orang"
Wajah Risa memerah, nampak sekali kalau ia menahan gairah yang luar
biasa. Tanpa banyak bicara langsung kupapah Risa sambil terus
berangkulan menuju kamarnya. Kulihat di ruang tengah Rico tak ada,
mungkin ia sedang di belakang. Tapi kami tak ambil pusing, langsung
kubawa Risa ke kamarnya. Tanpa sempat menutup pintu sehingga agak
terbuka sedikit. Kurebahkan tubuh Risa di kasur, kuciumi bibirnya,
pipinya dan tak ingun kulepaskan.
"Ohh.. Ryan.. Uh.. Nikmat sekali" Risa terus menggelinjang ketika kubuka bajunya.
Tersembul di depan mukaku dua buah gunung yang masih terbungkus
kain meski tidak menutupi semuanya. Putih bersih begitu indah dan
menggairahkan. Kuciumi kembali 'buah' yang masih tertutup itu.
"Uh.. Ogh.. Uh.. Ogh.."
Desahan suara Risa semakin menggairahkan aku untuk terus memainkan
payudaranya. Perlahan kubuka kait tali BH nya dari belakang, sedikit
demi sedikit kutarik semua BH nya.
"Oh.."
Lenguhan Risa semakin kencang. Sejenak kupandangi dua buah gunung
yang sudah tak berkain lagi, tampak putingnya yang kecoklatan mengeras
tegak seolah memanggilku untuk segera menjilatnya
"Kok dipandangi aja sih.. Cium dong".
Risa memintaku seakan tak sabar untuk segera memintaku melumat
habis putingnya. Kudekatkan perlahan kepalaku di dadanya. Kujilat-jilat
kulit di sekitar putingnya sembari menggodanya untuk memberikan sensasi
yang luar biasa.
"Oh.. Oh, ogh," Risa merintih ketika lidahku tepat berada di putingnya. Kubasahi putingnya dengan ludahku.
"Aughh.. Ohh.. Ogh.." Rintihan dan lenguhannya makin keras saat kutarik putingnya dengan mulutku..
"Ohh.. Ambil semua Ryan.. Ambil semua.. Aku milikmu Ryan" napas
risa semakin tak beraturan menggelinjang ke kanan ke kiri bagai cacing
kepanasan.
Sementara itu akibat kelalaian kami tak menutup pintu, sepasang
mata terus mengamati aktivitas yang aku dan Risa lakukan. Di luar
sepengetahuanku, Rico ternyata mengintip perbuatan kami. Memang bukan
sepenuhnya dia yang salah tapi juga karena keteledoran kami yang karena
terlalu asyik tidak sempat menutup pintu.
Aku terus mencumbu Risa, kujilat perutnya dan terus kebawah. Pelan
namun pasti kubuka celana jeans Risa, tangannya secara refleks juga
ikut membantu menurunkan celananya. Terlepaslah celana jeans biru Risa,
kini yang tertinggal hanyalah celana dalam warna pink yang di dalamnya
tampak gundukan hitam yang ditumbuhi rambut ynag cukup lebat.
"Oh.. Rico.." Teriak tertahan Risa yang makin terangsang, sambil menggigit bibir menahan gelora nafsu yang kian panas.
"CD-mu lepas sekalian yah?"
"Ehm.." Ungkap Risa sembari menggangguk, seakan tak mampu lagi untuk mengeluarkan kata-kata.
Kini Risa telah telanjang bulat di depanku, bodynya betul-betul
menggairahkan membuat 'adik' kecilku yang masih tersimpan di celana
berontak meminta untuk keluar ikut bergabung.
"Kamu lepasin juga dong pakaianmu.. Kan nggak adil kamu masih lengkap aku dah telanjang bulat gini"
Tanpa banyak bicara kulepaskan seluruh pakaianku, hingga keluarlah
senjataku yang telah berdiri tegak dan bersiap menjemput mangsanya.
Kutundukkan kepalaku untuk menciumi gundukan bukit kecil Risa yang
ditumbuhi hutan hitam yang lebat.
"Ohh.. Uhh.. Ugh" teriakan Risa makin tak beraturan, apalagi saat
kutemukan benda kecil bagai kacang berwarna merah dan basah. Sejenak
kupandangi kemudian kembali kusapu dengan lidahku meminum sari-sari
kacang itu dengan nikmatnya.
"Ah.. Ryan.. Kamu pintar sekali, terusin Ryan.. Terusin" sambil
menggelinjang tangan Risa mencari-cari sesuatu. Ups.. Akhirnya ia
dapatkan juga tongkatku yang sudah tegak.
"Oh.. Oh.." aku pun mendesah geli ketika tongkatku dipegang tangan halusnya, perlahan tongkatku dikocoknya.
"Uh.. Uh.." Aku semakin tak tahan merasakan sensasi yang begitu nikmat.
Tiba-tiba Risa bergerak memutar tubuhnya hingga mulutnya persis
berada di 'adik' kecilku seolah ia mau berdiskusi lebih jauh dengan
'adik'ku yang gagah. Sedangkan mulutku juga tepat berada di bukit yang
di tengahnya terdapat lorong ditutup kacang. Kami bermain dengan gaya
69.
"Oh.. Uhh.. Ogh.."
"Ah.. Uh.. Slurp.. Slurp.." Bunyi gesekan mulut dan tongkat serta
mulut dan gua makin keras terdengar. Kami asyik dengan mainan kami
masing-masing hingga berlangsung sekitar 20 menit.
"Ryan.. Aku nggak tahan lagi, masukin dong tongkatmu ke guaku"
Rengek Risa sambil terus berdiskusi dengan tongkatku, dijilatnya
tongkatku hingga licin, bahkan sesekali telornya pun ia cicipi juga.
"Ryan.. Please.. Cepetan donk.. Aku nggak tahan lagi.."
"He eh.." Jawabku sambil terus menikmati kacangnya..
Beberapa saat kemudian kuputar badanku pada posisi semula. Risa
mengangkangkan kakinya hingga gundukan bukit itu nampak jelas sekali.
Hutannya yang hitam dan rimbun membuat pemandangan tampak begitu indah,
begitu pula 'kacang basahnya' yang melambai-lambai. Wajahnya yang
merah, bibirnya yang seksi menahan gairah semakin menambah
kecantikannya malam ini.
"Cepetan dong Ryan.." Perlahan namun pasti kugerakkan tongkatku menuju gua yang lebat itu
"Ouhh.." Risa merintih saat kepala tongkatku mulai masuk kemulut gua yang sudah basah dan licin.
"Ah.. Ouh.. Ohh."
"Oh.. Oh.. Uhh.."
Desahannya dan desahanku bersahutan tatkala pelan-pelan batang
tongkatku masuk ke dalam gua. Sejenak tongkat itu kutarik keluar
kemudian kumasukkan lagi dengan sangat perlahan.
"Ahh.. Ouhh.. Nikmat sekali Ryan.. Ohh"
"Aku sayang kamu Risa"
"Aku juga Ryan.. Oh nikmat sekali.. Ohh"
Tongkatku terus bersenam maju mundur di dalam gua Risa. Sementara itu mulutku juga terus bergerilya di gunung kembar Risa.
"Ahh.. Ryan.. Oh.. Terus Ryan.. Dalem lagi.. Ohh" Risa terus
menggelinjang ke sana ke mari, pantatnya juga terus bergoyang bagaikan
Inul di atas panggung.
"Oh.. Oh.. Aku tak tahan lagi Ryan.. Tongkatmu enak sekali, aku hampir sampai.. Terus Ryan lebih keras lagi.. Ohh"
"Ahh.. Uhh.. Uh.. Aku juga hampir keluar sayang, dikeluarkan dimana? Di luar apa di dalam?"
Tiba-tiba ada sesuatu lahar panas yang akan segera muntah dari tongkat kenikmatanku.
"Di dalam aja biar nikmat.. Oh.. Uh.." Cret.. Cret.. Crett.. Keluarlah lahar panas dari tongkatku.
"Ohh.. Aku sampai.." Pada saat yang bersamaan Risa juga sampai pada puncaknya.
"Uhh.. Ogh.."
Lolongan panjang kami mengakhiri pertempuran pertama yang luar
biasa nikmatnya. Perlahan nafas kami teratur kembali seperti turun dari
puncak kenikmatan yang sensasional.
Prakk.. Tiba-tiba terdengar suara vas bunga tersenggol, aku dan
Risa saling berpandangan, terkejut sekaligus sadar kalau Rico masih ada
di ruang tengah.
"Risa.. Rico kan belum pulang?"
"Belum.. Kamu sih terlalu bernafsu.."
"Habis kamu juga sih.. Terlalu menggairahkan he he.."
"Jangan-jangan dia lihat kita?"
"Biarin aja deh, kan malah lebih sensasional"
"Dasar Gabrut kamu.."
"Eh Risa, aku punya ide"
Tiba tiba muncul dalam benakku untuk mengajak Rico ikut serta dalam
permainan kami, seolah aku sudah lupa kalau tadi sempat merasa cemburu
dengan keberadaannya.
"Ide apaan?"
"Gimana kalau Rico kita ajak sekalian main dengan kita"
"Maksudmu?"
"Kita ajak dia untuk bercinta bersama, kan lebih asyiik.. Pasti jauh lebih nikmat"
"Ah gila kamu.. Gak mau emangnya aku cewek apaan.."
"Bukan begitu, pasti lebih sensasional. Percayalah ini tidak akan
mempengaruhi hubungan kita. It's just sex not love. Aku juga tetap
mencintaimu"
Sejenak Risa berpikir, mungkin ia menganggap ideku sangat gila,
tapi entah kenapa tiba-tiba bulunya merinding dan tampak wajahnya
bergairah, mungkin ia membayangkan permainan tersebut. Namun ia juga
tidak mau kalau tampak menggebu menginginkan permainan itu karena
bagaimana pun kami memang saling mencintai.
"Apa kamu serius Ryan?"
"Serius" aku coba meyakinkan Risa.
"Kamu nggak cemburu kalau aku main seks juga dengan Rico?"
"Ya enggaklah kan aku yang minta, asalkan ada aku"
"Kamu nggak ngambek lagi kayak tadi saat liat aku hanya bercanda dengan Rico"
"Enggak.. Percayalah.. Ini mungkin malah akan membuat hubungan kita semakin dewasa"
"Terserah kamulah" Risa akhirnya pasrah, yang penting tak mengubah
apapun pada hubungan kami, karena tiba-tiba ia pun mulai bergairah.
"Ok kalau gitu aku akan bicara ama Rico"
Aku segera turun dari ranjang, kupakai celanaku kemudian aku keluar
dari kamar. Kulihat Rico lagi merokok di ruang tengah, dari wajahnya
nampak ia sangat gelisah melihat permainan tadi, mungkin ia juga sangat
terangsang tapi tak ada pelampiasan. Kaget ia ketika melihatku
melangkah ke arahnya.
"Eh Ryan.."
"Ric.. Sori ya perlakuanku tadi, aku agak emosi karena badanku lagi capek, pikiranku juga stress akibat kerjaan"
"Gak pa-pa kok Ryan.. Aku paham, biasalah dalam setiap berhubungan, cemburu itu kan tanda sayang" ungkapnya sok bijak dan arif.
"Sori juga tadi kamu kami tinggal sendirian di ruang tengah"
"Gak pa-pa kok"
"Tapi tadi kamu lihat kan aku ngapain dengan Risa?"
"Enggak.. Aku nggak.. Tahu.." Katanya agak gugup.
"Gak usah bohong Ric.. Aku nggak pa-pa kok, kita kan udah sama-sama dewasa, malah kalau kamu mau boleh kok kalau kamu ikutan"
"Maksudmu?"
"Iya kalau kamu mau, kamu boleh kok ikutan"
"Ikutan apaan?"
"Ikutan bermain seperti yang kamu lihat tadi"
"Apa aku nggak salah denger?
"Enggak.. Tadi aku juga udah bicarakan ama Risa, Risa juga setuju
kok, itung-itung ini sebagai tanda maaf kami berdua, lagian kamu kan
juga udah lihat semuanya"
Rico tercenung, mungkin ia tak percaya dengan apa yang barusan ia
dengar, ia seolah sedang bermimpi. Tapi aku segera menyadarkannya.
"Yuk kita ke kamar.. Kasihan Risa dah menunggu lama" kutarik tangan Rico untuk ikut ke kamar Risa.
Begitu masuk kamar, nampaklah Risa sedang telentang di tempat tidur
sambil diselimuti sedikit di bagian bawah perutnya. Rico melongo
melihat pemandangan yang luar biasa, paha yang putih mulus, dada yang
indah membusung, pemandangan yang mungkin selama ini hanya ia bayangkan
saat melakukan onani karena aku pun tahu kalau memang sudah sejak lama
ia sangat tertarik dan bernafsu ketika melihat Risa. Namun sejauh ini
ia cukup tahu diri karena Risa sudah ada yang punya. Tapi kini Rico
melihat Risa yang betul-betul dalam posisi menantang, atas ajakanku
sendiri yang merupakan pacarnya Risa.
"Kok diem Ric, kenapa?" Sapa Risa memecahkan kesunyian.
Kulihat sebenarnya Risa agak gugup dipandangi seperti itu. Apalagi
kini di depannya ada dua lelaki yang selama ini memang dekat dengannya
yang satu sahabatnya yang satu adalah pacarnya. Atau mungkin ia juga
membayangkan sebentar lagi kedua orang dekatnya itu akan menjamah
tubuhnya dan memberikan kenikmatan kepadanya. Kulihat pancaran wajahnya
sangat bergairah. Sedangkan aku sendiri juga tidak tahu kenapa, saat
ini sama sekali tidak ada rasa cemburu sedikit pun, malah yang justru
aku sangat terangsang menghadapi permainan yang akan segera kami mulai.
"Yuk Ric kita mulai pestanya" Kuajak Rico segera mendekat ke Risa.
Kulepas semua baju yang ada di tubuhku, juga kuminta hal yang sama
dengan Rico. Kini kami bertiga dalam keadaan yang sama-sama telanjang.
Kulirik tongkat Rico yang sudah tegak, dari sisi ukuran memang tak jauh
beda. Namun masing-masing punya kekhasan tersendiri. Punyanya agak
melengkung sedangkan punyaku menjulang dengan kokohnya.
Aku memulai duluan dengan merundukkan kepalaku pada bagian bawah perut Risa. Hutannya yang lebat kuciumi dengan seksama.
"Ouh.. Ouh.." Risa merintih kenikmatan.
Rico pun tidak mau ketinggalan, ia mengambil bagian pada wajah
Risa. Ia ciumi bibir Risa dengan lembutnya. Bibir sensual yang selama
ini hanya ada dalam bayangannya.
"Ouh.. Ogh.. Uh.." Risa tak tahan menahan sensasi serangan bawah
atas, tubuhnya menggeliat ke sana ke mari, pantatnya bergoyang bagai
tampah yang sedang diputar-putar.
Sambil terus beradu bibir dengan Risa, tangan Rico bergerilya ke dalam payudara Risa yang ranum.
"Ouh.. Ou.." sensasi yang Risa rasakan makin menjadi-jadi.
"Hh.. Uh.." Desah nafas kami makin tak beraturan.
Sambil terus kujilati 'kacang basah' Risa, kulihat Rico mengubah
posisi. Tongkatnya yang melengkung itu ia sodorkan ke mulut Risa. Dan
Risa pun menyambutnya dengan antusias.
"Ouhh.. Ups.." Pelan dan pasti tongkat Rico keluar masuk dari mulut
Risa.. Terkadang Risa melahapnya hingga hampir mengenai telurnya.
"Ohh.." Kudengar erangan Rico menahan kenikmatan dari mulut yang
selama ini ia bayangkan. Sementara aku sendiri juga mengubah posisi,
tongkatku yang sudah tegak kucoba untuk kumasukkan ke dalam tempat
'kacang basah' Risa.
"Aauuww.. Ohh.. Auww" Risa berteriak tertahan menahan kenikmatan
tongkatku, namun tertahan suaranya oleh tongkat Rico yang sedang maju
mundur.
Kulihat wajah pacarku ini benar-benar cantik dan menggairahkan
dengan dua buah tongkat yang sedang memasuki lubang atas dan bawahnya.
Kugerakkan tongkatku maju mundur mengikuti gerakan Rico yang juga maju
mundur dalam mulut Risa.
"Ohh.. Ua.. Uuaoww" berbagai suara-suara tertahan serta desahan nafas memecah kesunyian malam itu.
Setelah berlangsung selama 10 menit, kemudian Rico menoleh ke
arahku, meski ia tak bicara tapi aku mengerti kalau ia minta ijin
kepadaku untuk tukar posisi, karena ia ingin merasakan juga nikmatnya
'kacang basah' Risa. Kami pun bertukar tempat. Tongkat Rico di bawah,
sedangkan tongkatku di mulut Risa.
"Ouhh.. Ohh.." Tongkatku maju mundur dalam mulut Risa, kadang
kepalanya ia jilat, kadang batangnya bahkan kadang seluruhnya ia telan.
"Ouhh enak sekali Ris.. Punya kamu masih seret.. Ohh" Terdengar Rico meracau merasakan nikmatnya gua Risa.
"Ris, kamu makin cantik sekali, dengan wajah penuh permen gitu..
Ohh" matanya melotot kugodain seperti itu, tapi makin tambah nikmat.
"Ohh Ris.. Dada kamu montok sekali.. Ohh"
"Ahh.. Kamu menggairahkan sekali Ris.."
"Auh.. Ohh" sensasi yang kami rasakan makin menjadi.
Mata Risa berkejap-kejap tanda ia sudah mau mencapai orgasme, aku
hapal betul tanda-tanda ini karena aku sering bermain cinta dengan
Risa.
"Ohh.. Ohh.." Di saat yang sama akupun juga merasakan hal serupa,
akhirnya kutumpahkan seluruh lahar panasku kemulutnya. Crutt.. Crutt..
"Ups.. Ohh.."
Mulut Risa belepotan oleh cairan lahar panasku. Sebagian ia telan
karena ia mempercayai akan membuatnya awet muda. Sedangkan Rico masih
terus memompa, tapi kulihat ia pun hampir mengeluarkan lahar panasnya.
"Ohh.. Huu.. Ohhghh.."
Cret.. Cret.. Crret.. Tumpahlah lahar panas Rico yang ia keluarkan
di perut Risa, sengaja ia tidak mau mengeluarkan di dalam karena takut
resiko pada kehamilan Risa, meski sebenarnya Risa sudah meminum obat
anti hamil.
Kami bertiga kemudian tergeletak lemas, namun puas setelah mencapai
puncak bersama-sama. Karena Risa di rumah sendirian, maka semalam kami
terus berpesta. Kadang aku dengan Risa, kadang Rico dengan Risa, kadang
juga bertiga. Tapi yang pasti aku tidak dengan Rico karena aku masih
waras bukan gay. Dan kulihat Risa sangat menyukai permainan ini.
Sejak saat itu hubunganku dengan Risa semakin mesra, tanpa ada rasa
cemburu tapi semakin cinta. Dan rencananya kami juga akan segera
menikah. Sedangkan petualangan kami terus berlanjut yang mungkin di
lain waktu kuceritakan.
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
2665