Rejeki Nomplok
Terus terang aku naksir sama Dwi yang ramah
ini. Walaupun tubuh tante Juliet lebih matang dan menggiurkan, aku tak
mencoba untuk naksir, sebab selain aku menaruh hormat sama dia, juga
seleraku hanya kepada wanita yang lebih muda saja. Jadi, Dwi-lah
sasaranku. Kaki Dwi sungguh indah. Panjang, mulus dan dihiasi bulu-bulu
halus, apalagi pahanya. Aku sangat menikmati kalau ngobrol dengannya di
ruang tengah atau di ruang tamu. Dwi kalau di rumah senang mengenakan
T-shirt ketat dan celana pendek. Ngobrol sambil sesekali mencuri
pandang ke paha mulus berbulu halusnya. Aku nggak tahu apakah Dwi udah
punya pacar atau belum, kawannya banyak. Kenal makin dekat sama Dwi
membuatku semakin bernafsu untuk menggeluti tubuh idealnya. Faktor lain
yang membuatku bernafsu adalah aku yakin Dwi masih perawan.
Terus terang aku bukannya belum pernah berhubungan seks. Walaupun
masih kuliah, aku pernah berhubungan seks dengan X orang, tapi baru
sekali merasakan perawan. Yang pertama, keperjakaanku kuserahkan kepada
mahasiswi perguruan tinggi swasta yang sudah tak perawan lagi. Namanya
Niken makanya aku sering dipanggil "SonKen (Sony Niken)". Beberapa kali
aku menikmati seks sama dia sampai dia dropp-out dan akhirnya "jualan"
diri. Hubunganku putus. Yang kedua, ini yang menarik, dengan sahabatku,
teman kuliah seangkatan (2 th lebih muda dariku). Kami sebenarnya hanya
teman akrab saja, sering belajar bersama, bahkan tidur bersama (tidur
beneran lho!), dia sering menginap di kamarku kalau kami mengerjakan
tugas sampai larut malam. Juga aku sering menginap di kamarnya, tapi
tak terjadi "apa-apa", orang cuman sahabat erat. Setelah 2 tahun amat
dekat, terjadilah.. Aku benar-benar terharu dia dengan ikhlas
menyerahkan segalanya kepadaku dan tak menyesalinya. Hubungan seks
dengan perawan dan disusul hubungan2 berikutnya memang luar biasa
nikmatnya!
Kembali ke Dwi. Aku begitu bernafsu ingin menyetubuhi Dwi karena
sudah pernah mengalami nikmatnya perawan. Hanya, kesempatannya yang
belum kudapatkan, sampai pada suatu saat ..
Pagi-pagi sekitar jam 6 lewat. Aku mencari-cari buku lama yang
kutaruh di gudang. Letak buku-bukuku rupanya ada yang memindahkan. Aku
harus memindahkan peti milik temenku untuk mencapai barangku dalam
gudang yang sempit dan tak berlampu itu. Dengan susah payah kugeser
peti yang lumayan berat itu, dan dari bawah peti, seberkas kecil sinar
yang sumbernya dari lantai bawah menarik perhatianku. Kuintip ke bawah,
tak begitu jelas. Nakalnya, aku mulai mengorek dempul di antara 2 papan
lantai gudang itu agar pandangan ke bawah lebih jelas, itu kamar mandi!
Kamar mandi siapa? Aku coba me-reka. Kamarku tepat di atas dapur,
terus gudang ini di sebelah agak ke depan dari kamarku. Jelas, ini
kamar mandi keluarga Dwi dan keluarganya! Untung aja bukan kamar mandi
anak kost di bawah yang dua2nya batangan. Berarti, aku punya peluang
buat mengintip Dwi lagi mandi! Kuintip ke bawah lagi, persis di atas
bak air. Lagi enggak ada orang. Kukorek lagi dempul itu agar
mendapatkan posisi "strategis", bisa mengamati ruang buat mandi.
Berikutnya, kuatur barang2 di gudang supaya aku dapat ruang yang nyaman
buat mengintip. Membayangkan Dwi yang lagi mandi disitu dan akan tampak
jelas tubuhnya dari depan atas, penisku ngaceng. Tapi lubang itu tampak
nyata sehingga orang yang masuk gudang akan tahu ada lubang di situ,
sebab berkas sinar dari bawah makin jelas. Ada akal, tindih aja pakai
peti, sewaktu diperlukan tinggal menggeser petinya. Tapi kenapa musti
pakai peti? Akhirnya lubang itu aku tutup aja pakai kardus yang berisi
barang2 ringan supaya mudah menggesernya. Beres. Kalau pintu gudang itu
selalu tertutup, mudah2an lubang buatanku itu tak tampak dari bawah.
Beberapa menit aku nongkrong di gudang berharap Dwi akan mandi,
penantian yang sia-sia. Sekarang hampir
setengah tujuh, jelas aja Dwi udah berangkat sekolah.
Kubersihkan bekas korekan dempul lalu tutup lubang itu dengan
kardus, aku keluar. Baru beberapa menit aku membaca buku di kamar,
kudengar pelan suara guyuran air di bawah sana. Nah! Bergegas aku ke
gudang, tapi ragu-ragu. jelas bukan Dwi yang mandi, mungkin Tante
Juliet. Ah engga enak lah. Ada rasa segan mengintip
tubuh wanita molig yang kuhormati itu. Kuurungkan niatku, aku
balik ke kamar. Suara guyuran air itu membuatku membayangkan Dwi yang
mandi dan "adik"ku berdiri lagi. Pikiran kotorku segera muncul, Dwi dan
Ibunya kan sama2 "gitar", sama2 mulus dan indah, bahkan ibunya punya
buah dada yang lebih besar, kenapa nggak dicoba? Kan cuma mengintip
aja. Singkirkan dulu rasa hormat itu. Okey, aku ke gudang lagi,
menyingkirkan kardus dan mengintip. Sialan! Pak Fadli rupanya. Sekejap
kemudian aku balik ke kamar lagi. Tapi aku mendapatkan kenyataan bahwa
posisi mengintipku memang benar2 strategis.
Besok pagi aku harus bangun lebih pagi. Suatu tugas yang berat
sebab aku biasa bangun siang. Tapi demi tubuh Dwi yang mulus
menggairahkan. Esok harinya aku dibangunkan waker tepat jam 6. Sejenak
aku mikir, kenapa aku setel waker pagi2 benar? Suara guyuran air itu
yang mengingatkanku. Cepat2 aku ke gudang, menyingkirkan kardus,
menutup pintu gudang, dan mengintip. Sialan lagi!Memang benar Dwi yang
lagi mandi, tapi sudah selesai. Aku hanya sempat menikmati bahu dan
punggung mulusnya dan sedikit belahan di dada. Tubuh mulusnya sudah
tertutup handuk dan siap mau keluar. Besok harus lebih pagi!Hari
berikutnya, mungkin karena takut telat bangun, jam 4 pagi aku sudah
melek. Dan jam 5 tepat aku sudah ambil posisi di gudang yang tertutup,
menunggu. Kira2 setengah jam aku menunggu, pertunjukan dimulai..
Lampu kamar mandi menyala, berkas sinar masuk, aku bersiap. Benar
Dwi dengan Tshirt dan celana pendek masuk. Aku berdebar. Dibuka kaosnya
melalui kepala sehingga tampaklah BH warna merah. Belahan susunya makin
jelas ketika dia menunduk melepas celana pendeknya. Dan makin jelas
lagi ketika BHnya dia lepas juga. Wow .. susunya! Ukurannya sedang2
aja, tapi benar2 membulat. Ujung buah dadanya bulatan coklat yang amat
kecil dan putingnya begitu kecil hampir tak tampak. Khas buah dada
seorang ABG. Wow keren.. CD warna merah muda dilepas juga. Jembutnya
hanya sedikit diujung selangkangannya. Tadinya aku mengharapkan
lebatnya jembut, sebab kaki dan lengan Dwi berbulu. tapi justru aku
bisa menikmati gundukan kewanitaan Dwi yang mulus. Penisku tegang.
Kupelorotkan kolor celana pendekku dan mulai mengelus-elus batangnya.
Di rumah aku memang biasa memakai oblong dan celana kolor pendek tanpa
CD.
Aku mulai mengocok waktu Dwi menyabuni tubuh mulusnya. Kocokan
tambah cepat ketika dia dengan agak lama menyabuni sepasang buah
dadanya, sambil meremas-remas seolah memang sengaja merangsangku.
Sampai akhirnya aku tak bisa menahan lagi untuk menyemprotkan air
maniku ketika Dwi mengucel-ucel susunya dengan handuk.. Sejak itu,
mengintip Dwi mandi menjadi "tugas wajib"ku yang rutin. Kadang sampai
muncrat, seringnya hanya "menggantung". Kalau tak bisa "nyampai"
begini, aku meneruskan kocokanku di kamar sambil berkhayal menyetubuhi
Dwi. Tak enak memang kalau hanya "menggantung" saja. Begitulah
kerjaanku hampir setiap hari, sampai pada suatu pagi seseorang
memergoki tingkah rutinku ..
Rutinitas membuat jenuh.
Pagi itu sehabis ngintip Dwi aku tak berhasil orgasme. Maklum,
pemandangan yang sama dan rutin, mengurangi efek rangsangan. Aku benar2
ingin meningkat dengan menyetubuhi Dwi, tapi kayanya tak mungkin..
Gagal mencapai puncak, kusimpan kembali penisku lalu duduk di kasur.
"Dik Son.." Seseorang memanggilku, kaya'nya suara tante Juliet.
"Ya tante"
"Tante ingin bicara, boleh masuk?"
Bergegas aku berbenah diri, untung penisku udah cukup surut
sehingga tak menonjol di kolor tanpa CDku. Aku membuka pintu, di
depanku berdiri tante Juliet dengan dasternya seperti biasa. Wajahnya
kelihatan lebih segar, jadi makin tampak putih. Daster yang biasa
dipakai itu memang agak ketat, cukup menonjolkan lekukan tubuhnya.
"Silakan masuk tante" kataku hormat.
"Tumben, pagi-pagi, ada apa tante" lanjutku.
Tante Juliet masuk, menutup kembali pintu kamarku, dan duduk di
kursi belajarku, satu2nya kursi yang tersedia. Aku kembali duduk di
kasurku menyender ke dinding. Tante Juliet duduk menghadapku
menyilangkan kakinya. Karena posisiku lebih rendah, aku "terpaksa"
mengamati sepasang kaki indah tante Juliet. Ternyata lebih indah dari
punya Dwi. Aku sama sekali tak pernah mengamati tante Juliet, karena
memang minatku pada anaknya. Baru kali ini aku menikmati kaki indahnya.
"Gini Son.." tak berlanjut. diam agak lama.
"Kenapa tante..?"
"Tante mau bicara langsung saja ya .." katanya.
Tiba-tiba aku berdebar. Ada apa nih, mungkinkan dia menyuruhku
pindah sebab aku dengar ada keponakannya yang baru masuk Unibraw
jurusan bahasa Inggris dan sedang cari tempat kost? Semoga jangan deh,
aku udah amat betah di sini, lagian aku bisa kehilangan Dwi..
"Tante tahu apa yang Dik Sony kerjakan tiap pagi.." suaranya
pelan, halus, tapi bagi telingaku bagai petir di cuaca buruk,
menggelegar. Memang sudah hukum alam, barang busuk toh akhirnya tercium
juga. Aku tak menjawab, hanya tertunduk malu, amat malu. Bayangkan,
orang yang aku hormati ini tahu setiap pagi aku mengintip anak gadisnya
mandi ..
"Kenapa Dik Sony lakukan hal itu..?"
"Hmm.. eh .." gugup banget, keringat dingin.
"Kenapa Son..?"
"Maafkan saya tante.." hanya itu.
Dia diam menunggu kalimatku berikutnya.
"Dwi kan Sony anggap adik sendiri" lanjutnya lagi setelah aku membisu.
"Benar tante, mohon tante maklum"
"Maklum apa Son"
"Umur saya sudah cukup untuk menikah, tapi sekolah belum selesai, jadi saya suka me ..itu"
"Masturbasi maksud Dik Sony?" langsung aja tante ini.
"Benar tante, saya hanya membutuhkan rangsangan untuk melakukan itu" lancar aja jawabku sekarang.
"Okey, tante bisa memaklumi, cuman tante khawatir kalau Sony keterusan trus berbuat ke Dwi"
"Enggak dong tante.."sahutku cepat.
"Okey, Sony janji ya?" katanya sambil bangkit dan ikut duduk di kasur di sebelahku.
"Dwi itu masih kecil dan belum pernah kenal lelaki" katanya lagi.
Benar juga dugaanku, Dwi masih perawan.
"Saya janji tante"
"Jangan teruskan ya, Son?"
"Baik tante. Tapi tante nggak bilang bapak kan?"
"Tergantung.."
"Tergantung apa tante..?" tanyaku sambil mulai berani memandang
wajahnya, ingin tahu. Aduhh.. daster tante berkancing di tengah-tengah
dadanya. Diantara dua kancing itu ada tepi kain yang menganga
menampakkan sedikit bulatan daging putih, tepi buah dada tante.
Dasar kurang ajar, udah dimarahin masih sempat juga mencuri pandang ke dada montok tante..
"Ada syaratnya Son" katanya sambil meluruskan kaki dan menumpangkan
kaki kanannya di atas kaki kiri. Tepi dasternya sedikit tersingkap
menampakkan sedikit paha yang putih dan mulus itu..
"Apa tante?" mendadak penisku mulai menggeliat. Celaka nih, aku tak pakai CD.
"Satu, kamu tak boleh mengulangi lagi"
"Sony kan udah janji tante"
"Dua, jangan sekali-kali mengganggu Dwi"
"Sony udah janji juga khan tante"
"Tiga .." Diam.
Lagi2 aku memandangnya menunggu. Tante masih membisu, menatap tajam
mataku. Aku "ngeri", mataku sedikit ke bawah menghindari tatapannya,
justru menemukan pemandangan lain. Dada besar tante Juliet bergerak
naik-turun seirama alunan nafasnya yang ternyata mulai memburu! Ada apa
nih?
"Yang ketiga apa tante?" tanyaku
Tante Juliet masih diam, masih tajam menatapku, nafasnya tambah ngos-ngosan. Aku makin bingung!
Tiba2 tante Juliet melepas kancing dasternya yang paling atas,
perlahan tapi pasti lalu kancing kedua, dan stop. Belahan dada putih
itu terhidang di depanku. Belahan "dalam" yang menunjukkan bulatnya
buah kembar disamping kiri dan kanannya. Penisku makin tegang! Masih
menatap tajam, diraihnya tanganku dan dituntunnya ke belahan itu. Aku
langsung merasakan lembutnya dada tante. Tante Juliet menginginkanku?
Tapi aku kurang yakin, tanganku masih pasif menempel di dadanya.
"Yang ketiga.. Sony harus memuaskan tante.." barulah aku yakin.
Tanganku langsung bergerak menyusup dan meremas. Baru aku menyadari
ternyata Tante Juliet tak memakai BH. Kenapa tak kulihat dari tadi?
Memang nggak ada niat sih. Sekarang sih berminat, kontolku udah
ngaceng..
"Ooohh.. terus Son.." reaksinya ketika aku makin semangat meremasi dadanya. Benar2 dada
istimewa, besar, lembut halus, putingnya sudah mengeras, tapi tentu
saja tidak sekenyal dada sahabat sekuliahku yang kuperawani. Tante
merebahkan tubuhnya ke kasur terlentang. Aku langsung menindih
tubuhnya. Empuk.. Kedua tangannya meraih kepalaku dan kami lalu
berciuman, ciuman panas, lidah bibi begitu "ganas" mengerjai mulutku.
Tangannya ke bawah memelorotkan kolorku dan langsung menggenggam penisku. Dilepaskan ciumannya dan matanya melirik ke bawah.
"Punya Sony keras dan ohh.." desahnya. Kusingkirkan tepi2 kain
dasternya sehingga buah dadanya secara utuh terbuka, lalu kuserbu
dengan mulutku. Dengan gemas bukit kembar itu aku ucel-ucel. tante
mengerang menikmati ucelanku. Tapi melarangku untuk menggigiti buahnya.
"Jangan Son. Entar berbekas Son.." desahnya. Benar juga. Tanganku
juga kebawah menyingkap dasternya dan menelusup CDnya. Basah kuyup..
lalu kupermainkan itilnya dengan ujung telunjuk.
"Oooghh.. Sonn.." desahnya lagi.
Tak hanya itilnya, jariku terus ke bawah, menusuk.
"Oow!, pelan-pelan dong Son.."
Cepat2 kutarik jariku, lalu menusuk lagi, perlahan.
"Aahh.. teruss.. Son.. lebih dalam.. ohh.. sedapp.."
Liang vaginanya makin membasah. Tiba2 tante Juliet menolak tubuhku,
jariku terlepas. Tante langsung melepas kolorku, penisku mencuat.
"Ayo Son.. masukin ya.. tante udah nggak tahan nih.." pintanya.
Kulepas dasternya dan kupelorotkan CD, jembutnya tebal, itilnya
menonjol gede.. Tapi lubangnya kok engga kelihatan? Tubuh telanjang
tante Juliet tergolek dengan kaki terbuka lebar. Masa sih.. liang
memeknya begitu sempit? Kubuang oblongku. Kutempatkan kedua lututku di
antara pahanya yang mengangkang, kutempelkan penisku di bawah
*****-nya.
"Pelan-pelan.. ya.. Son.. tante udah lama engga ngerasain beginian.."
"Iya tante"
Udah lama nggak pernah? Aku mulai menusuk.
"Ohh.." busyet, mentok. Tekan lagi dengan menambah tenaga. Uuhh,
sempitnya. Rasanya aku tak percaya. Wanita matang berusia sekitar 35
tahun ini kok punya liang vagina yang sempit banget.
Sambil menggoyang pinggul, aku menambah tenaga tusukanku lagi. Nah, masuk deh.
"Aaahh.. terus Son.. ohh.." desahnya sambil menggoyang badannya maju-mundur-kanan-kiri.
Tusuk lagi sampai penisku tertelan habis. Terasa banget jepitan
dinding vaginanya dan di ujung sana terasa ada "tembok" yang mengelusi
kepala penisku. Aku mulai memompa. Pompaanku dibalas. pinggulnya
bergerak-gerak "aneh" tapi efeknya luar biasa. Penisku serasa dilumati
dari pangkal sampai kepalanya. Lalu masih ditambah dengan variasi.
Ketika pinggulnya berhenti dari gerakan aneh itu, tiba-tiba aku
merasakan jepitan teratur di dalam sana, sekitar 4-5 kali denyut
menjepit, baru bergoyang aneh lagi. Wah, tak kusangka, sedap juga
wanita dewasa ini. Menyesal aku karena selama ini tak memperhatikannya.
Wanita dengan wajah yang biasa2 saja, tubuh molig, punya ketrampilan
berhubungan kelamin yang istimewa.. Gerakan anehnya makin bervariasi.
Terkadang aku malah meminta tante Juliet berhenti bergoyang buat
menarik nafas panjang. Lumatan dinding2 vaginanya pada penisku
membuatku geli2 dan serasa mau 'nyampe'.
Aku tak ingin cepat2 sampai, masih ingin menikmati "elusan" vagina. Tapi tante Juliet makin galak, gerakannya makin liar ..
Hingga aku menyerah, tak mampu menahan lebih lama lagi. Justru aku
makin cepat bergerak mengimbangi goyangan pinggulnya. Aku sedang menuju
klimaks, mendaki puncak, saat2 yang paling nikmat.. Dan akhirnya.. pada
tusukan yang terdalam, kusemprotkan maniku kuat2, aku mengejang,
melayang.., menggetar.. Pada detik-detik aku melayang tadi, tiba-tiba
kakinya yang tadi mengangkang, diangkat dan menjepit pinggulku kuat2.
Amat kuat. Lalu tubuhnya mengejang beberapa detik mengendor dan trus
mengejang lagi..
"Aaahh.." tante Juliet benar2 teriak.
Aku khawatir teriakannya terdengar sampai lantai bawah, makanya
kututup mulutnya dengan mulutku. Beberapa detik dia histeris. lalu
jepitan kakinya terasa mengendor.
Kakinya jatuh ke samping. Tangannya juga. Dia rebah dan lemas ..
"Terima kasih Son.." bibirku diciumi.
"Saya juga tante.." kataku jujur.
"Sony hebat lho.. Son..?" katanya lagi.
"Kenapa tante?"
"Udah lama tante puasa lho.."
"Ah masa sih.."
"Benar Son"
"Emangnya bapak.."
"Dia impoten Son, udah lama nggak beginian Son.." sambil memelukku.
"Tante jangan bilang ke bapak ya"
"Iyaa dong Son, gila apa"
"Maksud saya, tentang mengintip itu.."
"Jangan khawatir Son, asal Sony.."
"Syarat yang ketiga? syarat yang nikmat begini sih okey aja tante" potongku.
Tante Juliet langsung menciumi mukaku.
Dari pengalamanku bersetubuh dengan tante Juliet, aku mendapatkan
pelajaran baru yang bisa mengubah persepsiku tentang wanita:"Umur
belasan atau tigapuluhan ternyata sama nikmatnya, tergantung
ketrampilannya dalam bermain".
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
2419