Betina Untuk Si Bruno
Kehidupan bersama Beni memang membosankan, secara seksual maksudnya. Beni sebenarnya seorang yang baik dan bertanggung jawab. Semua kebutuhan rumah tangga telah dipenuhi olehnya sehingga aku tak perlu bekerja. Kenyataannya, itu justru menjadi bagian dari masalahku. Sebagai seorang wanita berusia 22 tahun tanpa anak, yang menikah dengan seorang pria pekerja yang konservatif berusia 35 tahun, membuatku mempunyai sangat banyak waktu untuk berkhayal macam-macam. Aku juga mempunyai sangat banyak waktu untuk bermasturbasi.
Jika mau berusaha, mungkin aku bisa saja mencari seorang kekasih gelap. Aku memiliki wajah dan tubuh yang lebih dari cukup untuk kupakai guna menarik lelaki mana pun yang kumau, tapi aku tak pernah melakukannya. Alasan utama untuk tidak melakukan hal semacam itu adalah karena pendidikan moral yang sangat ketat yang kuterima sejak kecil. Aku menjalani masa kecilku dalam sebuah keluarga **** (edited) yang taat di pedalaman Jawa Tengah. Walaupun ibuku orang Belanda, namun beliau sangatlah puritan.
Keadaan di tempat tinggalku sekarang tidak lebih baik, tapi paling tidak tak ada seorang pun yang mengenalku di sini. Kami tinggal di daerah yang asalnya direncanakan sebagai kota baru di luar kota Jakarta. Krisis moneter menyebabkan pembangunan kota baru ini terhenti total. Perusahaan pengembangnya pun telah bangkrut, padahal pembangunannya belum mencapai 15% dari rencana semula. Rumah mungil kami terletak di lingkungan yang terpencil dekat sebuah pabrik. Hanya sedikit orang di sini yang berhubungan dengan tetangganya. Kebanyakan tetangga kami bekerja di pabrik itu, sedangkan suamiku bekerja di Jakarta. Mereka tak bersosialisasi dengan orang luar seperti kami. Rumah-rumah di sini terpisah cukup jauh satu sama lainnya. Hanya ada satu rumah yang terletak tepat di seberang rumah kami. Rumah itu pun sudah lama kosong.
Ketika rumah itu akhirnya ditempati oleh sepasang suami isteri, aku merasa kegirangan. Kuputuskan untuk melakukan usaha supaya dapat bertemu mereka. Mereka adalah pasangan tua. Usia mereka sekitar 50-an, tapi aku selalu dapat bergaul dengan orang-orang yang lebih tua. Nampaknya mereka baik dan ramah. Mungkin mereka ingin menghabiskan masa pensiunnya di tempat yang terpencil ini. Kupikir mereka bisa menjadi sahabat yang baik.
Setelah suamiku berangkat ke kantor, aku berdandan dan mengenakan gaun satu potong yang berukuran mini. Udara di sini memang panas. Setelah mengumpulkan segenap keberanian, kuambil sekeranjang buah-buahan yang telah kusiapkan dan menuju rumah mereka. Bawaanku lumayan berat sehingga aku harus memegangnya dengan kedua tanganku.
Ketika si suami membukakan pintu, kuucapkan salam dan kuperkenalkan diriku. Lelaki itu memintaku menunggu sebentar lalu menutup pintu persis di depanku. Aku berdiri tertegun mendapatkan sambutan seperti itu dan merasa sedikit tersinggung.
Aku menunggu beberapa menit. Baru saja aku hendak beranjak pergi, ketika pintu kembali terbuka dan mereka berdua berdiri di sana mempersilakanku untuk masuk. Aku tersenyum sambil melangkah masuk, berharap seseorang mengambil keranjang buah dari tanganku. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu masuk ke dalam rokku dari arah belakang. Sesuatu yang basah menyentuh paha bagian dalamku, dekat selangkangan. Ketika jilatan hangat dari lidah yang basah menjalari selangkanganku, barulah aku sadar kalau mereka memiliki seekor anjing. Anjing yang besar. Anjing yang besar dan cabul. Aku tak habis pikir, mengapa mereka tak menempatkan hewan yang nakal seperti itu di luar sebelum mengundang seorang wanita masuk ke dalam rumah mereka.
Aku berusaha untuk tidak gelagapan dengan harapan si istri melihat apa yang terjadi dan menolongku. Sayangnya ia tampaknya malah sibuk mengagumi buah-buahan yang kubawa. Akhirnya aku menggeserkan sedikit badanku sehingga seharusnya ia dapat melihat di mana anjing miliknya meletakkan kepalanya. Akan tetapi ternyata ia bersikap seolah-olah tidak melihatnya, dan kenyataan itu benar-benar menggangguku. Sementara itu, tanganku mulai terasa pegal dan lututku terasa lemas.
Si anjing pindah ke hadapanku dan mulai mengendus-endus ke dalam rokku lagi. Kali ini ia menempelkan moncongnya ke klitorisku yang terasa membara dan menjilatinya dengan lebih keras lagi. Kali ini aku benar-benar yakin, pasangan ini mengetahui tingkah laku anjingnya, karena mereka justru memberi ruang bagi si anjing untuk mengakses diriku. Selama tanganku memegang keranjang, aku tak dapat berbuat apa-apa dan sepenuhnya berada di dalam kendali anjing mereka, dan mereka sengaja membiarkan itu terjadi. Kenyataan itu serasa menyiramkan aliran listrik yang menggetarkan seluruh urat syarafku. Mereka membiarkanku menyesuaikan diri dengan jilatan-jilatan cabul anjing mereka dengan mengajakku ngobrol sekedar berbasa-basi, dan aku pun melayaninya.
Beberapa menit berlalu sudah. Ketika mereka melihat bahwa aku tidak menunjukkan tanda-tanda akan kabur ke arah pintu, si istri mengambil keranjang buah itu dari tanganku. Tinggallah aku berdiri di hadapan mereka dengan kepala anjing mereka bergerak-gerak dengan kencangnya di dalam rokku. Saat itu juga aku menginginkan keranjang buah itu kembali karena aku tak tahu apa yang harus kuperbuat dengan kedua tanganku.
Aku harus melakukan sesuatu, maka kudorong kepala anjing yang sedang birahi itu. Sedikit menunjukkan penolakan rasanya merupakan tindakan yang tepat dalam situasi seperti itu. Usaha itu sia-sia. Aku tahu wajahku sudah seperti udang rebus, namun pertolongan dari pasangan itu tak kunjung datang. Aku bahkan bisa melihat mata mereka terfokus pada selangkanganku dengan seringai gembira ketika ujung rokku terlempar ke atas pada setiap sentakan kepala anjing mereka.
Aku tak tahu harus berbuat apa. Perlahan, aku berhenti melawan. Lidah anjing itu membuatku gila. Sentakan-sentakan dari daging lembut panjang yang basah dan hangat itu membawaku ke puncak kenikmatan. Aku tak ingin jilatan-jilatan yang nikmat itu berhenti. Sandra dan Parulian **** (edited), pasangan suami istri itu terus mengajakku ngobrol seolah-olah tak ada sesuatu yang luar biasa yang terjadi. Aku pun tetap melayani mereka. Situasi ini menambah rangsangan pada diriku. Mereka memainkan semacam permainan denganku dan aku mulai menyukai permainan ini.
Setelah puas ngobrol, Sandra mendekatiku dan menawariku untuk duduk. Dia memeluk pundakku dan membimbingku ke sofa. Aku melangkah dengan hati-hati supaya tak mengganggu aktifitas anjing mereka. Ketika aku terduduk, anjing itu segera membuatku terkejut. Anjing labrador hitam yang besar itu mencengkeram paha kananku yang terbuka dan mulai memompa kemaluannya seolah-olah sedang bersetubuh dengan seekor betina. Aku dapat merasakan kontolnya yang panjang dan tebal bergerak menggesek-gesek kaki mulusku yang telanjang. Sandra dan Parulian duduk mengapitku sementara anjing mereka terus mengunci kakiku dan memompanya.
Kepala anjing itu berada tepat di atas payudara kananku, air liurnya menetes ke atas dadaku yang terbuka. Sekilas aku menengok ke bawah dan melihat batang kelamin yang besar dan merah menyala bergesekan dengan kaki bagian dalamku. Batang kelaminnya terasa begitu panas, licin dan keras.
Parulian menepuk-nepuk kepala anjing itu. Dia sebenarnya mengarahkan kepala anjingnya sehingga lidahnya terus-menerus meneteskan air liur tepat di antara belahan dadaku. Posisi wajahku berada sangat dekat dengan mulut anjing itu. Aku dapat merasakan hembusan nafas anjingnya menerpa wajahku. Air liurnya pun kadang terpercik ke wajahku. Kejadian ini benar-benar porno dan cabul, tapi sekaligus juga merangsang birahiku. Aku berusaha keras menahan keinginan untuk mengisap lidah anjing itu yang tergantung-gantung. Akhirnya anjing itu menyemprotkan air maninya dalam jumlah yang besar ke sekujur kaki kananku.
Anjing itu menjilati wajahku sementara otot-otot mulutku mengendur. Lidahnya menyusup masuk ke dalam mulutku, membuatku terkejut. Ia berulang-ulang menjilati bagian dalam mulutku, sesuatu yang tak pernah dilakukan oleh seekor anjing pun terhadapku. Aku membiarkannya melakukan apa pun yang diinginkannya. Dengan sadar kubiarkan mulutku tetap terbuka untuk meneruskan french kiss yang tak lazim ini.
Sandra berkata, “Menyenangkan ya, Sayang? Bruno kini memiliki seorang teman wanita.” Bruno, anjing itu, lalu melepaskan kakiku yang basah kuyup karena air maninya. Suami istri itu terus mengajakku ngobrol sementara air mani anjing mereka bergerak turun menelusuri kakiku yang terekspos sampai ke selangkangan. Aku berusaha tetap bersikap normal walaupun mata mereka hampir-hampir tak lepas menatap kakiku. Aku tak merasa perlu untuk merapikan rokku yang berantakan.
“Kami sangat menghargaimu karena mau melayani anjing kami yang berperilaku buruk. Kebanyakan wanita tak mau melakukan hal itu. Kami khususnya menghargaimu karena mengizinkan Bruno untuk melepaskan birahinya pada kakimu yang indah. Bukankah kaki Maria indah, Sayang?” kata Sandra.
“Sangat indah. Aku yakin Bruno sangat terpuaskan dengannya”, jawab Parulian.
Mereka menolongku berdiri dan membimbingku ke pintu. Masih dengan penampilan yang berantakan dan birahi yang bergejolak, aku melangkah melewati pintu. Saat itu Sandra berkata, “Kembalilah kapan saja ada waktu. Aku yakin Bruno akan senang menemuimu lagi.”
Setelah itu pintu pun tertutup dan sayup-sayup dapat kudengar tawa senang mereka di baliknya. Aku menyeberangi jalan dengan setengah berlari. Aku benar-benar merasa shock. Setibanya di rumah aku bermasturbasi sambil mandi di pancuran, lalu di atas tempat tidur setelah mandi, ketika memasak makan malam dan dua kali lagi sebelum akhirnya aku beristirahat. Kejadian pagi itu benar-benar membangkitkan fantasi yang luar biasa bagi diriku.
Dua hari kemudian, aku kembali ke rumah pasangan tersebut. Ketika melihatku, mereka tahu persis maksud kedatanganku. Aku yakin mereka tahu. Mereka tak perlu lagi penjelasan. Parulian mempersilakanku untuk masuk sementara Sandra pergi ke belakang untuk memanggil anjing mereka. Hal yang sama kembali terulang, hanya kali ini aku jauh lebih siap. Aku tak mengenakan pakaian dalam sama sekali di balik gaun satu potong ketat dan mini yang kupakai. Aku telah kehilangan rasa malu yang menghambatku. Pasangan suami istri tetanggaku tersebut tampak kaget dan senang mengetahui hal ini. Apalagi ketika Bruno mengalami orgasme dan semprotan air maninya sampai ke liang senggamaku dan membasahinya.
Setelah itu, aku semakin berani. Kami meneruskan acara dengan berdiri dan berjalan mengelilingi seisi rumah. Sementara Bruno dengan setia mengikutiku. Kepalanya senantiasa menyusup ke dalam rokku yang sangat pendek. Kami semua bersikap seolah mengabaikan anjing itu. Dengan gaun satu potong yang sangat ketat menempel di badan, sodokan moncong Bruno yang terus-menerus dari depan maupun belakang mengakibatkan terdorongnya rokku sampai ke pinggul. Aku tak pernah merapikannya kembali dan terus membiarkan Bruno menelanjangi dan menjilati selangkanganku.
Sekali-sekali mereka memberikan komentar seperti, “Aku tak dapat mengatakan betapa senangnya kami menemukan seorang wanita yang mau melayani anjing kami”, atau yang sejenisnya. Aku membiarkan mereka tahu kalau aku menikmati pernyataan-pernyataan yang kasar dan cabul itu.
Sandra kemudian berkata, “Ya begitu. Apa lidah si Bruno masuk ke dalam memekmu, Maria?”
“Ya, langsung ke dalam rahimku, kurasa”, jawabku.
Ia tersenyum dan berkata, “Kau benar-benar manis mau melakukan itu untuknya. Aku tak tahu ada wanita sepertimu di sini. Kami tadinya sudah siap-siap untuk menyewa seorang wanita profesional, tapi di mana kau bisa temukan wanita yang mau menyewakan tubuhnya sendiri sebagai betina untuk memuaskan birahi seekor anjing piaraan?”
Aku menyukainya. Aku mengatakan padanya bahwa aku dengan senang hati mau bertindak sebagai betina untuk anjing jantan mereka dengan gratis.
Sandra berkata, “Maria, kupikir Bruno lebih senang jika kau melakukan pelayanan ini dengan bugil. Seekor betina tidak mengenakan pakaian, bukan?” Aku pun melucuti pakaianku. Sejak itu, mereka menyebutku sebagai betina, atau betina si Bruno.
Keintiman antara aku dan Bruno semakin bertambah. Aku dapat mengetahui bahwa sandra dan Parulian sangat senang melihat kami berperilaku sebagai sepasang kekasih. Karena itu aku pun berperilaku sesuai sudut pandang itu. Kami membiasakan diri untuk bercumbu seperti yang biasa dilakukan oleh sepasang kekasih. Membuat Bruno untuk menciumku sangatlah mudah. Aku tak tahu, kadang aku berpikir anjing itu benar-benar mencintaiku sebagai kekasihnya. Bruno dapat mencium mulutku dalam-dalam, sementara aku memegang kepalanya dan mencium balik, kadang sambil mengisap lidahnya.
Karena seks oral adalah bagian dari cumbuan dan permainan pembuka yang biasa dilakukan oleh manusia, dan Bruno telah melakukannya padaku, aku merasa berkewajiban untuk memberinya pelayanan intim yang sama. Mengisap dan menjilati alat kelamin seekor anjing benar-benar merupakan hal paling cabul dan tak bermoral yang pernah kulakukan sampai saat ini. Anehnya kecabulan itu benar-benar membawaku pada suatu birahi tertinggi yang pernah kualami. Sementara itu Sandra dan Parulian terus menyaksikan dengan seksama adegan demi adegan percintaan kami.
Menyenangkan pasangan Sandra dan Parulian sekarang merupakan urutan tertinggi dalam daftar prioritasku. Aku mencintai pasangan ini. Sandra khususnya, sudah seperti seorang ibu bagiku. Sedangkan Parulian tak pernah memanfaatkan keintiman yang kami bagi bersama, walaupun sebenarnya aku sudah tidak keberatan dan berharap ia melakukannya. Dalam waktu yang singkat ini, telah tumbuh cinta di antara kami bertiga. Melihat mereka senang atas semua perbuatanku selama ini adalah satu-satunya yang kubutuhkan untuk melakukan yang lebih lagi. Karena itu aku langsung mengikut apa yang mereka inginkan ketika suatu saat akhirnya Sandra menegurku.
“Kau belum melakukannya dengan baik, Maria. Kau belum belajar bagaimana melayani Bruno dengan benar. Kupikir kau mengerti apa yang kumaksud kan?”
“Kau ingin agar ia menyetubuhiku dan mengawiniku serta mengisi rahimku dengan benih anjingnya?”
“Tepat sekali, Maria. Itulah pelayanan yang kami harapkan dari seorang betina manusia. Dan bukankah itu perananmu?”
“Ya, Nyonya Sandra. Aku adalah betina untuk anjing Anda.”
“Kau bukanlah betina yang baik kalau ia tak dapat mengawinimu dan menyemprotkan air mani anjingnya ke dalam memekmu, tempat semestinya ia berada.”
“Nyonya Sandra, Bruno adalah kekasihku, dan aku adalah betinanya. Ia kini berhak atas memekku, dan aku tak memiliki hak untuk menolaknya mengakses milikku yang paling pribadi itu. Sperma anjing anda tempatnya adalah di dalam rahimku. Bahkan ia kini lebih berhak daripada suamiku sendiri. Hubunganku dengan suamiku semata-mata hanyalah karena ikatan pernikahan, sedangkan anjing Anda adalah kekasihku.”
“Ya, itu sangat penting. Kebutuhan Bruno harus dilayani lebih dulu, selalu. Akan lebih baik kalau suaminya mengetahui kenyataan ini”, Parulian menimpali.
“Bagaimana seandainya aku menyuruh Beni untuk selalu terlebih dulu meminta konfirmasi kepada Anda kalau-kalau Bruno ingin menyetubuhiku sebelum ia melakukan hal yang sama terhadap diriku? Apakah itu cukup memuaskan?”
“Akankah suamimu melakukan hal itu?” Tanya Parulian.
Aku tersenyum dan mengangguk.
“Kau yakin?” Sandra ikut bertanya.
“Aku tak akan memberikan tawaran jika aku tak dapat memenuhinya. Aku akan menceritakan semuanya kepada suamiku. Aku akan membuatnya mengerti bahwa Bruno adalah kekasihku dan kebutuhannya harus dipenuhi lebih dulu. Aku akan mengatakan pada Beni bahwa ia hanya dapat menyetubuhiku setelah Bruno melakukannya terhadapku terlebih dahulu. Dia akan selalu mendapatkan tubuhku yang habis pakai, dan memekku yang masih bersih dan wangi hanya disediakan bagi Bruno. Aku akan menyuruhnya menelepon Anda untuk mengatakan langsung secara pribadi bahwa ia dapat memahami keadaan yang berlaku mulai sekarang. Sekarang bolehkah aku bersetubuh dengan anjing Anda?” aku memohon.
“Oh tidak secepat itu”, kata Sandra, “Apakah kau sudah memasuki masa suburmu saat ini?”
Aku menggeleng karena aku memang baru akan memasukinya sebentar lagi.
“Nah, kau kembalilah lagi ke sini kalau sudah memasuki masa suburmu, sehingga sel-sel telur di dalam rahimmu sudah matang dan siap untuk menerima benih-benih dari anjing kami.”
Aku seperti tersetrum oleh aliran listrik mendengar ide itu. Gairahku meledak-ledak. Walaupun kecewa karena tak dapat bersetubuh dengan anjing mereka hari ini, aku setuju untuk mengikuti kehendaknya.
“Baiklah, Nyonya Sandra. Aku akan kembali lagi pada saat tubuhku sudah benar-benar siap untuk dibuahi oleh benih anjing Anda dan pada saat birahiku sedang mengalami puncaknya. Untuk itu, mulai sekarang aku akan menghentikan pemakaian pil kontrasepsiku.”
“Bagus, tapi jangan lupa. Sampai masa suburmu habis bulan ini, jangan sekali-kali kau bersetubuh dengan suamimu, dan selama masa suburmu berlangsung, kau boleh datang ke mari tiap hari untuk menemui kekasihmu dan kawin dengannya.”
“Terima kasih, Nyonya Sandra. Mulai sekarang, setiap datang masa suburku tempatku adalah di sini bersama Bruno. Beni tidak berhak menyentuhku selama itu.”
“Sebelum kau pulang, bawalah ini dan minumlah secara teratur. Ini adalah jamu yang manjur untuk meningkatkan kesuburan wanita”, Parulian memberiku sekotak jamu yang diambilnya dari dalam lemari.
“Terima kasih. Aku berharap aku dapat mengandung dan melahirkan anak-anak Bruno”, aku tersenyum.
“Nah, sekarang pulanglah. Bawalah pakaian dan sepatumu, tapi kau tak boleh mengenakannya. Pulanglah dalam keadaan bugil”, kata Sandra, “Begitu pula lain kali kau datang kemari, tak perlu mengenakan pakaian apa pun juga. Mengerti?”
Bukan main, pasangan ini selalu memiliki ide-ide yang mengejutkanku. Bagaimanapun, aku setuju untuk mengikuti aturannya. Aku pun tersenyum dan mengangguk. “Ya, Nyonya Sandra.”
Aku menyeberangi jalan dengan jantung yang berdebar kencang sekali. Selain rumahku dan rumah keluarga Parulian yang berseberangan, rumah-rumah yang lain terletak cukup jauh. Bagaimanapun, setidaknya ada lima rumah di sekitar situ yang dari dalamnya penghuninya dapat melihat adanya seorang wanita bugil sedang menyeberang jalan di tempat terbuka pada siang hari bolong. Tentu saja jika mereka kebetulan memperhatikannya. Yang jelas jarak ke rumahku yang tak sampai sepuluh meter serasa jauh sekali.
Begitu tiba di pekarangan rumah, tiba-tiba terdengar suara mobil mendekat. Bulu kudukku segera berdiri? Aku belum lagi membuka pintu rumah ketika mobil itu melewatiku. Aku hanya bisa berdiri terpaku tanpa bergerak sedikit pun. Setelah mobil itu berlalu, barulah aku menengok ke belakang dan menyadari bahwa pasangan yang ada di dalam mobil itu bahkan tak melihat sedikit pun ke arahku. Perasaan lega dan luapan gairah segera membanjiri diriku. Aku pun segera masuk ke dalam rumah.
Dua hari kemudian, aku telah memasuki masa suburku. Sampai saat itu aku sama sekali tidak pernah melayani Beni. Sementara pil-pil kontrasepsi tak pernah lagi kutelan. Sebaliknya jamu pemberian Parulian kuminum teratur tiga kali sehari. Setelah membuat janji dengan keluarga Sandra dan Parulian, dengan hati yang mantap aku keluar rumah dalam keadaan bugil. Rasa takut terlihat oleh orang lain telah menguap bersamaan dengan panasnya cuaca di sini. Aku tak lagi peduli. Gairah karena berjalan bugil menyeberangi jalan di siang hari bolong dengan keluarga Parulian memperhatikannya membuat tubuhku bergetar senang bercampur tegang.
Perjalananku terinterupsi oleh sebuah mobil yang lewat ketika aku hampir mencapai pintu rumah keluarga Sandra dan Parulian. Aku yakin si pria pengemudi mobil melihatku. Mobilnya melambat di depanku. Ketika satu mobil lagi lewat, aku merunduk di balik semak-semak. Lingkungan rumahku yang sepi tiba-tiba menjadi ramai. Saat itulah aku sadar bahwa sekarang adalah waktu penggantian shift di pabrik. Para buruh mulai keluar ke jalan. Begitu pintu rumah keluarga Parulian terbuka, aku pun segera menyelinap masuk.
Mereka membawaku ke meja makan untuk pemeriksaan. Mereka membaringkanku seperti bahan percobaan di laboratorium dan menggunakan pena cahaya untuk melihat ke dalam celah kewanitaanku. Sandra menyatakan semuanya kelihatan bagus dan bersih.
Bruno mencakar-cakarkan kedua kaki depannya pada pintu kaca meminta masuk, seolah tak sabar untuk memenuhi hasratnya mendapatkan diriku. Sandra memutar tubuhku sehingga memekku langsung menghadap ke arah anjing itu. Sambil memainkan jari-jemarinya di memekku, ia berkata, “Lihat Bruno, kami membawakanmu memek untuk kau setubuhi. Dia akan jadi betina yang baik mulai saat ini dan akan mengizinkanmu memompa kontolmu ke dalam memeknya. Kau bisa kosongkan semua air mani yang kau punya ke dalam rahim pelacur betina yang cabul ini kapan saja kau mau, sayang.”
“Ayolah, sayang. Kita sudah memisahkan dua kekasih ini cukup lama. Tidakkah kau lihat keduanya sudah sangat ingin kawin? Lihat denyutan memeknya yang kencang tandanya sudah siap untuk menerima kontol anjing kita. Dan lihat cairan yang keluar itu, memeknya sudah ngiler untuk dimasuki kontol anjing. Kau menginginkan kontol anjing itu kan, pelacur betina?”
“Ya, ya! Aku sangat ingin merasakan kontol anjing itu di dalam memekku. Aku butuh disetubuhi oleh seekor hewan. Memekku akan mengisap kontolnya sampai kering”, balasku bernafsu.
“Oh, tidak, sebelum mulutmu membuat kontol anjing kami mengeras dan tegang”, kata Sandra. Ia membuka pintu kaca sementara suaminya membantuku berdiri. Bruno melonjak-lonjak kegirangan dan memakan memekku sementara aku membukakan bibir memekku untuknya, sambil berkata, “O ya, sayang. Itu milikmu sepenuhnya sekarang.”
Bruno tampak lebih kegirangan daripada hari-hari sebelumnya, dan alat kelaminnya yang panjang menjuntai keluar dari dalam sarungnya yang berbulu sementara ia mengelilingiku. Ketika Sandra merasa kami berdua sudah siap, ia mengangkat kedua kaki depan Bruno. Anjing itu berdiri di hadapanku dengan kedua kaki belakangnya, kontolnya yang menegang menjulur ke depan. Aku segera berlutut di hadapannya dan mulai mengisap kontolnya dengan rakus, menelan seluruhnya sampai masuk ke tenggorokanku sementara kedua tanganku memijati kedua biji zakarnya. Ternyata alat kelamin Bruno semakin lama semakin tumbuh berkembang di dalam mulutku. Aku takjub mengamati besarnya yang jauh melebihi batang kemaluan Beni. Bentuknya pun tampak gemuk dengan warna pun merah menyala.
Aku benar-benar merasa direndahkan serendah-rendahnya dan dipermalukan dengan berada dalam keadaan bugil bersimpuh di hadapan seekor anjing, memberinya pelayanan seks oral sambil diperhatikan oleh pasangan Sandra dan Parulian. Sepertinya aku benar-benar menghambakan diriku kepada mereka dan anjingnya. Dan aku menyukainya?!
Sandra berkata, “Aku seharusnya membiarkan dia berejakulasi di dalam mulutmu.”
Aku mendongakkan wajahku dengan penuh harap untuk berkata, “Anda harus. Ya, Anda harus membiarkan anjing Anda melakukan itu?!
Suami istri itu saling tersenyum. Sandra berkata, “Baiklah, betina yang cabul. Kalau kau memang ingin meminum dan mandi dengan air mani kekasihmu, aku mengizinkannya.”
Aku tersenyum senang dan mengangguk.
Tak lama kemudian, Bruno menyiramkan spermanya ke dalam mulutku. Dengan lahap aku menelannya. Sebagian lagi mengucur keluar dari mulutku dan jatuh melalui daguku ke dadaku yang telanjang. Semprotan air mani yang encer tapi pekat itu tersebar ke rambut dan seluruh wajahku, bahkan sampai ke bahu dan kedua payudaraku. Aku merasa puas sekali.
Sementara itu Parulian sejak awal mengabadikan adegan percintaan kami dengan sebuah handycam. Setelah selesai, dengan wajah dan badan yang berantakan karena basah kuyup oleh air mani anjing, aku tersenyum dengan manis ke arah handycam Parulian. Lidahku sesekali masih menjilati alat kelamin Bruno maupun air maninya yang membasahi jari-jariku. Sementara itu Parulian meng-close up wajahku selama beberapa saat.
Kupikir aku harus menunggu beberapa lama untuk memulai ronde berikutnya. Yang kutahu, seorang manusia lelaki bila telah mengalami orgasme akan menjadi lemas. Ternyata tidak demikian dengan kekasih hewanku. Kontolnya masih cukup keras. Sandra menyuruhku untuk menambah keras lagi kontol Bruno dengan mulutku. Aku melakukannya, dan dalam waktu singkat alat kelamin itu telah kembali ke ukuran maksimalnya. Aku merasa takjub dan senang memiliki kekasih yang perkasa seperti itu.
“Bagus. Nah, sekarang kita harus membuatmu dibuahi oleh sperma anjing”, kata Sandra yang merasa puas dengan pekerjaanku. Ia membimbingku ke sofa dan mendudukkan diriku di antara mereka berdua. Aku segera mengangkat kedua kakiku tinggi-tinggi dan mereka mengambil kakiku masing-masing satu dan mengangkangkan kakiku lebar-lebar, menawarkan memekku kepada Bruno. Bruno melompat menaiki tubuhku dan memegangiku dengan kedua kaki depannya tepat di bahuku. Tanganku menggapai ke bawah dan meraih kontolnya yang keras, serta membimbing ujungnya ke dalam lubang senggamaku.
Goyangan pinggul Bruno segera memompa kontolnya yang panjangnya hampir mencapai 16 cm ke dalam tempatnya, yaitu lubang memekku. Aku merintih-rintih kenikmatan dibuatnya. Aku kehilangan kontrol. Tak kusadari aku menjeritkan kata-kata kotor yang hanya pantas diucapkan oleh pelacur murahan yang tak bermoral. “Oh, ya.. Rasanya enak sekali.. Aaah, enak sekali dikawini anjing.. Ya, ya.. setubuhi aku terus. Pompa.. ya, pompa lagi anjingku.. kekasihku.. Oooh. Aku milikmu, setubuhi terus betinamu.. Oooh, hamili aku.. Hamili aku!”
Anjing itu terus memompaku dengan keras dan cepat selama sepuluh menit sebelum menyemprotkan air maninya yang banyak sekali ke dalam diriku. Aku dapat merasakan air maninya yang hangat menghujani rahimku. Aku baru menyadari kalau air mani anjing terasa lebih panas daripada air mani manusia.
Bruno berusaha menarik kontolnya dari dalam memekku setelah puas melampiaskan nafsunya terhadap diriku, tetapi ia tak bisa melakukannya. Kami telah terikat bersama. Kedua alat kelamin kami tak bisa dipisahkan.
Seekor anjing jantan memiliki buhul atau gumpalan yang besar di sekitar pangkal kelaminnya. Buhul itu dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa kontol si anjing jantan tetap berada di dalam memek betinanya dalam waktu yang cukup lama ketika mereka bersetubuh. Dengan demikian sperma si anjing jantan mempunyai cukup waktu untuk mencapai sel-sel telur betinanya. Tanpa mekanisme itu, sebagian besar air mani yang masuk ke dalam memek si betina akan langsung keluar lagi sehingga memperkecil kemungkinan si betina untuk hamil. Kedua sejoli ini baru bisa terpisah setelah kelamin si jantan mengerut kembali, dan ini memakan waktu antara 15 sampai 45 menit. Paling tidak demikianlah menurut berbagai literatur tentang perkawinan anjing yang sempat kubaca dalam rangka menghadapi perkawinanku dengan Bruno.
Dengan demikian aku sama sekali tak terkejut ketika kami tak terpisahkan setelah selesai bersetubuh. Justru peristiwa inilah yang kuharap-harapkan. Aku benar-benar menikmati saat-saat yang sangat intim tersebut. Belum pernah sebelumnya aku merasa begitu dimiliki dan dikuasai. Belum pernah juga sebelumnya aku merasa begitu pasrah menyerahkan diriku untuk dihamili, apalagi oleh seekor anjing. Pikiran-pikiran itu saja membuatku mengalami orgasme.
Sandra meletakkan kedua kaki depan Bruno di pundakku selama kami menunggu. Sementara aku mengelus-elus tubuh kekasih hewanku yang berbulu dan kami pun berciuman dengan mesra dan intim. Pasangan Sandra dan Parulian dapat melihat dengan jelas kedua alat kelamin kami yang saling terhubung.
Setelah kami berdua terpisah setengah jam kemudian, Parulian bertanya kepadaku, “Maria, apakah kamu benar-benar bisa mengatur suamimu supaya ia tak mendahului Bruno jika ingin menyetubuhimu?”
Aku memandang Parulian dan berkata, “Itu bisa membuat Anda terangsang, ya kan?”
“Ya. Itu membuat kami berdua terangsang.”
“Aku merasa senang jika memang demikian. Ya, aku percaya dapat melakukannya. Apa yang sebenarnya Anda inginkan?”
“Oke, kami akan sangat menyukainya jika kamu dapat menetapkan bahwa suamimu tak dapat mengintimimu sebelum Bruno mengintimimu. Dengan sepengetahuan kami tentunya.”
“Ada lagi. Kami ingin ada jaminan bahwa kau tak akan melanggar aturan itu. Kami tak dapat menerima jika kau berbohong dan berselingkuh terhadap anjing kami”, Sandra menambahkan.
“Tentu saja tidak. Apa usulan Anda untuk itu?”
“Sabuk kesucian, dengan kuncinya kami sendiri yang memegang.”
“Sabuk kesucian! Kedengarannya ide yang sangat bagus. Apakah Anda memilikinya?”
Sandra tersenyum dan berkata, “Tunggu sebentar.”
Ia kembali dengan sebuah alat yang aneh. Aku berdiri untuk memeriksa alat itu. Nampaknya seperti bagian bawah dari bikini tali, hanya saja terbuat dari kombinasi sabuk metal dan rantai besar yang terbentang di tengah-tengah sabuk itu. Sandra memakaikan sabuk itu di sekeliling pinggulku dengan erat dan melewatkan rantai itu dari bagian belakang sabuk melalui celah pantatku, terus menutupi lubang kemaluanku di bagian depan, lalu mengaitkannya kembali ke sabuk bagian depan dengan ketat dan menguncinya. Dengan kondisi seperti itu, aku benar-benar tak dapat lagi disetubuhi.
“Nah, begitulah. Kau tetap bisa pipis dan besar dengan sabuk itu terpasang pada tubuhmu. Hanya saja kau harus bekerja ekstra untuk membersihkannya. Kau selalu bisa datang kemari dan kami akan membukakan kuncinya.”
Aku segera pulang ke rumah setelah itu. Beni belum lama tiba di rumah dan baru saja hendak menonton TV sambil membawa beberapa kaleng bir dan sepiring cemilan. Ia terpaku di tempatnya dan memandangi sekujur tubuhku. Hampir saja kaleng-kaleng bir itu terlepas dari tangannya. “Sayang, apa yang terjadi?”
Aku berjalan ke arahnya. Pandangan kedua mata suamiku tertuju pada alat yang terpasang pada selangkanganku, lalu pada cairan yang mengalir menuruni kedua kakiku.
“Ini air mani anjing, Beni. Aku baru saja bersetubuh dengan anjing tetangga kita.”
Aku segera berlalu dari hadapannya menuju pancuran untuk mandi membersihkan diriku. Beni mengikutiku persis seperti yang kuharapkan. Sementara itu aku menyalakan kran air dan mulai mandi di bawahnya.
“Maukah kau memperjelas apa yang kau katakan barusan?”
“Kata-kata apa yang tidak kau mengerti?”
“Kau bersetubuh dengan seekor anjing?”
“Bagus, Beni. Kurasa kau mengerti maksudku.”
“Mengapa?”
“Karena ia menyetubuhiku lebih baik dan lebih lama daripada kamu. Ia adalah pemain seks yang hebat. Aku adalah betinanya. Ia adalah kekasihku. Ada pertanyaan yang lain?”
“Apakah tetangga kita tahu?”
“Justru merekalah yang merencanakannya. Tugasku adalah melayani anjing mereka. Dan aku mengerjakan tugasku dengan sungguh-sungguh.”
“Lalu alat apa itu dan kenapa kamu berkeliaran bugil di luar?”
“Aku tidak bugil. Aku mengenakan sabuk kesucian.”
“Sabuk kesucian? Itu kan untuk perawan-perawan di zaman dulu.”
“Bukan, sabuk ini untuk mencegah kontol yang tak berhak mengakses memek dan lubang pantat yang sudah dimiliki secara pribadi.”
“Siapa yang memegang kuncinya?”
“Keluarga Sandra dan Parulian, tentu saja.”
“Lalu bagaimana caranya kalau aku ingin menyetubuhimu?”
“Yah, itulah masalahnya. Tetangga kita mempunyai aturan. Bruno, anjing mereka, akan selalu mendapat jatah pertama. Kau baru boleh menyetubuhiku setelah itu. Mereka bilang mereka mau saja mengizinkanmu untuk menyetubuhiku selama kamu mau mengikuti aturan ini dan aku sudah menjamin mereka dan mengatakan pada mereka bahwa mereka tak perlu khawatir.”
Aku sebetulnya agak terkejut (sekaligus gembira) ketika Beni ternyata tidak bereaksi negatif. Pandangan matanya tak terlepas sedikit pun dari sabuk kesucianku. Ia memintaku untuk menjelaskan secara rinci kejadiannya. Birahinya yang menggebu mengkhianati perasaannya yang seharusnya timbul akibat perbuatanku mengambil seekor anjing sebagai kekasih. Aku pun memberinya penjelasan secara rinci tentang semua peristiwa yang terjadi dan efeknya terhadap diriku. Ia hampir saja berejakulasi di celananya ketika kusebutkan bahwa Bruno akan selalu mendapatkan jatah memek yang segar dan bersih, sedangkan ia akan selalu mendapatkan bagian sesudahnya hanya jika pasangan Sandra dan Parulian merasa puas dengan penerimaannya yang total dan sungguh-sungguh atas aturan yang berlaku ini. Malamnya, ia sudah sangat siap untuk menelepon keluarga Sandra dan Parulian dan menjelaskan bahwa ia sudah memahami peranannya.
Aku hampir-hampir mengalami orgasme hanya mendengarkan suamiku memberi tahu mereka bahwa ia akan selalu mendahulukan Bruno dan bahwa aku adalah kekasih dan betina si Bruno yang nomor satu. Mereka lalu menyuruh Beni untuk membawaku ke sana untuk dikawini lagi oleh Bruno.
Beni pada awalnya tak suka berjalan bersamaku yang hanya mengenakan sabuk kesucian, tapi aku tak memberinya pilihan lain. Selesai berkenalan dengan suamiku, pasangan Sandra dan Parulian melepaskan sabuk kesucianku dan menyuruhku merendahkan diriku dalam posisi merangkak untuk memberikan pelayanan seks oral kepada anjing mereka di depan suamiku.
Setelah itu Bruno menyetubuhiku dari belakang dengan gaya anjing dan mengisi peranakanku dengan benih-benihnya. Seperti sebelumnya, setelah usai aku terikat dengan Bruno selama sekitar setengah jam. Beni sepenuhnya menikmati, menontonku kawin dengan hewan liar itu. Begitu aku dan Bruno terpisah, pasangan Sandra dan Parulian menyerahkan sebuah kalung anjing kepada Beni yang langsung memasangkannya di leherku. Mereka menyuruh Beni supaya aku selalu mengenakan kalung anjing itu. Kalung itu mempunyai sebuah tempat nama yang menggantung dengan tulisan “Betina si Bruno” yang tertulis di kedua sisinya dengan huruf-huruf besar yang mudah dibaca dari jarak beberapa meter. Aku mengenakan kalung itu dengan bangga dan bermaksud untuk memakainya terus setiap saat. Parulian mengaitkan seutas tali ke kalung anjingku dan menyerahkan ujungnya kepada Beni.
Sejak saat itu, Beni tak pernah menyetubuhiku sebelum Bruno mendapatkan bagiannya. Jika masa suburku tiba, minimal selama tiga hari aku selalu menginap di rumah keluarga Sandra dan Parulian supaya bisa kawin setiap saat dengan anjing mereka. Juga untuk meyakinkan bahwa tak ada benih suamiku yang bisa menghamiliku selama masa itu. Aku mencintai suamiku, aku senang menjadi istrinya dan sama sekali tak mempunyai keinginan untuk bercerai dengannya, tapi aku juga sudah tak ingin lagi memiliki anak darinya karena aku sudah mempunyai kekasih baru, Bruno. Jika aku harus hamil, biarlah itu berasal dari benih anjing kekasihku.
Selama aku menginap di rumah keluarga Sandra dan Parulian, aku tak pernah mengenakan pakaian apa pun kecuali kalung anjingku. Bahkan ketika pergi ke rumah mereka pun aku tak membawa pakaian secuil pun. Demikian pula ketika aku pulang kembali ke rumah suamiku setelah masa suburku lewat.
Beni tampak senang menjalani kehidupan seperti itu. Kami mulai memiliki segudang koleksi foto dan video tentang kehidupan cintaku bersama Bruno, kebanyakan berisi adegan-adegan percintaan seksual secara eksplisit. Kadang-kadang Beni serta pasangan Sandra dan Parulian membawaku dan Bruno ke hutan kecil dekat rumah kami untuk berjalan-jalan. Kami pergi bermobil ke sana dan memarkir mobil di pinggiran hutan, lalu berjalan kaki masuk ke dalamnya. Tentu saja aku tak mengenakan apa-apa kecuali kalung anjingku dan seutas tali kekang yang terkait padanya. Lalu mereka bertiga berjalan-jalan mengelilingi hutan sambil memegang tali-tali yang terikat pada leherku dan leher Bruno. Aku diperlakukan sama seperti anjing karena aku adalah betina Bruno. Jika Bruno tiba-tiba muncul birahinya maka ia akan segera mengawiniku saat itu juga tanpa mempedulikan tempatnya. Sementara itu suamiku serta pasangan Sandra dan Parulian pun akan berhenti sejenak dan mengabadikan seluruh adegan itu dengan kamera dan handycam mereka.
Yah, begitulah kehidupan seekor anjing. Dan aku sangat menikmatinya!
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
1474