Pemerkosa Kualat
Aku adalah seorang preman.
Pembaca, mungkin anda kaget mendengarkan pengakuanku ini. Tapi,
itulah kenyataannya. Kalau pengertian “preman” adalah orang bebas
(freeman) maka aku memang benar-benar bebas, tidak terikat jam kerja
kantor, tidak perlu takut dibentak-bentak bos dan hal-hal
menyebalkan lainnya. Kenapa ? ha….anda pasti sudah bisa
memperkirakan. Sebabnya adalah karena aku adalah seorang
pengangguran. Salah satu dari ribuan pengangguran di ibu kota
tercinta kita.
Ini bermula setelah aku lulus SLTA di kampungku dua tahun yang lalu,
aku berkelana ke Jakarta dengan segudang harapan untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik.Tetapi, seperti sudah menjadi cerita
klasik di Jakarta, semua angan-anganku itu terempas habis. Setelah
berpuluh-puluh kantor kudatangi dan kuajukan lamaran, ternyata tidak
ada satupun yang menanggapi. Ijazah SMA yang begitu dibanggakan di
kampungku, di Jakarta ternyata tidak ada harganya sama sekali.
Setelah lelah dan hampir putus asa, akhirnya aku mendapat pekerjaan
juga. Bukan pekerjaan kantor, tetapi menjadi supir tembak mobil
angkutan kota (angkot ) di salah satu jalur di Jakarta selatan.
Supir sebenarnya adalah temanku satu kampung di Pulau kami, dan
karena kebaikan hatinya ia mau membagi kesempatan mengemudi
angkotnya dan berbagi pendapatan denganku. Lumayanlah, dapat juga
sedikit uang untuk menyambung hidup di Jakarta.
Tetapi bagaimanapun, hidup ini tetap berat. Trayek angkot yang
kupegang ini bukanlah trayek gemuk, sehingga kesempatanku untuk
menjadi supir tembakpun tidak terlalu banyak. Akhirnya aku lebih
sering nongkrong di terminal di mana angkot trayekku bersarang,
duduk mencangkung sambil memikirkan nasibku yang kuanggap super sial
ini. Dan Rudi, si pengemudi angkot temanku itu juga sering duduk
mencangkung menemaniku karena begitu sepinya penumpang.
Pada waktu duduk mencangkung berdua seperti itu, tidak jarang
pembicaraan kami melantur ke mana-mana. Bagaimanapun kami masih muda
(25 tahun) sehingga pembicaraan mengenai seks bukan hal yang aneh.
Apalagi dengan suasana yang menekan seperti ini, obrolan jorok
merupakan cara yang paling bagus untuk melupakan kesumpekan.
Berbagai topik mengenai seks sudah kami bicarakan, tetapi semuanya
yah……cuman omong doang. Kami tidak pernah bisa merealisasikannya.
Kami belum punya pacar, karena kami takut kalau pacaran pasti perlu
dukungan duit yang cukup. Ke pelacuran, sama saja. Dari mana kita
dapat duit untuk membayar perempuan macam begitu. Serba susah. Untuk
makanpun sudah susah, apalagi untuk hal-hal lain.
Jadi, di sinilah kami. Duduk mencangkung sambil merokok (itu
satu-satunya kenikmatan yang mati-matian kami usahakan untuk
mendapatkannya). Di depan kami berlalu lalang ratusan calon
penumpang, semuanya sibuk dengan pikiran dan permasalahannya sendiri.
Tidak jarang kami melihat calon penumpang yang cantik, dengan tubuh
bahenol melintas. Biasanya kalau sudah lewat yang macam itu
pembicaraan kami pasti mulai berkembang ke arah yang serba jorok.
Mulai saling terka apakah cewek itu masih perawan atau tidak, berapa
ukuran branya, sampai kira-kira posisi bersetubuh yang paling enak
dilakukan bersamanya.
Setiap hari berbicara seperti itu, pikiran kami semakin pusing saja.
Keinginan untuk berhubungan dengan perempuan, benar-benar mendesak
untuk dipenuhi. Tapi apa daya ? benci betul aku dengan segala
ketidak berdayaanku ini. Sampai akhirnya,si Rudi temanku
mengeluarkan ideenya yang gila untuk memenuhi impian kami berdua
mengenai perempuan. Ideenya benar-benar gila sehingga aku terhenyak
mendengarnya.
“Sin, kita perkosa cewek saja ya” katanya tiba-tiba, di tengah acara
nongkrong kita ( o ya, namaku Tosin. Aku lupa memperkenalkan diri
sejak tadi).
Aku menengoknya dengan pandangan kaget :”elu ngaco ah” kataku :”
cari perkara saja. Kalau mau bergurau cari cara yang lain saja deh.”
Tapi si Rudi menggeleng. Tidak seperti biasanya, ia kelihatannya
serius sekali :” bener Sin, aku nggak bergurau. Kita cari cara
memerkosa yang paling aman, pokoknya kita puas dan risikonya sekecil
mungkin."
Lalu ia mulai menceritakan rencananya. Setiap hari, kira-kira pukul
22.00 malam angkotnya selalu dinaiki seorang gadis yang “tubuhnya
aduhai sekaliii..” (ini menurut kalimatnya si Rudi lho ). Dia
rupanya mahasiswi atau siswi kursus apalah tidak jelas, tetapi ia
selalu pulang malam sendirian dengan angkot si Rudi. Ia selalu
berhenti di perempatan di tengah perjalanan angkot kami, sehingga
Rudi juga tidak tahu di mana rumahnya. Kelihatannya ia meneruskan
perjalanan dengan menumpang angkot lain lagi yang menuju rumahnya.
“Jadi, serba rahasia” kata si rudi, mulai bersemangat :’ maksudku,
kita bekap dia di depan lapangan bola, lalu kita mainin di bedengnya
si Meeng. Kalau sudah selesai kita tutup matanya, kita putar-putar
dan kita buang di tengah jalan.” Si meeng adalah kuli bangunan teman
kami, yang tinggal di bedeng di pinggir lapangan bola. Sekarang
bedengnya memang lagi kosong karena Meeng lagi pulang kampung.
Enak aja, pikirku :”emangnya dia tidak mengenal dan mengingat kamu ?
kan dia tiap hari naik angkotmu, pasti dia lihat dan kenal kamu.
Selesai kita makan dia pasti lari lapor ke polisi ” Rudi menggaruk-
garuk kepalanya. Benar juga, mungkin begitu pikirnya. Akhirnya dia
kehilangan semangat untuk meneruskan membahas rencananya.
Tetapi semua keadaan berubah seminggu kemudian. Di hari senin yang
naas, angkot kita menabrak sebuah mobil Honda civic hitam sehingga
bumper belakang mobil itu penyok ke dalam. Itu benar-benar kesalahan
si Rudi, sehingga dia tidak bisa mengelak lagi ketika si pemilik
mobil meminta pertanggung jawabannya untuk memperbaiki mobilnya di
bengkel. Saat kami di bengkel dan pemilik bengkel mengkalkulasi
biaya perbaikannya, wajah Rudi pucat seketika. Satu juta rupiah!!
aduh mak, dari mana kita mendapat duit sebanyak itu. Tetapi Rudi
tidak bisa menolak. KTP dan SIM-nya ditahan oleh pemilik mobil dan
baru akan diberikan ketika mobilnya sudah selesai direparasi dan
Rudi membereskan pembayarannya.
Akhirnya, dengan segala daya upaya si Rudi dapat meminjam uang
sebesar satu juta untuk membayar perbaikan itu. Itupun dengan
setengah mengemis (atau juga setengah mengancam) pada beberapa orang
yang dikenalnya. Ia memasukkan uang yang sangat berharga itu pada
amplop dan dengan hati-hati menyelipkan di kantong celananya.
Sore itu, kami nongkrong di tempat biasanya. Rudi mencangkung di
sebelahku, matanya merah dan wajahnya kucel. Pasti pikirannya penuh
dengan masalah bagaimana ia harus mengembalikan hutang yang (menurut
ukuran kami) segunung itu. Berkali – kali ia menghela napas,
menyedot rokok dengan keras dan menggaruk-garuk kepalanya. Aku tidak
berani memberi komentar sama sekali, takut kalau salah ngomong dia
akan semakin ruwet pikirannya.
Akhirnya setelah hampir satu jam saling berdiam diri, Rudi berdeham
dan berkata serak :” Sin, aku mau pulang saja ke kampung. Nggak kuat
aku di Jakarta” lalu ia menceritakan rencananya dengan cepat. Dia
mau lari saja besok langsung ke Pulau kami, tidak bilang pada
siapa-siapa. Tentunya setelah masalah pembayaran ke bengkel beres
dan dia telah mendapatkan lagi SIM dan KTPnya. Masalah bayar utang,
sebodo amat. Dia akan membayarnya kapan-kapan saja dari kampung
kalau sudah punya duit.
Tapi dia ingin membalas dendam pada kota yang kejam ini, ”kota ini
sudah menodai kita, Sin” katanya”, sebelum aku pergi, aku mau
menodai salah satu warganya. Biar tahu rasa.” Lalu dengan nada emosi
ia mengutarakan rencananya untuk memperkosa si cewek bahenol
penumpang angkotnya, seperti rencananya dahulu. Toh tidak perlu
takut lagi dikenal, karena dia akan lari pulang besok. Masalah aku ?
terserah saja. Kalau aku mau ikut hayo….kalau nggak, ya terserah.
Begitulah katanya.
Setelah menimbang-nimbang untung ruginya, aku sepakat untuk ikut.
Aku memutuskan untuk ikut pulang saja ke kampung, percuma hidup di
Jakarta. Aku toh tidak punya gantungan apa-apa di jakarta ini, jadi
bebas saja. Jadi, kalau bisa merasakan tubuh gadis Jakarta sebelum
angkat kaki, apa salahnya….
Nah, begitulah awal mulanya. Setelah sepakat bulat, malam harinya
aku ikut Rudi nongkrong di angkotnya (biasanya aku tidak pernah ikut
narik malam hari). Pukul sembilan tiga puluh malam, terminal sudah
sepi dan udara sangat dingin karena hujan rintik-rintik. Hampir
tidak ada penumpang yang datang, hanya beberapa pedagang rokok yang
duduk meringkuk di bedengnya. Aku hampir putus asa menungu kehadiran
bidadarinya si Rudi, sampai akhirnya….
“Itu dia..” bisik Rudi bersemangat. Aku menengok ke arah yang
ditunjuknya, dan aku terbelalak. Di bawah terang lampu mercury aku
melihat seorang gadis berjalan santai, memakai celana jeans selutut
dan kaos putih, ditutupi jaket parasut hijau. Rambutnya sebahu,
wajahnya cakep betul (sepertinya indo). Tapi yang paling
membelalakkanku adalah tubuhnya. Untuk ukuran gadis Indonesia, dia
sangat tinggi (mungkin hampir 172 cm). Tubuhnya sangat atletis,
bahkan agak cenderung kekar.Aku hampir pasti dia seorang atlit. Cara
berjalannya juga seperti berderap, cepat dan tegas. Mulutnya
bergerak-gerak terus, sepertinya sedang mengunyah permen karet.
Dengan cepat ia naik ke angkotku, memilih duduk di depan di sebelah
si Rudi. Tepat sekali seperti rencana, pikirku. Aku duduk di
belakang, dan karena antara bagian depan dan belakang angkot ini
tidak ada kaca pembatas maka aku dapat melihat calon korban kami
dengan lebih jelas lagi.
Memang dia cantik betul, tetapi….ada sesuatu yang menggelisahkanku.
Entah apa. Tetapi aku punya perasaan bahwa sesuatu yang tidak beres
akan terjadi.
“Selamat malam No..on…” kata Rudi dengan gaya disopan-sopankan. Sok
yakin kalau si cewek ini mengenalnya. Aku duduk meringkuk di bangku
belakang, tepat di belakang Rudi. Aku memakai topi yang kusungkupkan
ke wajahku. Bagaimanapun juga, aku masih kuatir kalau korbanku ini
mengenaliku nanti. Di balik jaketku aku menyimpan sebilah belati.
“Selamat malam” sahut si cewek. Aduh mak, suaranya juga agak berat,
hampir seperti suaranya penyanyi January Christy itu lho. Tetapi
malah suaranya itu semakin menambah keseksiannya. Aku merasa nafsuku
mulai naik. Yah, maklumlah, dua tahun di Jakarta tidak pernah
berhubungan dengan cewek, hanya berani mengkhayal dan onani tiap
hari….
Si Rudi segera menstarter angkotnya dan mobil tua itu mulai bergerak
maju. ini berbeda dengan biasanya ( Rudi biasanya paling anti
menjalankan angkotnya sebelum penumpang penuh). Mobil kami bergerak
ke luar terminal, berbelok ke kiri dan melaju di jalan raya. Rupanya
si cewek merasakan juga perubahan ini :”lho, kok masih kosong sudah
jalan, bang?” katanya,. Suaranya yang berat dan seksi tersebut cukup
ramah terdengar. Nafsuku semakin naik.
“Iya non, soalnya sudah malam, sekalian pulang. Saya sudah ngantuk”
kata Rudi dengan sopan. Mobil tua ini melaju terus, melewati masjid
raya, supermarket HERO yang sudah tutup, dan tiba-tiba dengan cepat
berbelok ke jalan kecil di kiri. Ini bukan jalur trayek kami, jalan
di kanan kiri kosong dan sangat gelap. Kami melewati lapangan bola
yang sudah kami rencanakan sebagai tempat pelaksanaan rencana kami.
Di kejauhan terlihat samar-samar gubuk si Meeng yang terletak di
sudut lapangan bola, dikelilingi tanaman bambu.
Si cewek kelihatan kaget :”lo, bang, kemana kita? Ini kan bukan
jalan biasanya?” ia melihat ke kanan kiri yang sangat gelap. Dari
suaranya terasa keheranan dan kebingungan yang merebak. Rudi
menukas, kini dengan suara dingin :” tenang aja non, pokoknya non
nggak usah ngelawan. Kita nggak ingin menyakiti non kok” Rudi
terkekeh :’malah kita akan memberi non kenikmatan. Percaya deh”.
Aku yang duduk di belakang segera bertindak cepat. Tanganku
mengambil pisau di balik jaketku dan menodongkan ke lehernya yang
jenjang dan putih :” betul non” kataku :”ikuti saja kami, pokoknya
nikmat dan puas. Sekarang non turun dari mobil ini . Cepat !”.
Dengan tetap kebingungan, si cantik itu turun dari angkot dan segera
kami ikuti. Rudi dengan cepat memegang tangan kirinya dan aku
memegang tangan kanannya. Dengan dibimbing oleh kami berdua dan
dengan pisau yang tetap mengarah ke lehernya, si cewek itu kami
gelandang ke gubuk si Meeng di pinggr lapangan bola.
Gubuk itu gelap sekali dan kotor. Setelah kami masuk, Rudi
menyalakan lampu minyak di dinding dengan korek apinya. Terlihat di
depan kami ada kasur yang digeletakkan di lantai, sebuah meja reyot
dan kursi yang sama reyotnya. Di sepanjang dinding tergantung
alat-alat kerja si Meeng, antar lain palu, gergaji dan segulung tali
kasar dari sabut kelapa. Bau apak dan pengap menyergap ke dalam
hidung kami.
Dengan pura-pura kasar kami mendudukkan si cewek di kursi. Kami
berdua berdiri di sebelahnya, agak canggung juga dengan apa yang
akan kami lakukan. Aku tetap menodongkan pisauku ke lehernya. Si
cewek tampak memandang kami, anehnya matanya lebih menampakkan
kebingungan daripada ketakutan, ” kalian…., apa yang kalian
inginkan?” tanyanya sambil menatap kami berganti-ganti, "kalau mau
uang, gih ambil saja di tas saya ini. Ambil aja semua……saya nggak
apa-apa kok”. Ia menunjuk tas tangan merk versace yang sekarang
terletak di meja.
Si Rudi berdeham,dan mengeluarkan suara yang dibuat seperti
mengancam, ” he…., kamu kira kita ini perampok kampungan apa begitu
? kita nggak perlu duitmu, tahu? Kita pingin ngerasain tubuhmu yang
bahenol ini. Kita akan sedot seluruh kenikmatanmu, tahu ? jangan
ngelawan !!” sambil nyerocos begitu si Rudi meluncurkan tangannya ke
dada si cewek dan meremas buah dadanya dengan kasar. Aneh, si cewek
sama sekali tidak menghindar. Dia diam saja ketika si Rudi
meremas-remas buah dadanya yang kelihatan cukup besar. Matanya tetap
memandang kami berganti-ganti.
“Jadi….. jadi……kalian ingin memperkosaku ? begitu ? “ walah, to the
point banget pertanyaannya. Tapi anehnya tidak ada kesan takut di
wajahnya. Malah sekilas kulihat bibirnya menyungging senyum. Rudi
juga tampak kebingungan melihat respons si cewek ini, sehingga ia
harus berdeham dahulu sebelum menjawab :” eh…..kamu jangan norak
gitu. Kalau kamu mau sama mau, kan namanya bukan diperkosa ?
pokoknya kamu nurut saja, nanti tidak ada yang disakiti. Ngerti ?”
Rudi membentak. Tetapi dari nada suaranya jelas bahwa bentakannya
itu cuma dibuat-buat, untuk menutupi kebingungannya.
Tetapi respons si cewek benar-benar mengagetkan kami. Tiba-tiba ia
tertawa terkikik dan berkata ceria :” waah….. asyiikk…”. Kami berdua
melongo mendengarnya. Lha, ini ada cewek mau diperkosa kok malah
bilang asyik!. Belum hilang keheranan kami, tiba-tiba tanpa diduga
si cewek itu menjulurkan tangannya dengan sangat cepat dan menepis
pisau yang ada di tanganku. Aku dengan reflek berusaha menghidar,
namun terlambat. Tangannya yang halus dan mulus itu mencengkeram
pergelanganku, dan dengan kekuatan yang sangat luar biasa
meremasnya. Rasa nyeri dan ngilu luar biasa menyerang pergelanganku.
Aku berteriak dan menjatuhkan pisau di tanganku. Belum lagi pisau
itu jatuh di lantai, si cewek dengan sigap menangkapnya dengan
tangan kanannya.
Rudi melongo dan terperangah melihat kejadian yang tidak diduga-duga
ini. Dan sebelum dia sadar, si cewek melompat dan menendang perut
Rudi sedemikian kerasnya sehingga aku mendengar suara tersedak
seperti orang mau muntah. Rudi terpelanting dan terbanting menabrak
tembok papan di belakangnya. Sebuah ember yang digantung di papan
persis di atas kepalanya jatuh dan menghantam kepalanya. Ia jatuh
terduduk dan tampak sangat pusing dan kesakitan.
Si cewek kuntilanak itu terus beraksi. Ia memelintir lenganku yang
masih dipegangnya, sehingga aku berteriak kesakitan. Didorongnya
tubuhku sedemikian kerasnya sehingga aku jatuh berdebam ke depan.
Mulutku nyungsep di lantai tanah, rasanya sakit sekali. Cewek itu
terkikik-kikik (benar-benar mirip kuntilanak) dan kini ia bergerak
ke dinding. Diambilnya gulungan tali sabut kelapa di dinding
(biasanya dipakai si Meeng untuk tali pagar), dan dengan gerakan
kilat mengikat tangan kami di belakang punggung. Aduh, kami sekarang
betul-betul jadi tawanan.
Si cewek itu sekarang berdiri di depan kami yang duduk menggelosor
di lantai,tubuhnya yang bongsor menjulang tinggi. Ia menendang kami
dengan mata liar, ” he, denger nih kalian berdua” katanya, ” kalo
elu pikir bisa memperkosa gua, lo cuman ngimpi doang. Sebaliknya,
gua sekarang yang akan perkosa elo” dia terkikik-kikik :” gua sudah
lama berfantasi memperkosa dua cowok, nggak pernah kesampaian. Eh,
sekarang ada yang menawarkan diri. Ini namanya pucuk dicinta ulam
tiba. Kita mulai yok” katanya. Dan dengan gerakan sangat cepat ia
membuka celana dan jaketnya.
Sewaktu dia membuka jaket parasutnya, kulihat terdapat tulisan di
punggung kaos t shirtnya. Dengan terkejut aku membaca :” PERGURUAN
BELA DIRI …..” (aku sensor, nanti ada yang tersinggung ). Namun yang
sangat mengerikan adalah tulisan di bawahnya ”PELATIH”. Aduh mak,
ternyata kita mau memperkosa pelatih silat ! dasar si Rudi brengsek,
mau perkosa cewek saja tidak milih-milih dahulu. Habislah sudah
kita, pikirku. Dasar kita orang malang, orang celaka, orang……….
“Bangun !” bentak si cewek, membuyarkan lamunanku. Ketika aku
menengoknya, astaga, dia sudah telanjang bulat di depan kami.
Tubuhnya benar-benar bagus, kulitnya mulus, buah dadanya yang besar
tegak menantang meskipun tanpa disangga bra. Perutnya benar-benar
ramping tanpa lemak, dan pahanya yang putih mulus tegak panjang
seperti kaki belalang. Dan pandanganku segera mengarah ke
selangkangannya : tampak segunduk kecil bulu kemaluan berwarna
kehitaman, hanya sedikit saja di atas bibir kemaluannya. Bagian lain
kemaluannya bersih tanpa bulu, berwarna kemerahan dan sangat mulus.
Aduh, dalam keadaan biasa aku pasti sudah konak setengah mati.
Tetapi dalam kondisi sekarang, rasanya sulit untuk sekedar
membangkitkan nafsu. Apalagi di tangan si kuntilanak itu masih
tergenggam pisauku yang terhunus.
Rudi seperti dicocok hidungnya menuruti perintah si dewi kuntilanak
itu. Dengan susah payah ia mengangkat badannya sehingga kini ia
dalam posisi duduk menggelosor di lantai. Wajahnya penuh ketakutan
menunggu apa yang akan terjadi.
Cewek itu tertawa terkikik kikik melihat ekspressi Rudi, yang
bercampur antara memelas dan takut. Tangannya mengelus-elus rambut
Rudi yang ikal :” jangan takut sayaaang…….aku Cuma mau kamu
menghisap kenikmatanku kok” katanya, menirukan ancaman kami tadi.
Tiba – tiba ia menarik rambut Rudi ke belakang sehingga wajahnya
mendongak :” sekarang, kalau kamu mau menghisap kenikmatanku,
nih….hisaplah”. Ia bergerak ke depan, ke kepala Rudi. Tangan yang
satu tetap menarik kepala Rudi ke belakang, sedang tangan lainnya
meraba ke kemaluannya yang kini hanya beberapa senti saja di depan
wajah Rudi. Jemarinya yang lentik dan mulus dengan lembut
membelai-belai bulu kemaluannya yang tidak begitu lebat itu, dan
akhirnya jari tengah dan telunjuknya membuka bibir kemaluannya
lebar-lebar.
Aku dapat melihat bagian dalam kemaluannya yang sangat merangsang,
berwarna merah muda dan tampak basah. Ia merendahkan badannya
sehingga kini kemaluan itu benar-benar menempel di mulut Rudi.
Kulihat mata temanku membelalak, napasnya megap-megap karena sulit
menarik udara bebas. Hidungnya tersumbat oleh kemaluan cewek ganas
itu. “ Ayoo, monyong, cepetan keluarkan lidahmu” kata si cewek
memerintah. Napasnya juga kedengaran memburu, tampaknya ia sangat
terangsang. Kulihat Rudi menuruti perintahnya, menjulurkan lidahnya
panjang-panjang dan mulai menyapukannya ke bibir dan bagian dalam
kemaluan si cewek itu.
Pemandangan selanjutnya sungguh menakjubkan (sekali lagi, dalam
situasi lain aku pasti sudah sangat terangsang ). Si cewek
menggerak-gerakkan pinggulnya ke depan dan ke belakang, sehingga
kemaluannya bergesekan lebih keras dengan lidah Rudi. Mulutnya
mendesis – desis menahan kenikmatan, ” ooh….hebat kamu. Terus,
jilatiin….masukin lidahmu ke dalam lobangku”. Rudi tampaknya
menurut, ia menegangkan lidahnya dan mengarahkan ke lobang kemaluan
si cewek. Kini gerakan si kuntilanak berubah, tidak maju mundur lagi
tetapi ke atas dan ke bawah.
Aku melihat lidah Rudi keluar masuk lobang kemaluannya, yang semakin
lama tampak semakin basah, "aaah…. enak, enak,…. lidahmu enak. Ayo
terus”, desah si cewek tidak terkontrol lagi. Tangannya yang
memegang kepala Rudi tampak bergetar, dan akhirnya pisau yang
digenggamnya jatuh berdenting ke lantai. Kesempatan bagus, pikirku.
Aku mulai bergerak ke arah pisau itu, tetapi langsung berhenti
karena si cewek memandangku dengan pandangan penuh ancaman. Tanpa
menghentikan goyangannya, ia mendesis padaku :” awas, jangan coba
yang aneh-aneh. Gua akan gorok leher lo kalau berani-berani ambil
itu pisau “. Mendengar ancaman itu langsung nyaliku ciut dan
kuurungkan niatku.
Tampaknya si cewek sudah puas dilayani oleh lidah Rudi. Ia
mengangkat pinggulnya dan berhenti sejenak dengan napas
tersengal-sengal, ”Huaaduuh… enak sekali. Tetapi aku belum keluar
nih. Kamu harus bikin aku keluar yah.” Dan dengan berakhirnya
perkataan itu, sekali lagi ia merendahkan tubuhnya dan menempelkan
kemaluannya ke mulut Rudi. Kali ini benar-benar menempel, tidak ada
ruang sedikitpun untuk bernapas bagi si Rudi.
Si cewek menggerakkan pinggulnya ke depan dan kebelakang dengan
cepat dan liar, ”sekarang hisap. Ayo hisap!” perintahnya pada si
Rudi. Temanku yang malang itu tidak bisa mengelak lagi, disedotnya
kemaluan si cewek begitu rupa sehingga kulihat pipinya cekung ke
dalam :” aaghh….hisap terus. Monyet, mulutmu enak sekali “ si cewek
benar-benar kehilangan kontrol, seluruh tubuhnya yang telanjang
bergoyang-goyang dan bergetar, merasakan rangsangan yang sangat
hebat di kemaluannya.
Akhirnya, tak lama kemudian, ia mengejan dan mengeluarkan teriakan
yang (benar-benar) keras. Mulutnya mendongak ke atas :” aaaww….. aku
keluaar….. auuu…” aduh, kalau saja gubuk si Meeng ini tidak begitu
jauh dari rumah penduduk, pasti suara teriakan itu akan terdengar.
Tapi namanya juga gubuk di tengah lapangan bola, sudah hampir tengah
malam lagi, pasti tidak ada yang mendengar.
Aku melihat si cewek sekarang berdiri tegak ( aduh, siapa sih
namanya? Penasaran betul aku untuk mengetahuinya ). Wajahnya merah,
napasnya terengah-engah. Buah dadanya yang tegak menantang tampak
semakin tegak, kedua putingnya yang berwarna coklat kemerahan tampak
tegang karena terangsang. Kedua tangannya mengelus-elus kemaluannya,
yang kini tampak sangat basah, belepotan dengan air maninya yang
menetes-netes ke bawah.
Aduh mak, belum pernah aku melihat wanita orgasme dengan cairan
sebanyak itu ! aku melihat wajah si Rudi, yang tetap mendongak ke
atas. Astaga, wajahnya (bukan Cuma mulutnya lho) benar-benar
belepotan dengan cairan orgasme si cewek. Ekspresi wajahnya sungguh
tidak bisa ditebak, antara bingung, takut, tetapi (tampaknya) juga
sangat terangsang. Matanya nanar dan terus memandang kemaluan si
cewek yang sekarang agak jauh dari wajahnya. Ia tampaknya juga
mendambakan sesuatu yang lebih dari barang indah yang baru saja
dikulumnya tadi itu.
Si cewek tersenyum melihat ekspresi si Rudi :” kamu puas juga yah?
Kamu minta lagi ?” tanyanya genit. Rudi diam saja. Ia malah
pelan-pelan menurunkan pandangan matanya dan menundukkan kepalanya.
Si cewek tampaknya tersinggung melihat itu :” kamu nggak suka yah ?
kurang ajar kamu, dasar cowok pemerkosa sialan !”
dan…plaaak…..sebuah tamparan yang sangat kuat mendarat di pipi Rudi.
Temanku yang malang itu berteriak, dan terjengkang ke belakang.
Tangannya yang masih terikat di punggung menyebabkan ia tidak dapat
berbuat apa-apa untuk melawan. Kini ia telentang tanpa daya di
lantai tanah yang kotor.
Si cewek sekarang melompat dengan ganas, mengangkang di atas tubuh
Rudi yang telentang. Sekali lagi kemaluannya mendekati wajah Rudi :”
kalau kamu nggak puas sama yang tadi, nih…nih…gua kasih yang
lain….yang lebih banyak”. Dan astaga, kulihat cairan deras keluar
dari kemaluannya, menyemprot ke wajah Rudi. Si kuntilanak itu
kencing ! kulihat wajah temanku yang malang itu bergerak ke kiri ke
kanan, berusaha menghindari semburan cairan yang menyemprot itu.
Tetapi tentu saja tidak berhasil. Akhirnya ia pasrah, diam saja
sambil menutup matanya. Kulihat wajahnya lucu sekali, seperti hampir
menangis.
Si cewek itu tetap berdiri di atas kepala Rudi, mulutnya
terkikik-kikik melihat wajah Rudi yang serba memelas :’haaah…rasain
lo ! dikasih yang enak pura-pura nggak suka…..sekarang gua kasih
yang super pesing dan asin…” kemudian ia bergerak menjauh, kakinya
menendang kepala Rudi yang masih telentang :” tuh, tidur sana.
Sementara gua udah abis sama elo”. Si cewek sekarang memutar
tubuhnya, dan dengan ngeri kulihat ia memandang wajahku dengan penuh
nafsu :” masih ada satu lagi nih, makanan gua” katanya. Tangannya
mengambil lagi pisau yang tadi terjatuh kelantai, dan dengan langkah
pelahan berjalan ke arahku. Aku serasa melihat seorang algojo
datang, siap mencabik-cabik tubuhku yang malang ini.
“ Ja…jangan mbak…” kataku ketakutan, ketika ia telah mencapai
tubuhku. Ia memandang heran :”lho, emangnya kenapa? Aku juga mau
memberimu kenikmatan kok.” Katanya sambil terkikik (sungguh,
ketawanya itu mengingatkanku pada ketawa kuntilanak di film ). Ia
membungkuk, mengelus-elus kepalaku (aku masih duduk menggelosor di
lantai). Dipandanginya wajahku dengan teliti :” kamu orang Arab ya?”
tanyanya tiba-tiba. Wah, aneh juga pertanyaanya. Aku menjawab dengan
suara gemetar :’ bu…bukan mbak. Tapi kakekku memang turunan India”
aku jujur saja. Memang wajah dan penampilanku menampakkan aku bukan
orang pribumi asli. Ia terkikik lagi :” naah…benar kan dugaanku.
Arab kek, India kek…..pasti kamu punya kelebihan. Kontolmu gede kan
?” walah, pertanyaannya bener-bener jorok. Aku coba menyengir :”
eeh….soal itu, mbak lihat sendirilah. Selera orang kan
berbeda-beda”. Ia mengangguk-angguk, dan akhirnya keluar
perintahnya, ” berdiri kamu !”
Nah, ini dia, saat perkosaanku sudah tiba. Dengan gemetar dan susah
payah aku berdiri. Tanganku yang masih terikat di belakang punggung
sungguh membuat gerakanku terbatas. Kini aku sudah berdiri tegak,
berhadapan dengannya dalam jarak beberapa puluh senti. Aduh mak, ia
betul-betul cantik. Wajahnya agak mirip bintang film Tamara
Blezinski. Baru dapat kulihat kelebihannya setelah ia berdiri
sedekat ini denganku. Ia telanjang bulat, memperlihatkan seluruh
keindahan tubuhnya. Aku masih berpakaian lengkap, baju dan celana
jeans. Sepintas aku membaui parfum tubuhnya. Aku merasa mulai
terangsang.
Ia memandang tubuhku lekat-lekat :” gua pingin ngerasain kontol elo.
Jangan menolak atau bikin macem-macem. Gua tusuk entar perut elo”.
Ia mengacungkan pisaunya ke wajahku. Walah, hilanglah sudah
rangsangan yang tadi sempat timbul. Rupanya si kuntilanak ini memang
benar-benar menyukai melihat lawan mainnya menderita. Ia tidak mau
melihat lelaki yang disetubuhinya merasa menang atau menggagahinya.
Matilah aku.
“ Gua buka bajumu” katanya. Dengan cepat ia membuka kancing bajuku,
sehingga dadaku yang berbulu lebat tampak keluar (aku tidak pakai
kaos dalam). Ia memandang dengan kagum, dirabanya bulu dadaku dengan
jemarinya yang panjang :” ck…ck…ck…hebat sekali. Gua benar-benar
dapat makanan enak malam ini “ katanya. Kemudian tangannya dengan
cepat beralih ke celanaku, membuka ritsletingnya dan gerakan kilat
memelorotkan celanaku bersama dengan celana dalamnya sekalian.
Sekarang aku berdiri telanjang, baju terbuka dan celana yang sudah
diturunkan sampai mata kaki. Kemaluanku yang memang (sangat) besar
tampak menggantung layu,kepalanya yang berwarna kemerahan tampak
mengeriput.
Si cewek berteriak kagum melihatnya :”waaw….bener perkiraanku.
Kontolmu besaar banget !” ia sekarang berjongkok dihadapanku, tepat
di depan kemaluanku. Tangannya yang tidak memegang pisau
memegang-megang, mengelus dan memijit-mijitnya :’ kalo masih tidur
aja sudah segini, berapa besarnya kalau ngaceng?” ia mengangkat
kemaluanku sehingga tertarik ke depan :” aku bangunin yah” katanya.
Dan tanpa bicara lagi, dibukanya mulutnya dan dimasukkannya
kemaluanku ke dalamnya. Dihisapnya kemaluanku dengan kuat, lidahnya
menjulur menyelusuri batangnya dan bibirnya yang mungil dan seksi
digerak-gerakkannya kedepan dan ke belakang.
Sensasinya sungguh luar biasa. Aku merasa mulai terangsang hebat,
tetapi….mataku beralih ke tangannya yang lain. Pisau yang berkilat
itu masih tergenggam erat, dan meskipun ia sibuk mengulum kemaluanku
tetapi ia tetap tidak lupa mengarahkan pisau itu ke perutku (mungkin
ia kuatir juga kalau aku melawan atau menendangnya ). Melihat itu,
plaas…hilanglah sensasi rangsangan itu. Rasa takut kembali
mencekamku. Kontolku yang hampir sempat menegang di dalam mulutnya,
melayu kembali.
Dia rupanya merasakan perubahan itu. Dia menggerakkan mulut dan
lidahnya semakin kuat, dibantu jari-jarinya mengocok pangkal
kemaluanku yang masih ada di luar mulutnya. Tetapi, dasar namanya
orang ketakutan, aku sama sekali tidak terangsang. Kemaluanku layu
saja di dalam mulutnya, malah semakin lama semakin mengecil.
Si cewek tampak makin kesal dan marah melihat itu. Diludahkannya
kemaluanku dari dalam mulutnya dan mengomel :” kamu gimana sih ?
udah capek gua sepong belum juga bangun ! he…..kamu impoten ya?
Bilang terus terang,biar nggak salah kalau aku tusuk kontolmu abis
ini.” Aduh, aku benar-benar takut sekarang. Daripada terjadi
apa-apa, aku bilang jujur saja :” mbak, bukannya aku impoten.
Masalahnya….. aku serem sekali mbak. Bagaimana aku bisa terangsang
kalau pisau mbak nempel terus di perut. Coba dirangsang yang bener
gitu, aku pasti tegang”. Kulihat si cewek memandang wajahku (dia
tetap berlutut di depanku). Kulihat matanya, tampaknya dia mengakui
kebenaran alasanku itu.”Gitu ya?” katanya. Dia menelan ludah,
menarik napas dan pelan-pelan berdiri. Pisau yang dipegangnya
dilemparkan jauh-jauh ke sudut rumah :’ ya udahlah. Sekarang gua
pakai cara yang lain” katanya. Ia kembali berdiri di depanku, hanya
berjarak beberapa sentimeter dari tubuhku.
Kini wajahnya berubah sama sekali lain. Kalau tadinya tampak serem
dan sangar penuh nafsu binatang, kini berubah menjadi sayu, sendu
dan tampaknya sangat mendambakan kenikmatan dariku. Matanya sayu.
Aduh, sungguh dia tampak semakin cantik. Dia mendekatiku, mengelus
rambutku dan mendekatkan bibirnya ke bibirku. French kiss nih,
pikirku. Kusambut mulutnya dengan mulutku, dan sedetik kemudian
lidah kami bergumul dalam ciuman. Napas kami memburu. Buah dadanya
menggesek-gesek dadaku, putingnya bergesekan dengan putingku (tinggi
kami hampir sama). Di bagian bawah kurasakan bulu kemaluannya
bergesekan dengan batang kemaluanku, terasa hangat dan basah. Aku
mendesah. Dia sungguh luar biasa. Dalam sekejap ketakutanku hilang
dan nafsuku mulai naik.
Ciuman si cewek sekarang beralih dari mulutku, berpindah ke telinga,
leher, dan terus menurun ke dadaku. Dihisapnya putingku
berganti-ganti kiri-kanan, sementara tangannya mengelus-elus dadaku
yang berbulu. “ Aaah….” Aku mendesah. Ia memandang wajahku :” mulai
terangsang yah? Bohong apa beneran?” tanyanya dengan nada lucu:”
beneran mbak” kataku :” tuh lihat, kontolku sudah mulai tegak.” Ia
memandang ke bawah, melihat kemaluanku yang mulai bangun :”iya yah”
katanya gembira :” sekarang gua tegangin maksimal yah. Lihat ini”.
Dia duduk berlutut, mulai menciumi perut dan pusarku. Dengan sangat
akhli ia menghisap dan menjilat bagian perutku, menimbulkan getaran
rangsangan yang sangat hebat. Jilatannya semakin turun dan kini
mulutnya sibuk menciumi bulu-bulu di pangkal kemaluanku.
Ditarik-tariknya bulu itu dengan bibirnya, sambil mulutnya terus
menggeram-geram seperti orang gemas.
Kini aku benar-benar terangsang. Kakiku bergetar, kemaluanku
perlahan-lahan menegang dan kini hampir berdiri tegak seratus
persen. Warna batang kemaluanku yang kehitaman, dengan kepala
berwarna kemerahan dan otot-otot yang semakin menonjol tampak
kontras dengan warna kulit pipi si cewek yang putih mulus dan
berkali-kali bergesekan dengan batang kemaluanku itu, ketika dia
sibuk menjilati dan menarik-narik bulu kemaluanku.
Dia memandang kemaluanku yang sudah tegak seperti tiang bendera itu
dengan selera besar :” gitu dong sayang, itu baru namanya cowok yang
baik….sekarang gua terusin rangsangannya yah.” Ia memegang
kemaluanku, kukira akan dikulum di mulutnya. Tetapi ternyata tidak,
ia mendekatkan kemaluanku ke buah dadanya yang montok, putih dan
tegak itu. Digesek-gesekkannya kemaluanku ke putting susunya
berganti-ganti, sehingga putting itu semakin menegang kecang.
Kemudian ia menekan kepala kemaluanku ke putting susunya sehingga
putting itu tertekan ke dalam buah dadanya. Kemudian ia
menggerak-gerakkan batang kemaluanku dengan gerakan memutar sehingga
gesekannya semakin keras. Aku mengerang keenakan. Ia memandang
wajahku dengan pandangan puas, bangga atas kemampuannya
membangkitkan nafsu laki-laki yang baru beberapa menit lalu masih
mengkerut ketakutan.
Kini ia menjauhkan diri sedikit dariku, dan memegang paha kiriku :”
buka kakimu sayang” desisnya, suaranya tampak penuh rangsangan. Ia
membantu mengangkat kaki kiriku, dan dan kakiku ditumpangkan ke
kursi reyot di sebelahku. Kini batang kemaluanku tegak bebas ke
depan, dan kedua bolanya menggantung bebas pula. Si cewek ini
bergerak, merunduk ke bawah dan menyungkupkan kepalanya ke bawah
selangkanganku.
Aku tidak bisa melihat apa yang dilakukannya, tetapi kurasakan
jilatan lidahnya menyapu bagian bawah tubuhku, di antara lobang
dubur dan bola kemaluanku. Lidahnya terus bergerak dengan akhli ke
arah kedua bola itu, dijilatinya berganti-ganti dan akhirnya
dikulumnya dengan kuat sehingga kudengar suara berkecipak. Aku
semakin terangsang, hingga terasa seluruh tubuhku bergetar. Aku
mendesis :” mbak…mbak….kulum kemaluanku dong…..aku pingin sekali….”
Aku sama sekali lupa bahwa aku dalam posisi diperkosa, kedua
tanganku masih terikat. Yang kulihat di depan mataku adalah seorang
wanita yang sangat cantik sedang sibuk menjilat dan menghisap bagian
bawah tubuhku dengan nafsu bergelora.
Ia mendengar pemintaanku dan tampaknya akan meluluskannya.
Dilepaskannya kulumannya dari bola kemaluanku, dan kini ia duduk
bersimpuh di depanku. Kepalanya mendongak ke atas, matanya setengah
terpejam. Dia membuka mulutnya lebar-lebar :” gih masukin burungmu
….” Katanya :” jangan takut, enggak akan gua gigit kok”. Ia masih
juga sempat bercanda. Aku merendahkan badanku ( aduh, tanganku yang
terikat ini benar-benar mengganggu). Aku arahkan kemaluanku ke
mulutnya yang terbuka lebar, dan dengan pelan-pelan mendesakkannya
ke dalam. Si cewek tetap membuka mulutnya lebar-lebar, matanya
semakin terpejam. Ketika ia merasakan kemaluanku memasuki mulutnya,
ia bersuara dengan manja :” aaa….” Katanya. Terus dan terus ia
mengeluarkan suara itu, sampai aku menghentikan tusukan kemaluanku
karena aku merasa sudah menyentuh ujung kerongkongannya.
Aku diam menunggu reaksinya. Ia tidak menutup mulutnya, tetapi
lidhnya mulai bergerak, menyelusuri batang kemaluanku yang berada
dalam mulutnya. Dipermainkannya batangku dengan lidahnya, digulirkan
ke kiri kanan dan ditekan-tekannya ke dinding mulutnya di kiri dan
kanan. Terasa hangat, basah dan sangat merangsang. Kemudian ia
menekan batangku dengan lidahnya hingga menekan langit – langit
mulutnya, dan ia mulai menggerakkan kepalanya kemuka dan kebelakang.
Aakhh…..kenikmatan yang tiada tara. Aku hanya dapat mendesisi-desis
menikmati rangsangan ini, dan ikut menggerakkan pinggulku ke depan
dan ke belakang mengikuti irama goyangan kepalanya. Selanjutnya si
cewek mulai mengatupkan bibirnya, dan kemaluanku terasa dihisap ke
dalam : ” uummm….” Gumamnya manja, ketika ia mulai menyedot dengan
kuatnya. Lidahnya terus saja menari-nari, menggesek sekujur batang
kemaluanku.
Aku tak tahan lagi. Terasa ada desakan kuat dari dalam batang
kemaluanku. Celaka, aku akan keluar ! wah, daripada salah lagi, aku
segera mengumumkannya kepada si cewek :” mbak, mbak, aku sudah mau
keluar. Aku nggak tahan lagi….” Erangku.kepalaku memutar ke muka dan
kebelakang, menahan rangsangan yang sangat hebat itu.
Mendengar kata-kataku, si cewek tia-tiba melepaskan kulumannya :”
eeh….nanti dulu” katanya :” gua masih pengen ngerasain kontolmu.
Jangan keluar dulu dong”. Ia cepat cepat berdiri dan mengeluarkan
komandonya lagi :” sekarang kamu telentang….cepat,cepat!”. Aku
berusaha mematuhinya, tetapi karena tanganku diikat di belakang aku
hampir kehilangan keseimbangan. Untung, sebelum jatuh si cewek
memegang tubuhku dan membantuku tidur telentang. Setelah aku siap,
dia memandang kemaluanku yang tetap tegang dan mencuat ke atas
hampir tegak lurus :” sekarang gua mau ngewe kamu” katanya :” rasain
yah”. Sambil berkata begitu, ia berjongkok di atas tubuhku dan
mengarahkan kemaluanku dengan tangannya ke arah lobang kemaluannya.
Vagina yang indah itu merekah dan memerah, siap menerima tusukan
kemaluanku.
Dia memasukkan batangku ke lobang kemaluannya, dan mulai berusaha
menekan ke dalam. Dan pada saat itu aku merasa sangat takjub. Lobang
kemaluan kuntilanak ini kecil sekali ! tampak ia sangat susah payah
memaksakan kontolku untuk masuk, wajahnya memerah dan mulutnya
mendesah-desah tidak karuan. Aduh….kemaluanku rasanya seperti
diperas. Belum pernah aku merasakan lobang kemaluan sekencang ini.
Dahulu di kampung aku pernah menyetubuhi si marni, teman sekelasku
di SMA. Dia masih perawan, tetapi toh lobangnya tidak seperet ini.
Sungguh luar biasa. Aku merasa di sepanjang dinding vaginanya
terdapat tonjolan-tonjolan melingkar yang menggesek batangku.
Sensasinya sungguh luar biasa. Aku harus dengan susah payah menahan
muncratnya maniku. Aku berusaha menahannya dengan cara memikirkan
hal-hal lain selain seks.
Akhirnya dia berhasil menusukkan seluruh kemaluanku.” Aahh…”
desisnya puas. Ia menghentikan tekanannya, dan kini ia duduk
berjongkok di atas badanku. Ia menundukkan kepalanya, mencoba
melihat batang kemaluanku yang sudah melesak ke dalam lobang
kenikmatannya. Jari-jarinya yang lentik mengelus pangkal kemaluanku
yang masih ada di luar, dan mengelus – elus bibir kemaluannya yang
sekarang terbelah lebar karena desakan senjataku. “ Ck…ck…” gumamnya
kagum :” barang segede ini kok ada di dunia ya. Apa nggak sobek
memekku ini?” tanyanya dengan manja.
Ia memandang wajahku dan tersenyum manis. Hilanglah sudah wajah
kuntilanak pemerkosa, kini kulihat wajah wanita cantik yang sedang
dalam kebersamaan denganku menggapai kenikmatan duniawi. Rasanya
hampir aku jatuh cinta padanya.” Aku mulai yah” katanya. Ia
menelungkupkan tubuhnya di atas badanku, dan kini mulai menaik
turunkan pinggulnya dengan berirama. Aku hanya bisa diam dan
menikmati. Rasanya aku ingin memeluk tubuhnya, meremas buah dadanya
yang kini menggantung di atas dadaku, melumat bibirnya…….tapi apa
daya, tanganku masih terikat di punggung. Aku mau minta dibukakan,
tetapi rasa takut masih tersisa di benakku. Jangan-jangan dia
marah….lebih baik aku diam sajalah dan menikmati apa yang
dilakukannya.
Si cewek menggerakkan tubuhnya dengan semakin liar. Kadang-kadang ia
menegakkan tubuhnya dan menggenjot kemaluanku dengan gerakan ke atas
dan ke bawah. Kadang-kadang kalau sudah lelah, dia menelungkupkan
lagi tubuhnya di atas tubuhku. Aku hanya bisa diam. Akupun hanya
bisa menurut ketika ia menyodorkan buah dadanya ke mulutku :” nih,
bisa nggak kamu isep….enak lho”. Ya, tentu saja enak dan memang
itulah keinginanku. Jadi meskipun dengan susah payah, kuangkat
kepalaku dan kuhisap putting kemerahan yang tegak di depan mulutku
itu.
Dia membantu dengan mengangkat kepalaku dan mengarahkan agar buah
dadanya menekan mulutku. Mulutnya mendesah kenikmatan. Pinggulnya
terus begoyang, kemaluannya semakin basah sehingga dapat kudengar
suara berkecipak ketika ia kemaluanku bergesekan dengan dinding
vaginanya. “ aaggh…. auukhh…. enak sekali, mas” (astaga, dia
sekarang memanggilku mas). :” terusiin…. dalemiin…. aku mau
keluuuaarr…. auuu…” keluar lagilah teriakan tarzannya yang terkenal,
berkumandang ke seluruh gubuk kecil ini. Tubuhnya semakin bergoyang
tidak karuan, dan akhirnya ia menjatuhkan badannya ke atas badanku
:” aku keluar…aku keluar….uuhh…” napasnya tersengal-sengal seperti
kuda habis ikut balapan. Kukecup keningnya, hampir hampir dengan
perasaan sayang. Kurasakan cairan sangat banyak berleleran keluar
dari lobang kenikmatannya, meleleh hingga ke bola kemaluanku.
Setelah mengatur napasnya, ia memandang wajahku. Dielusnya dahiku
yang juga berleleran keringat :” kamu belum keluar ya?” katanya
penuh sayang (wah,rupanya dia juga lupa lagi memperkosa). “ belum
mbak..” kataku. Aneh juga, kemaluanku yang tadinya hampir muncrat
sekarang masih tetap tegak perkasa. Si cewek tersenyum :” aku kasih
kamu hadiah khusus, karena aku puas banget tadi. Kamu mau keluar
dalam memekkku atau di mulut?” waduh, dua tawaran yang sama sama
nikmat. Aku menyengir:” dua-duanya saja mbak. Keluar di memek dulu
lalu mbak isep. Mau?” dia memijit hidungku dengan manja:” curang
kamu. Maunya enak sendiri”. Aku terus menggoda:” mau nggak?” tanyaku
sambil ketawa. “ Mauu…” jeritnya. Dan setelah itu, ia mulai
menggenjot lagi.
Kemaluanku mulai keluar masuk lagi dalam lobang kemaluannya,
bergesekan dengan tnjolan-tonjolan nikmat di sekitar dindingnya.
Gerakannya tidak terhambat lagi, karena kemaluannya sudah sangat
basah. Digoyangnya pinggulnya dengan berirama, ke kiri, ke kanan, ke
atas, ke bawah.
Setelah sepuluh menit, aku merasa sesuatu mendesak dalam kemaluanku.
Nah, ini dia :” mbak, mbak…” kataku:” aku sudah mau keluar…cepetin…”
ia membuka mata mendengar eranganku itu (selama ini dia menutup
matanya menikmati permainan kami). “ beneran?” katanya bergairah.
Tiba-tiba dia menegakkan badan, dicopotnya kemaluanku dari lobangnya
begitu cepat sehingga terdengar suara “plop”. Dia mengangkat
badannya dan dengan cepat memegang kemaluanku yang sudah sangat
basah kuyup dengan lendir :” mana?” katanya gemas :” kok belum
keluar? Ini kan lendir gua, bukan punyamu”.
Sambil berkata begitu, ditundukkannya kepalanya dan dimasukkanlah
seluruh kemaluanku ke mulutnya. Betul-betul seluruh, pembaca yang
budiman, karena sudah tidak ada lagi sisa batangku yang ada di luar.
Bibirnya sudah bergesekan langsung dengan bulu di pangkal kemaluanku.
Aku merasa kepala kemaluanku bukan hanya menyentuh ujung
kerongkongannya, tetapi sudah betul-betul masuk ke kerongkongan itu
sendiri ( kok dia tidak muntah ya? Pikirku).
Dengan kondisi seperti itu, ia mulai lagi dengan tarian lidahnya,
menggesek seluruh permukaan batangku. Digigit-gotnya dengan halus,
sambil mulutnya mengguman tidak jelas. Aku tak tahan lagi. Kupandang
wajah cantik itu dari posisiku yang masih telentang. Matanya yang
setengah terpejam, pipinya yang mulus tampak cekung karena sedang
sibuk menyedot barangku, dan bibir merahnya yang seksi tampak sedang
melingkari pangkal batangku dengan ketat…….aku mengangkat pantat
sedikit, dan crooot….crooot…..muncratlah seluruh tangki maniku di
dalam mulutnya. Banyak sekali ! ku lihat ia tersedak menahan
semburan air hangat itu, tetapi dia tetap berusaha menampungnya.
Dia tetap mengisap kemaluanku hingga semprotan terakhir keluar.
Kulihat ia berusaha menelan maniku tanpa melepaskan batangku dari
mulutnya. Tampaknya dia berhasil (tidak ada sedikirpun yang meleleh
dari mulutnya!). batangku tetap dikulumnya, seakan dia merasa sangat
sayang melepaskannya. Akhirnya kemaluanku mulai mengecil, semakin
kecil hingga akhirnya lepas sendiri dari mulutnya.
Dia tampak sangat puas. Dipalingkannya wajahnya ke arah wajahku,
napasnya tampak tersengal-sengal dan kulihat bibirnya yang indah
berlepotan dengan air maniku yang rasanya sudah kusemprotkan
berliter-liter banyaknya di dalam mulutnya. Dia tersenyum manis :”
hebat….hebat deh kamu….kontol gede, mani banyak dan kental
banget……luar biasa “ katanya dengan napas tersengal sengal.
Dipandanginya kontolku yang sudah layu dengan pandangan kagum.
Dielus-elusnya barang kebanggaanku yang sudah menganggur selama dua
tahun itu, dicium-ciumnya dengan gemas. Aku mulai terangsang lagi.
Kemaluanku mulai berdiri tegak. Si cewek kuntilanak itu memandang
dengan geli, dan menjentikkan jarinya ke batang kemaluanku :”
maunyaa….gitu aja sudah ngaceng lagi. Nggak usah ya. Gua udah puas
banget.” Sambil berkata begitu ia berdiri dan melangkah menjauh.
Ia berjalan ke arah meja, mengambil rokok Marlboro dari dalam tasnya
dan menyalakannya sebatang. Ia berjalan mengitari kami yang masih
menggelosot di lantai, tetap telanjang bulat : ” tentu kalian heran
ya, kenapa aku melakukan ini “ katanya. Nada suaranya kini berubah
serius.
Aku tak tahan lagi menahan keingin tahuanku, dan bertanya :” mbak
ini siapa sih namanya?”. Ia tersenyum manis memandangku (aduh, dia
benar-benar cantik) :” namaku Brunnhilde. Papaku orang Jerman,
mamaku orang sini asli. Aneh ya namaku?” aku cuma mengangguk :”
papaku pecinta opera Wagner, jadi ia mengambil nama salah satu tokoh
operanya untuk namaku. Brunnhillde, dewi pujaan para ksatria
Teutonik”. Wah, udah nggak nyambung aku. Kalau soal dangdut sih aku
paham. Kalau opera ?
Si cewek kuntilanak itu menarik napas dalam-dalam, dan duduk di
kursi reyot tepat di depanku. Kakinya mengangkang lebar-lebar
sehingga aku dapat melihat dengan jelas bibir kemaluannya yang
hampir bebas bulu itu, merekah dengan indahnya. Aku hampir tidak
dapat menahan nafsuku yang mulai menaik kembali. Ia mengulaikan
kepalanya ke belakang, rambutnya yang kecoklatan tergerai dengan
indahnya :” aah…” katanya mendesah.
Wajahnya tampak menerawang, seperti mengingat masa lalu yang gelap
:” nasibku buruk…buruuk sekali…” desahnya :” aku ingat sepuluh tahun
yang lalu, pas waktu malam seperti ini, di sebuah flat di kota
Wasenaar….aku diperkosa oleh lima orang cowok bergajulan. Bayangkan,
aku baru umur lima belas tahun waktu itu” jadi dia sekarang berusia
dua puluh lima tahun, pikirku . Dia melanjutkan :” kaki tanganku
diikat, aku dipaksa mengisap lima batang kemaluan yang nggak
ketulungan gedenya, disuruh menelan muncratan air mani mereka
semua,dikencingin….” Dia menutup mata, menggeleng-menggeleng :” tiga
cowok menusuk kontolnya sekaligus, satu di memekku, satu di pantat
dan satu di mulut. Memuakkan sekali. Aku benci…benciii….” Tubuhnya
yang indah kini bergetar dan bergoyang-goyang. Aku baru sadar
sekarang kalau cewek ini sedang mengalami goncangan jiwa yang berat.
Aku kasihan kepadanya.
Ia terus melanjutkan ceritanya, matanya tetap menerawang ke atas :”
sejak saat itu aku benci laki-laki. Aku selalu menghindar
berhubungan dengan laki-laki, dan lebih suka berhubungan dengan
sesama cewek. jadi lesbian ternyata lebih enak dan nikmat.” Tanpa
sadar ia mengelus-elus kemaluannya, sepertinya ia mengingat
pengalaman lesbinya :”tapi aku masih dendam. Aku masih ingin
memperkosa laki-laki, seperti aku dahulu telah diperkosa. Aku ingin
melihat mereka ketakutan, memohon-mohon kepadaku…dan aku dapat
memuaskan nafsuku” ia sekarang memandang kami :” eh….siapa kira saat
ini keinginanku itu terkabul? Sudah tujuh tahun aku balik ke
Indonesia, ikut perguruan silat milik pamanku. Aku pingin dengan
kepandaian silatku aku akan menaklukkan laki-laki. Hi hi hi…sekarang
sudah kesampaianlah semuanya.”
Ia tiba tiba berdiri dan mendekatiku. Dielusnya kepalaku dengan
perasaan sayang :” tapi, ternyata yang kudapat lebih dari yang
kuharapkan. Bukan hanya balas dendam, tetapi kepuasan seks
sepenuhnya. Terima kasih ya sayang” katanya padaku. Dan tiba-tiba ia
merendahkan tubuhnya dan menekankan kemaluannya ke wajahku. Wah,
mulai lagi nih, pikirku. Aku tidak menolak bahkan dengan beringas
aku mulai menjilati kemaluannya yang sangat merangsang itu. Seks
oral yang kulakukan ternyata membuatnya menggelinjang tidak karuan.
Aku sudah tidak memperdulikan lagi teknik-teknik untuk memuaskan
pasangan dengan cara itu, aku seruduk saja mulutku dan kumainkan
lidahku dengan tidak beraturan di bibir luar kemaluannya,mendesak ke
dalam lobang kemaluannya dan mempermainkan kelentitnya yang sudah
sangat menegang.
Aku betul-betul seperti kesetanan. Dengan menggeram – geram aku
meremas kemaluan cewek itu dengan mulutku, tidak kuperdulikan lagi
bau anyir dan pesing yang timbul dari kumpulan berbagai cairan yang
melengket di sana- air maniku, cairan vaginanya, ditambah air
kencing yang tadi disiramkan ke muka Rudi – semuanya hilang dari
benakku. Yang kupikirkan adalah kelezatan dan kenikmatan menggumuli
alat kelamin seorang wanita sangat cantik yang sekarang tersedia
gratis bagiku.
Demikian terangsangnya aku, sehingga aku tidak lagi menyadari bahwa
suara dan erangan si wanita itu sudah berubah. Bukan lagi erangan
kenikmatan, tetapi lebih seperti raungan orang gila – ia melenguh
dan berteriak, menggoyangkan pinggulnya sehingga memeknya bergesek
semakin keras ke bibirku. Tangannya menjambak rambutnya sendiri dan
ditarik tariknya seperti orang kesetanan. Akhirnya, ”
aakhh……haarrghh……. aku keluaaarr…keluaaarrr….!!” Teriakannya sungguh
keras, sehingga aku tersadar dari lamunan nafsuku. Kulihat tubuh
yang berdiri di atasku itu menegang kencang, dan crooot………muncratlah
air kenikmatannya di wajahku, begitu banyak sehingga aku bingung
apakah ini air mani atau air kencing. Aku tergagap-gagap dan mencoba
menelannya sebanyak mungkin, tetapi tidak bisa….aku akhirnya hanya
bisa pasrah saja menerima semburannya, sama seperti si Rudi tadi.
Si Brunnhilde ( bener nggak aku nulisnya ) tampak sangat puas. Ia
terkikik-kikik tidak terkendali, dan ketika aku menengadahkan
wajahku, dengan terkejut kulihat sederet senyuman setan di wajahnya
yang cantik. Dia bukan lagi si cewek ganas yang kulihat sebelumnya,
tetapi di matanya terlihat sinar dendam yang menyeramkan. Napasnya
memburu dan kulihat air liur menetes dari pinggir bibirnya. Dia
benar-benar gila ! aku sampai terpana memandangnya, hingga beberapa
saat sebelum kesadaranku kembali. Dengan cepat, aku berusaha menarik
kepalaku dari jepitan selangkangannya, tapi…..terlambat !!
Kakinya yang jenjang tiba-tiba mengatup di sekeliling kepalaku. Aku
tersedak kaget, karena praktis seluruh wajahku terbenam di
kemaluannya. Hampir-hampir aku tidak bisa bernapas. Kugoyang
kepalaku, dengan kuat berusaha melepaskan diri, namun gagal !
jepitan kakinya luar biasa kuatnya ( baru kuingat dia pelatih silat
) sehingga semua usahaku untuk melepaskan diri jadi sia-sia saja.
Kudengar suara ketawanya mengikik :”rasain….rasaiiin…” jeritnya :”
elo kira gua mau lepasin elo begitu saja ? dasar laki-laki,
pemerkosa wanita !! sekarang, mampus elo !! mampuuss…” suaranya
benar-benar suara orang gila. Dengan ngeri kulihat, dia sama sekali
tidak main-main. Dia ingin membunuhku, dengan membekap mulut dan
hidungku di kemaluannya…..perlahan-lahan kegelapan melingkupi
penglihatanku. Pemandangan terakhir yang kulihat adalah gundukan
bulu kemaluannya, tepat di depan mataku, yang dahulunya tampak
begitu merangsang……
Aku mulai pingsan.
Tetapi, tiba-tiba kudengar suara mengaduh keras dari si kuntilanak
itu : ” aduuh…bangsat….sakiit….” dan bersamaan dengan teriakan itu,
jepitan kakinya melonggar. Dengan sisa sisa kesadaranku, aku segera
menggelosor dan mengguling ke bawah, menjauhinya dan mengambil napas
dengan tersengal-sengal. Setelah cukup tenang, aku memandang ke
arahnya lagi. Kulihat sosok laki-laki berdiri menghalangi
pandanganku. Ternyata Rudi !
Rupanya dia mempergunakan kesempatan waktu si cewek setan itu
menikmati jilatanku tadi, untuk melepaskan ikatan tangannya. Kini
dia sudah bebas, dan sepotong kaju berada di tangannya. Rupanya dia
tadi memukul tubuh si cewek dengan sekeras-kerasnya, sehingga ia
terjengkang ke belakang. Kini kuntilanak itu rebah telentang,
matanya memancarkan ketidak percayaan :” kamu…kamu berani melawanku
? dasar kurangajar, bangsaaat……rasakan pembalasanku !” dengan ganas
ia berusaha berdiri, tetapi sekali lagi..Buukk….Rudi menghantam
badannya dengan kayu itu, tepat mengenai lengannya. Sekali lagi ia
menjerit dan tersungkur.
Rudi memandangku, yang masing terpana :” bangun,Sin ! ayo kita balas
kelakuan orang gila ini. Ayo!” ia melihatku, dan menyadari bahwa
tanganku masih terikat di punggung. dengan cepat ia membukanya,
sehingga akupun bebas. Dengan sempoyongan aku kini berdiri, masih
telanjang bulat. “ Rud…Rud….” Desisku :” udahlah, kita lari saja.
Ini terlalu berbahaya, gawat buat kita nanti….” Tetapi si Rudi
tampaknya sudah betul-betul kesetanan. Dia tidak mau mendengarku
lagi, bahkan kini mulai melucuti pakaiannya :” elo enak saja, sudah
menikmati tubuhnya, memeknya….gua belon ! malah tadi gua dikencingi!
Gua kagak terima ! “ kini dengan tubuh telanjang bulat ia mendekati
si cewek, yang masih meringkuk di sudut. Dijambaknya rambut si
cewek, dipaksanya berdiri. Kuntilanak itu tampaknya masih kesakitan
dan schock, sama sekali tidak melawan. Rudi siap mensetubuhinya,
ketika tiba-tiba…..
BRAAAKK !! pintu reyot gubuk itu terbanting jatuh. Dan dengan
pandangan terpana kulihat puluhan orang berdiri di luar. Sebagian
membawa senter, dan dengan wajah ingin tahu menongolkan kepalanya ke
dalam.
“Ooo…ini to sumber teriakan – teriakan tadi” desis salah seorang
yang berpakaian Hansip. Dia mengedarkan matanya ke lingkungan gubuk,
dan pandangannya terpana pada tubuh si cewek yang meringkuk di
sudut, telanjang bulat :” masya allah…..apa yang terjadi ?”
teriaknya. Mendengar itu, kerumunan orang itu tak terbending lagi.
Mereka berebutan masuk ke dalam, dan dengan pandangan sangat kaget
melihat kami bertiga : aku dan Rudi berdiri telanjang bulat, tangan
Rudi membawa sepotong kayu. Dan di sudut, si cewek duduk meringkuk,
tubuhnya yang telanjang nampak kacau dengan memar di lengannya
tampak jelas….
Si kuntilanak memandang ke sekeliling, dan wajah setannya tadi
tiba-tiba berubah lagi dengan drastis. Kini yang terlihat adalah
wajah seorang wanita sangat cantik yang tersiksa, napas tersengal
sengal dan air mata bercucuran, ”Ampun, tolong pak…. saya diperkosa
paak….” Erangnya. Orang-orang berseru kaget, dan salah seorang tua
yang tampaknya ulama, buru-buru mendatanginya dan menutupi tubuh si
cewek dengan sarung yang tadi tersampir di pundaknya :” masya
allah…astagfirrullah…..tenang neng, tenang. Sekarang ada bapak ya,
neng aman…” di peluknya si cewek yang sekarang menangis tersedu
sedan. Dasar kuntilanak, pikirku, hebat benar dia bersandiwara.
Seorang laki-laki yang berkumis dan brewokan mendekatiku :” apa yang
kalian lakukan, hah ? memperkosa cewek ? berani bener lo, mencemari
kampung kami…” dan tanpa basa basi ia menampar wajahku. Aku
mengaduh, dan berteriak :” bohong pak, bohong…bukan kita yang
memperkosa, dia yang memperkosa kita pak ! hampir kita dibunuhnya !”
ku lihat Rudi, yang juga gemetaran tubuhnya, mengangguk-anggukkan
kepalanya mengiyakan. Wajahkau tampak sepucat kertas.
Tetapi, mana ada yang percaya pada perkatan kami ? “ kalian tukang
ngarang, mana bisa cewek memperkosa cowok ? buktinya aja sudah
jelas, nggak perlu banyak bacot lagi !! “ dan bersamaan dengan itu,
serangkaian pukulan bertubi-tubi mengenai tubuh kami. Ku dengar
suara-suara mencaci :” pemerkosa bangasat!” “ bunuh!” “ bakar aja!”
dan si hansip tadi mendekatiku yang sudah tersungkur di lantai.
Kakinya yang bersepatu lars menendang kepalaku seperti bola, begitu
kerasnya sehingga ku dengar suara gemeretak.
Pandanganku kembali gelap. Tetapi sebelum kesadaranku hilang, aku
sempat melihat sepintas si cewek, yang kini dipeluk oleh beberapa
bapak tua yang mencoba menenangkannya. Ia juga melihatku. Dan di
matanya terpancar kepuasan setan, mulutnya selintas menyungging
senyum kemenangan…..
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
2178