Pengalaman Istriku


Ini adalah kisah sejati saya, yang saya alami beberapa waktu lalu.
Sejujurnya saya malu sekali mengisahkan pengalaman nyata ini,
karena
kejadian ini telah menyiksa saya, baik fisik maupun psikis,
dan telah
menjerumuskan saya menjadi budak sekaligus objek pelecehan
hingga saat
ini. Dan saya ingin sekali melepaskan diri dari belenggu yang
teramat
menyiksa ini, tapi saya belum menemukan jalan keluar. tetapi
saya pikir
tak ada salahnya saya berbagi cerita dengan orang lain, dengan
harapan tak
ada lagi orang lain yang mengalami kejadian seperti saya.
Sekaligus, saya
ingin memberikan informasi kepada semuanya, terutama kepada
kaum saya,
kaum perempuan, baik Ibu-ibu, maupun remaja putri, untuk
berhati-hati
memilih salon kecantikan di Surabaya, utamanya yang dikelola
oleh kaum
waria.
Kejadian ini saya alami menjelang pergantian tahun 2004 ke
2005, saat mana
banyak salon-salon kecantikan & perawatan tubuh yang
ditinggal "cuti" oleh
para pegawainya.
Waktu saya hanya ingin creambath saja dan sudah membuat janji
dengan Suz
Pangky, salah seorang penata rambut dan kecantikan di
Salon "Bu Marno"
(maaf saya samarkan) , setelah beberapa hari sebelumnya saya
dipusingkan
oleh banyak kesibukan dan berbagai tetek-bengek urusan, mulai
acara-acara
social, halal bihalal, dan acara penyambutan tahun baru yang
diselenggarakan oleh para istri karyawan di tempat suami saya
menjadi
pimpinan. Inilah kisahnya…
Ketika saya tiba di beranda depan Salon Bu Marno, Suz Pangky
segera
menyambut saya dengan sekaleng cocacola yang telah terbuka
tutupnya.
Menakjubkan, Suz Pangky terlihat sangat cantik dan natural,
memakai kaus
ketat polos dan short. Tampaknya dia tak memakai bra, hingga
putingnya
samar tercetak di balik kausnya yang ketat. Saya jengah
mendapati Suz
Pangky seperti itu. Tapi panas yang menyengat, dan tenggorokan
yang kering
membuat saya tak ingin berpikir aneh-aneh, karena dalam benak
saya,
kebanyakan waria memang begitu. Seronok. Dan gemar yang
exebionist.
Untuk menghilangkan jengah Coca-cola pemberian Suz Pangky
dalam beberapa
teguk telah tandas mengaliri tenggorokan saya yang kering.
Sus Pangky tersenyum penuh arti melihat kelakuan
saya. "Kehausan ya
Non..?" tanyanya, sembari mengambil alih kalengnya dari tangan
saya dan
membuangnya di tempat sampah. "Ayo masuk ke dalam, Non , aku
mau tunjukin
sesuatu ke Non Sari," sambungnya, seraya tangannya menggandeng
tangan saya
dan menuntunnya meniti tangga ke ruang atas.
Saya agak heran ketika Suz Pangky mengajak saya naik ke lantai
2, padahal
tempat perawatan rambut ada di lantai bawah. Agak ragu-ragu
saya pun
bertanya ke Suz Pangky, "Lho Suz, kok naik ke atas... itu kan
ruangan
untuk body treatment," ketika Suz Pangky menuntun saya ke
sebuah ruangan
yang tak pernah saya masuki sebelumnya…
"Ah sudahlah, Non, gak pa-pa kok, mumpung lagi sepi, kapster
yang lain
lagi mudik taun baruan. Apa Non Sari sudah pernah masuk ke
ruangan ini..?"
tanyanya sembari tangannya membuka pintu ruangan yang di
atasnya
bertuliskan "Private Ladies Body Treatment Room". Di
sampingnya terpampang
pula tulisan yang bersifat larangan: "WOMEN ONLY." Saya benar-
benar dibuat
takjub. Di depan mata saya terpampang ruang yang luas lagi
mewah, bercat
putih bersih, dan berjajar ruang bersekat-sekat dengan kasur
seukuran satu
orang dewasa yang sebelah-sebelahnya tersedia bathtup berwarna
pink.
Masing-masing ruang tersebut dipisahkan oleh dinding berlapis
wall paper
dengan pintu yang terbikin dari kelambu berwarna putih
bermotif
bunga-bunga.
Saya menggeleng, "Belum Suz, belum pernah perawatan tubuh,
lagian saya
risih kalau perawatan tubuh…" sela saya setengah melamun.
"Lho kenapa risih, Non? Yang menangani kan sama-sama
perempuannya?
Hayooo.. takut jadi lesbian ya,?" candanya sambil tertawa
genit.
„Ndak-lah, saya Cuma risih saja, dan pokoknya saya ndak mau."
"Kalau aku yang nanganin, gimana? Tanyanya dengan nada
menggoda.
Saya cuma menggeleng acuh tak acuh. Ah, cabul juga bencong
ini, rutuk saya
dalam hati
"Walaaah, orang secantik Non Sari kok nggak pernah perawatan,
sayang kan
Non. Kulit putih mulus gitu kok.. apa ndak sayang kalau jadi
item dan
cepet keriput.." Sus Pangky berusaha menjelaskan panjang
lebar. Lalu dia
melanjutkan dengan nada memberi bocoran, "Pelanggan wanita di
sini ada
juga kok yang kalo perawatan minta kami yang melayani. Off the
record ya,
Non.."
Kalimat terakhir itu tiba-tiba saya seperti menyadarkan saya
dari lamunan
panjang..
Saya jadi kepikiran, benar nggak ya yang diomongin Suz Pangky
ini?
Memangnya, apa mereka nggak malu tubuhnya ditonton bencong. Ah
kenapa saya
jadi memikirkan yang bukan urusan saya, sampai nggak sadar
kalau Suz
Pangky sudah mengajak saya ke ruangan yang tampaknya khusus..
"Ya ampuun.. Suz.. ini bukan ruang untuk creambath
kan???..nggak mau ah
kalau di sini," saya menyela keberatan. Memangnya di ruangan
ini saya mau
diapakan, mau dilulur, atau di massage, ihh ngeri saya
membayangkannya,
apalagi hanya berdua dengan seorang waria yang tentunya laki-
laki juga.
Saya beringsut menghindar mau kembali ke ruangan hair
treatment. Tapi
cepat Suz pangky menahan saya dengan gerakan tiba-tiba..
"Nggak ah! Saya nggak mau," tukas saya cepat.
"Hi hi hi, ngapain Non Sari cemas gitu," selanya menggoda
saya. "Emangnya
saya mau ngapa-ngapain Non Sari?" Suz pangky berusaha memberi
pengertian
saya. Lalu melanjutkan, "Di dalam situ juga bisa kok creambath
kok Non,
jangan khawatirlah. Di situ fasilitasnya lebih komplit, Non,
ada Ac-nya
lagi, Non Sari bisa nyantai-lah. Ngapain sungkan? Kita kan
sama-sama
perempuan toh," kilahnya sambil tersenyum genit, sambil
tangannya mencubit
lengan saya.. "Ayolah.. Non," pintanya merayu saya. Kali ini
raut wajahnya
berubah mengiba, meminta..
Akhirnya saya pun tak tega menolak ajakannya, tentu saja
dengan sedikit
peringatan agar dia tidak macam-macam. Tanggapan Suz Pangky
hanya
mesam-mesem saja sambil mengacungkan dua jarinya membentuk
tanda "V" yang
berarti setuju. Segera sesudah itu dia membuka salah satu
pintu ruangan
yang ternyata lebih lega dan mewah dibanding yang lainnya. Di
dalamnya
tersedia ranjang pegas ukuran single, dengan dinding wall
paper bermotif
bunga-bunga segar, sebuah bed khusus untuk keramas, sebuah
kursi kapster
yang bisa disetel naik turun dengan sandaran recleaning seat
otomatis. AC
window di atas cermin besar yang mampu memantulkan semua
aktivitas dalam
ruang, sebuah TV 14 di atas meja kecil, dan menyatu dengan
ruang mandi
dari bathtub mewah terbuat dari pualam. Oh betapa indahnya,
dalam hati
saya memuji selera mewah ini, bersih, segar, dan sejuk. Tapi
saya tetap
bertanya-tanya mengapa Sus Pangky menggiring saya ke ruang
ini?? Entah
kenapa hati saya mendadak berdebar kencang, dan saya merasakan
suhu tubuh
yang mulai naik, gerah, sekalipun suhu ruang ber-Ac ini
sesungguhnya
sangat dingin.
"Kok di sini Suz?" kembali saya bertanya keheranan.
"Memangnya kenapa sih Non?' tukas Suz pangky cepat. "Takut ada
hantunya?"
sambungnya dengan gaya yang amat genit.
"Nggaak.." jawab saya. "Di sini terlalu dingin, Suz" kilah
saya, agar Suz
Pangky tidak membaca kecurigaan saya terhadapnya. Entah kenapa
jantung
saya mulai berdegup lebih kencang, dan badan saya terasa agak
gerah...
„Memang situ kedinginan?" tanya Suz Pangky, lagi-lagi
tersenyum menggoda.
"Saya jamin deh, Non Sari nanti bakal lebih hangat,"
cerocosnya agak
nyerempet-nyerempet sambil mengerling nakal ke arah saya.
Saya mulai berpikir yang negative terhadap Sus Pangky karena
sikapnya yang
mulai kurang ajar, berbeda sekali dibandingkan waktu-waktu
sebelumnya.
Kalau sebelum-sebelumnya dia sangat sopan terhadap saya. Tapi
saya tetap
berusaha bersikap wajar terhadapnya agar tidak membuatnya
kesal dan
pelayanannya menjadi jelek..
Suz Pangky tiba-tiba meninggalkan saya melongo sendirian di
ruang mewah
itu. Tapi sebentar kemudian ia kembali dengan membawa rak
dorong berisi
handuk, sisir, krem creambath, krem pijat, hairdryer, dan
sepotong kimono
dari bahan satin tipis yang mengkilap. Dalam hati saya
membatin was-was,
berapa nanti saya harus bayar untuk pelayanan dan ruangan
semewah ini?
Pasti jauh lebih mahal dari biasanya. Tapi, sejujurnya bukan
mahal yang
membuat saya gelisah karena saya termasuk berkecukupan… tapi
hal lainnya,
yang membikin kuduk saya meremang….
"Ini kan masih hari libur, Non. Untuk itu Non nggak usah mikir
ongkosnya.
Hari ini free buat Non Sari, hitung-hitung sebagai ongkos
nemenin saya.
Ok?" katanya sembari menyuruh saya segera duduk di bed khusus
untuk
dikeramas.. dan entah kenapa saya menuruti saja perintahnya
seperti kerbau
dicucuk hidung
Jok empuk tempat keramas menyambut lembut punggung dan pantat
saya. Rasa
nyaman mulai mengalir ketika saya rebah di atasnya. "Ini pasti
peralatan
yang mahal," batin saya, manakala Suz Pangky memulai
aktivitasnya.
Ketika kepala saya mulai diremas, dipijit, dan dipukul-pukul
pelan, saya
merasakan perasaan nyaman bercampur rasa aneh menjalar di
segenap tubuh
saya. Apalagi ketika tengkuk saya mulai diurutnya. Adduuuh…
entah kenapa
sekujur tubuh saya mendadak merinding kegelian. Padahal selama
ini saya
sama sekali tidak pernah merasakan sensasi aneh yang seperti
ini. Apalagi
giliran tengkuk saya yang dipijatnya, dia melakukan dengan
ritme lembut
dan berlama-lama, seperti sebuah kesengajaan… Saya semakin
dibuai oleh
belaian aneh yang menggetarkan sekujur syaraf di tubuh saya.
Ahh.. saya
mulai terlena ke dalam rasa nyaman, santai, dan nikmat yang
luar biasa,
dan tanpa saya sadari mata saya terasa berat untuk tetap
terbuka. Saya
terpejam. Saya mulai tersengat oleh kantuk yang hebat dan
sekaligus
sensasi aneh yang datang menjalar-jalar...
Tapi anehnya, saya masih tetap tersadar sepenuhnya, bahkan
telinga saya
cukup jelas mendengar Suz Pangky yang mulai mengajak ngobrol..
„Jujur ya Non, Non Sari ini sangat cantik lho," katanya
memecah kesunyian
di ruangan yang mulai dingin itu.
"Hmmmh, terus kenapa Suz."
"Yah, perempuan secantik Non Sari seharusnya diperlakukan
sebagaimana
layaknya perempuan cantik," jawabnya sambil terus mengurut
tengkuk saya.
Pijatannya kadang terasa seperti membelai atau meraba membuat
saya
sesekali tergelinjang kegelian.
"Maksudnya, Suz? Nggak ngerti saya.."
"Emmm, jangan marah ya Non, ntar kalo saya bilang, Non Sari
terus marahin
saya," timpalnya manja.
"Ndak. Ndak, saya ndak bakalan marah, ayo mau ngomong apa?"
"Eh, Non sudah selesai keramasnya, ayo pindah dulu ke kursi
kapster,"
katanya tiba-tiba, memutuskan topic pembicaraan yang
sebelumnya.
Saya pun terpaksa menuruti perintahnya sekalipun agak
terkantuk, dan jok
empuk kursi kapster segera menyambut lembut tubuh saya. Suz
Pangky
menyetelnya lebih rebah dan lebih rendah, sehingga saya
sejajar dengan
bawah pinggangnya. Kursi diputar menghadap cermin dan
memantulkan bayangan
tubuh kami berdua seutuhnya.
"Ops, astaga," keluh saya dalam hati, saya baru menyadari
bahwa dengan
posisi rebahan seperti ini, gaun terusan saya menjadi
terangkat lebih
tinggi hingga jauh di atas lutut saya.. membuka sebagian area
paha saya.
Dan cermin yang besar di depan saya memantulkan paha saya yang
terbuka,
sehingga walaupun kedua paha saya rapatkan bayangan celana
dalam saya yang
berwarna merah muda masih tampak juga. "Aduh, kenapa tadi
nggak kepikir
ya? Kalau tahu begini mending saya tadi pakai t-shirt dan
celana jeans
saja.. jauh lebih aman dan tertutup. sedangkan gaun terusan
yang saya
kenakan ini pakai resleting tunggal yang memanjang di bagian
depan." Entah
kenapa hati saya tiba-tiba berdebar lagi lebih kencang… Tapi
mudah-mudahan
Suz Pangky tidak tahu keadaan ini.
"Maaf, Non," Suz Pangky dengan sopan meminta saya untuk
menurunkan sedikit
resleting saya, dia bermaksud memakaikan handuk di sekitar
pundak saya,
agar baju saya tidak kotor. Sambil merutuki kebodohan sendiri,
saya pun
terpaksa menuruti permintaannya, resleting sedikit saya
turunkan, dan mau
tidak mau wilayah dada saya menjadi sedikit terbuka..
Dengan hati-hati Suz Pangky mulai memakaikan handuk itu
melingkar di
pundak saya, tiba-tiba entah di sengaja atau tidak, tangannya
seperti
terpeleset menyenggol kedua payudara yang sedikit terbuka..
"Ufff…" secara reflek saya terkejut, dan menepis tangannya.
Gerakan
spontan saya membuat Suz Pangky salah tingkah..
"Maaf, Non, maaf.. saya gak sengaja," katanya polos.
Saya tidak merespons, sekalipun ingin memarahinya. Tapi entah
kenapa
sentuhannya yang tiba-tiba pada payudara saya membuat debaran
jantung saya
semakin kencang, dan seperti memompa kedua buah dada saya,
semakin penuh
dan kaku, menyesaki bra dan gaun yang saya kenakan, serasa
kedua buah dada
ini mau melompat lepas, bebas..
"Ohh Tuhann, apa yang terjadi dengan diri saya ini," keluh
saya.
"Boleh saya lanjutkan, Non," lagi-lagi Suz Pangky dengan sopan
meminta
persetujuan saya.
"He-eh," silahkan Suz, tukas saya sambil berusaha bersikap
wajar,
sekalipun sensasi yang aneh mulai terasa lebih kuat menyengat
sekujur
tubuh saya. Lalu terasa krem dingin beraroma rempah meleleh di
kulit
kepala saya. Kemudian jemari Suz Pangky mulai memijat-mijat
kepala saya
dengan tekanan lembut.
„Boleh saya sambung obrolan saya tadi, Non?" tanyanya, memecah
kebisuan.
"Iya Suz, saya jadi penasaran, maksud Suz pangky tadi apa?"
timpal saya
jujur.
" Hmm, gini Non, Orang secantik Non Sari sudah seharusnya
mendapatkan
perlakuan yang special," katanya sambil terus mengurut kepala
saya.
"Iya, tapi maksudnya itu apa?" timpal saya penasaran.
"Ehmm, maksudnya itu, orang seperti Non Sari harusnya
diperlakukan oleh
orang yang ngerti benar tentang perempuan…, ya ngerti
perasaannya, ya
ngerti kebutuhannya, ngerti kelembutannya.. " terangnya
panjang lebar.
Saya makin dibuat bingung oleh penjelasannya yang terasa
rumit. Ditambah
lagi perasaan saya mulai campur aduk didera perasaan aneh yang
terus-menerus datang tanpa henti manakala jemari Suz Pangky
mulai mengurut
tengkuk saya. Saya makin sulit berkonsentrasi, apalagi
merespons
pembicaraan Suz Pangky.
"Singkatnya gini, Non. Orang secantik Non Sari sudah
semestinya
diperlakukan oleh orang yang mengerti benar tentang perempuan.
Paling
tidak, Non, orang itu adalah pernah menyelami batin seorang
perempuan,
atau seseorang yang setidak-tidaknya pernah menjadi perempuan…
seperti
saya misalnya, Non." Katanya tanpa beban. "Sekarang, Non Sari
ngerti kan
maksud saya," tanyanya.
Deg! Hati saya berdetak keras begitu mengerti arah pembicaraan
Suz Pangky.
Tapi agar tidak terlalu berprasangka, sayapun berlagak cuek
saja. "Yah,
saya ngerti, ngerti kok Suz," jawab saya sekenanya. "Tapi
ngobrolnya
dilanjutin nanti ya Suz, saya kok seperti ngantuk berat nih,"
kata saya
mengalihkan pembicaraan. Saya merasa aneh karena tiba-tiba
merasa
mengantuk, padahal rambut dan kepala saya basah belepotan
krem,
teracak-acak tak keruan.
"Oke deh, Non. Sekarang aku pijitin ya."
„He-eh, Suz."
Lalu sesudah mengoleskan krem pijit ke tengkuk saya, terasa
jemarinya
mulai lagi memijit dengan tekanan lembut. Tengkuk saya pun
terasa licin
dan hangat manakala jemari Suz pangky sesekali mengusap dan
meratakan krem
itu hingga ke bahu saya. Entah kenapa hati saya lagi-lagi
berdebar kuat,
merasakan pijatannya. Serasa gerakan jemarinya yang lembut itu
mengalirkan
sensasi yang aneh yang menjalari seluruh tubuh saya, bahkan
hingga ke
bagian-bagian sensitif saya. Dan perlahan saya mulai merasakan
gerakan
yang lain dari pijatannya, tidak lagi menekan, atau
mengurut... tetapi
kali ini seperti meraba... mengelus... seperti ingin
mengalirkan rangsang
ke simpul-simpul syaraf saya. Dan entah kenapa saya tak kuasa
menolak,
atau melawan. Saya hanya bisa terdiam, dan terpejam merasakan
setiap
jengkal sentuhannya. Bahkan, sesekali saya merasakan adanya
hembusan nafas
yang panas, yang menerpa-nerpa tengkuk saya, yang membuat bulu
kuduk saya
merinding kegelian, dan tanpa saya sadari, jemari kedua tangan
saya mulai
meremas-remas lengan kursi, menahan geli yang menjalar di
tubuh saya.
Ahhh.. dalam hati saya mulai merutuki diri sendiri, kenapa
kali ini saya
merasakan sensasi yang berbeda dari sebelumnya, sensasi yang
makin kuat...
manakala pijitan itu telah turun ke pundak saya. Serasa jemari
itu
menyusup lembut ke balik handuk yang menutup pundak saya. Dan
entah
kenapa, tanpa meminta persetujuan saya, Suz Pangky dengan
berani tiba-tiba
melepaskan handuk itu dari pundak saya, hingga pundak dan
sebagian area
dada saya menjadi terbuka.. dan tali-tali bra saya
disisihkannya hingga
terjuntai di antara kedua lengan saya
Ahhh... saya terperanjat, menyadari keadaan saya yang
agak 'terbuka' ini.
Rasa jengah dan malu mendadak menyeruak, membuat saya ingin
memprotes
perlakuan Suz Pangky itu. Tapi, entah kenapa mulut saya terasa
kelu, tak
sepatah kata pun mampu terucap dari mulut saya. Hati saya
ingin protes,
tapi gerakan jemari Suz Pangky di pundak saya seperti menyihir
saya untuk
menerima perlakuannya yang mulai melewati batas kesopanan. Dan
lebih dari
itu, gerakan jemarinya itu... seperti mengalirkan resa geli
yang menjalar
ke puncak buah dada saya... Ohhh... sayapun mulai terlena,
payudara saya
terasa membusung... dan menyesak.. serasa betapa buah dada ini
mulai
mengeras, ingin melompat bebas..
Jemari-jemari lentik itu terus menekan lembut di pundak yang
telah licin,
bergerak turun hingga ke bahu saya yang telah terbuka...
menekan terus...
hingga saya tak sempat menyadari kalau gerakan jemarinya itu
sengaja
dengan halus menurunkan gaun saya hingga melorot sebatas
pundak... dan
melorot lagi hingga menjuntai di antara lengan saya. Tak pelak
lagi,
bagian dada saya menjadi lebih terbuka lagi...
Di cermin... di cermin besar di depan saya, saya bisa melihat
betapa buah
dada saya tampak menggembung penuh, mengkilat-kilat berlelehan
krem, hanya
tertutupi secarik gaun yang dengan sedikit sentak pasti akan
mempertontonkan semua isi yang ada di sebaliknya... Ohhh,
betapa malunya
saya... lebih malu lagi karena saya tak berbuat apa-apa. Mulut
saya serasa
kelu, tak mampu menghentikan perbuatan Suz Pangky. Saya hanya
terdiam
dengan mata yang terpejam, tubuh saya terasa meriang dan mulai
bergejolak
dengan hebat.
...Di cermin yang besar itu saya bisa melihat betapa bola mata
Suz Pangky
mulai nanar memandangi bagian dada saya yang setengah terbuka.
Saya malu
sekali dipelototi seperti itu, sehingga mau tak mau saya
berusaha untuk
membetulkan posisi gaun saya. Tapi lagi-lagi saya kalah sigap.
Suz Pangky
cepat-cepat menekan bahu saya hingga sulit bergerak, dan jari-
jarinya
dengan cepat menekan lembut pada area-area yang sensitif..
Ohhhkkhh..
Saya mulai melambung ke awang-awang, manakala, perlahan-lahan
Suz Pangky
menurunkan pijatannya, dari pundak ke bagian dada saya.
Sungguh sesuatu
yang selama ini tak pernah berani ia lakukan terhadap saya.
Krem itu
terasa dingin, diusapkan banyak-banyak ke bagian dada saya,
bahkan kali
ini dengan berani ia mulai meraba-raba belahan dada saya.
Jemari itu
seperti merasuk-rasuk, sesekali menyusup ke balik gaun saya,
mengalirkan
rasa geli yang tak terkira.
Saya mulai kehilangan akal sehat diperlakukan seperti itu,
sekalipun hati
kecil saya mengatakan bahwa saya mulai dilecehkan. Belaian
jemarinya
lembut, mulai membakar hasrat saya. Saya seperti
terhipnotis...terperangah
dan terpejam... dan terengah...dalam blingsatan dan gelinjang..
Dan bagai sebuah kejutan di tengah malam buta, apa yang saya
khawatirkan
terjadilah...
Tanpa bisa saya cegah...
Jemari Suz Pangky, tiba tiba seperti tergelincir, menyusup
masuk ke balik
gaun dan bra saya...menyentuh dan memilin puting susu saya.
Dan dengan
gerakan yang sangat cepat, jemari itu tiba-tiba telah meremas-
remas kedua
buah dada saya, menyingkapkan penutupnya hingga terbuka sama
sekali...
lalu meremasnya gemas.. lagi... dan lagi...
Sesaat saya serasa terlempar ke awang... kegelian yang luar
biasa
tiba-tiba menyengat seantero tubuh, mengalirkan rangsang yang
hebat...
Seluruh sendi-sendi di tubuh saya serasa lepas, lemas...
kesadaran saya
serasa lenyap... dan saya merasakan sebuah letupan kecil yang
menggelikan
selangkangan saya, membersitkan cairan yang hangat ke pori-
pori tubuh
saya.. Saya merasa bergetah sekarang... saya merasa basah luar
biasa...
Saya malu! Sangat malu! Semoga saja Suz Pangky tidak
mengetahuinya..
Tapi siapa sangka, tanpa saya sadari..tiba-tiba tubuh saya
mengejang.
Tubuh ini seperti lepas kendali, tersentak-sentak,
menggelinjang-gelinjang
dengan sendirinya...
Ya Tuhan... Sus Pangky yang saya selama ini saya kenal lemah
lembut,
sopan, cantik dan keibuan, ternyata telah berubah menjadi
serigala lapar.
Ia dengan kontinyu terus-menerus meremasi payudara saya. Dan
saya,
terkesima dengan keadaan saya sendiri yang telah dikuasai
hasrat. Saya
merasai buah dada saya bagai balon yang ditiup, menggembung
penuh, dan
semakin peka akan sentuhan...
Ohhhh... Tuhan... tolonglah saya... tolonglah saya dari
penghinaan dan
rasa malu yang bakal menimpa saya...
Tiba-tiba bayangan-bayangan buruk bermunculan di benak saya,
menepis
gejolak yang telah merasuk dalam tubuh saya. Namun saya sudah
terlambat
untuk mengantisipasinya.
"Stop Suz, hentikan please," keluh saya, setengah berteriak..
Tapi ketika saya berontak, pada saat yang sama Suz Pangky
telah
menyorongkan kepalanya ke arah dada saya, lalu dengan cepat
mulutnya
melahap ke dua dada saya bergantian kiri dan kanan.
"Ohh, stop, Suz! Please."
Tapi Suz Pangky sepertinya telah dikuasai nafsunya sendiri,
dan
keinginannya menguasai tubuh saya seperti telah menulikan
telinganya.
Mulut saya memang berkata "JANGAN", tapi bahasa tubuh saya
berkata lain.
Saya memang berontak berusaha lepas dari cumbuan Suz Pangky,
tapi betapa
saya tak mampu berontak sekuat tenaga karena saya juga semakin
dikuasai
suatu perasaan aneh yang tak pernah saya alami sebelumnya…
perasaan aneh
yang membuat rasa ingin tahun saya semakin besar terhadap apa
yang akan
terjadi selanjutnya. Suz Pangky tampaknya cermat membaca
bahasa tubuh
saya, dan seolah khawatir akan kehilangan saya, dengan kedua
tangannya
yang kuat ia menahan pinggang saya hingga saya menjadi sukar
bergerak.
Lalu, dengan nafsunya yang menggila dia terus mempermainkan
kedua payudara
saya seperti mengunyah permen karet kegemarannya, yang
sebentar-sebentar
ditiupkan antara bibirnya hingga berbunyi "PLOP!!"
Dan tangannya juga tak tinggal diam, manakala mulutnya
menyedot payudara
sebelah kanan, tangannya yang lain segera meremas-remas gemas
payudara
saya sebelah kiri… Ia melakukannya bergantian.. kiri-kanan-
kiri-kanan..
Ia bagaikan bayi yang kehausan, mulutnya rakus mencucup dan
menyedot
payudara saya silih berganti hingga menimbulkan bunyi kecipak
di dalam
keheningan… Lagi-lagi saya serasa terlempar ke awang-awang…
kesadaran yang
mulai muncul, mendadak redup seketika… Payudara saya makin
membusung dalam
mulutnya yang panas… dan lidah yang kasar bagai ampelas itu
terus
menggeseki puting-putingnya
Tuhannn… maafkan saya… Saya mulai merasakan letupan itu…
letupan kecil
yang akan mengantar saya kepada suatu ledakan yang besar dan
dahsyat.
Ledakan yang biasanya hanya saya dapatkan hanya dari
percumbuan yang
hangat dan lama dengan suami tercinta… tetapi kali ini saya
serasa akan
meledak hebat dicumbui seorang waria.. dalam waktu yang dalam
hitungan
menit saja. Ya Tuhan, mengapa saya bisa begini..
Aduhhh...Tuhannn… saya tak mampu lagi membendung kegelian ini.
Betapa
seluruh tubuh saya mulai tersengat oleh rasa nikmat yang akan
melanda..
dan... lagi-lagi saya menggelinjang, gerakan tubuh saya tak
mampu lagi
saya kendalikan. Kadang saya tersentak..kadang saya
menggeliat.. Dan Suz
Pangky tersenyum sinis kepada saya tatkala mata saya tiba-tiba
terbeliak
disengat rasa geli yang luar biasa. Ia merasa telah berhasil
membuat saya
merem-melek seperti yang diinginkannya..
Ya, Tuhannn, Suz Pangky pasti telah merencanakan hal ini sejak
lama.
Kini Suz Pangky makin berani saja. Resleting saya yang telah
terbuka
sebatas dada, dengan giginya yang putih bersih digigitnya,
ditariknya
turun melewati perut saya… lebih turun lagi… melampaui pusar
saya… lalu
jemarinya menyentuh perut saya.. merabanya.. mengelusnya..
membuat saya
semakin menggelinjang, dan gaun bawah saya tanpa saya sadari
telah
tersingkap hingga ke atas pangkal paha.. celana dalam saya
merah muda,
terbikin dari satin yang tipis… tampak jelas memantul dari
cermin kaca di
depan saya..
Lagi-lagi saya hanya bisa merasa jengah.. malu.. malu sekali...
Suz Pangky lagi-lagi tersenyum, lalu dari mulutnya terdengar
pujian lirih
untuk saya, "Hmmm, perut yang ramping.. putih… halus.. siapa
yang tak
ingin menyentuhnya,"
"Ohhhhh.. Suz… Stop…saya mohonnn…"
"Hmmmhh, kaki yang ramping jenjang, tanpa cacat cela, siapa
tak tergoda
mengelusnya, hmmm??" ujarnya sembari mengelus kedua paha saya
yang terbuka
sama sekali..
Lalu seperti tak sabar, giginya mulai lagi menggigit resleting
gaun saya,
menariknya lebih turun.. hingga akhirnya terpampang di depan
matanya
celana dalam saya.. terus.. lebih turun lagi.. terlepas sudah
resleting
itu membelah gaun saya.. Tubuh saya kini terpampang nyaris
tanpa selembar
benang pun di depan matanya. Lalu dengan sekali sentak
terenggutlah gaun
itu dari tubuh saya, ia pun melemparnya entah kemana. Kini
tinggalah
secarik bra yang telah terbuka melingkar di tubuh saya… dan
secarik kain..
yang sebentar lagi mungkin tak mampu menutupi kehormatan saya..
Suz Pangky terkekeh memandangi ketelanjangan saya. Suaranya
terdengar
berbeda, terasa lebih berat.. suara khas laki-laki. Sementara
saya hanya
mampu terdiam seperti patung yang tergolek di atas kasur,
lidah saya kelu.
Saya, lagi-lagi hanya bisa terpejam manakala merasai elusan
jemari Suz
Pangky di perut saya..
Dan elusan itu semakin turun.. merabai pusar saya… turun
lagi.. mengelus
tulang panggul saya… dan.. semakin turun lagi.. menyentuh dan
menekan
selangkangan saya yang hanya tertutup secarik kain...
"Wehhhh, bukan main basahnya, Non... kalu sudah begini Non
pasti minta
lebih lagi, iya kan???" katanya sinis, ketika jarinya
menggesek permukaan
celana dalam saya. "Ini sih sudah basah kuyub... lengket
lagi!! ...
jangan-jangan Non Sari sudah keluar ya??" lanjutnya tersenyum,
sambil
menggesekkan jari-jarinya satu sama lain, dan mencucupnya
seperti mencucup
pucuk es krim yang lezat..
Oh Tuhann, saya hanya mampu menggeleng menanggapi
perkataannya. Tapi saya
menggeleng dengan menggigit bibir karena selangkangan saya
mulai diserang
rasa geli... laksana jutaan semut yang merayap dalam
selangkangan saya..
menjejal di sana..
Tuhann.. saya tak tahu harus berbuat apa, saya ingin berontak,
saya merasa
dikurang-ajari, saya merasa terhina oleh celotehannya. Tapi
entah kenapa
saya tak mampu berbuat apa-apa. Tubuh saya malah menginginkan
setiap
pelecehannya, setiap pori-pori saya seperti pasrah menerima
kekurang
ajarannya, setiap milimiter syaraf saya seakan berkata..
teruskan..
teruskan.. lebih lagi.. lebih lagi.. teruskan hingga
kemuncak.. teruskan
hingga meleleh..
Oh Tuhannn, tanpa terasa air mata mulai meleleh deras dari
kedua mata
saya.. Saya mulai menangis dengan perasaan campur aduk... saya
menangis
karena malu.. menangis karena terhina... menangis karena...
menunggu
kemuncak itu akan segera melanda..
Lalu entah sejak kapan, Suz Pangky telah berada di tengah-
tengah diantara
kaki saya, dan perutnya mendekat di antara selangkangan saya.
Lalu dia
telah melepas kaus ketatnya, sehingga tampaklah sepasang buah
dadanya yang
membusung itu bergoyang-goyang, payudara itu tampak kencang
dengan kedua
puting susunya sebesar telunjuk mencuat tegang, dan mungkin
payudara waria
itu bahkan lebih besar lagi daripada payudara saya. Dia
membungkuk, lalu
menciumi jari-jari kaki saya, dan tanpa rasa jijik ia
menggesekkan buah
dadanya itu ke telapak kaki saya, digesek-geseknya di antara
celah jari
kaki saya. Diperlakukan seperti itu, mendadak muncul sensasi
aneh yang
hebat dalam hati saya.
Dalam kondisi wajar mungkin saya sudah muntah diperlakukan
seperti itu,
apalagi saya disuguhi sebuah adegan live show yang menampilkan
seseorang
lagi mencumbui dirinya sendiri, meremas-remas buah dadanya
sendiri, dan
sesekali saya memergoki tangannya menyusup ke balik celana
pendeknya lalu
bergerak seperti memompa. Ohh, matanya tiba-tiba terbeliak,
tubuhnya
menegang... dan nafasnya tersengal-sengal. Entah kenapa saya
malah terpana
menyaksikan hal ityu, dan gejolak jiwa saya terasa panas
terbakar ,
padahal menonton filem biru saja biasanya saya merasa jijik..
tapi kali
ini justru sebaliknya..
Tiba-tiba Suz Pangky menghentikan adegan seronok itu. Ia
sepertinya malu
sekali. Tetapi sedetik kemudian tubuhnya mulai membungkuk,
kepalanya
mendekat tepat di atas selangkangan saya..dan perlahan,
hidungnya yang
mancung terasa menekan dan digesek-gesekkan tepat di tengah
selangkangan
saya.
Saya terpekik, jari-jari saya spontan meremas-remas kehampaan,
ketika
kegelian yang luar biasa itu menyengat kelenjar syaraf saya.
Serta-merta
saya merasai suatu desiran kuat yang membersitkan cairan-
cairan ke
permukaan selangkangan saya, sehingga saya bisa melihat hidung
Suz Pangky
basah kuyub oleh sesuatu yang bening dan lengket.
Oh Tuhann, saya bergetah lagi.
"Apakah Non selalu begini jika berhubungan dengan suami Non,"
tanyanya
lirih sambil terus menggeseki selangkangan saya dengan
hidungya.
Saya tak mampu menjawab. Saya malu sekali, menyadari
keterangsangan saya
oleh seorang yang asing bagi saya, apalagi seorang waria.
„Wehhh, harumnyaaa.." Suz Pangky tiba-tiba menggigit celana
dalam saya,
lalu menariknya turun melalui kedua kaki saya.
„Jangan Suz, please.. jangan dibuka!!"
Tapi, Suz Pangky tak peduli… pemberontakan saya seolah malah
memberi
kemudahan baginya untuk melepaskan celana dalam saya..
"TESSS".. celana dalam itu terlepas sudah. Kini kehormatan
yang senantiasa
saya jaga itu telah terbuka di depan hidung seorang waria. Dan
saya
merasai suatu kebasahan yang hangat meleleh di antara pantat
saya. Dan
dengan gerakan yang tiba-tiba, Suz Pangky menempelkan mulutnya
di tengah
selangkangan saya. Lalu saya merasai sapuan lidah yang panas
di antara
selangkangan saya..
„Ohhh, Suz Pangky... stop.. please,"
Tapi Suz Pangky tak mau mendengar pinta saya, ia malah semakin
ganas
menjilat-jilat selangkangan saya. Nafasnya yang panas terasa
menghembus
hingga di perut saya. Yaa ampuunn.. ohhhhhh... ia akhirnya
menemukan
kelenjar saya.. Ohhhh... ampunnn... kedua bibirnya serasa
membetot
kelenjar saya... menguncinya dalam kuluman bibirnya...dan
lidahnya yang
kasar mulai terasa merajalela...menggeseki kelenjar saya ..
Ohhh Tuhannn, kini saya benar-benar telah dikuasainya, kini
saya telah
terbuai oleh keahliannya memainkan lidah.
Lalu... tanpa saya sadari kedua kaki saya telah mengepit erat
kepalanya .
Dan karena tak tahan gelutannya, saya justru malah menekan
kepalanya lebih
dalam di selangkangan saya... saya serasa ingin
menenggelamkannya
sekalian...
Ohhh Tuhann.. lidahnya itu terasa lagi-lagi mencecar kelenjar
saya,
membelitnya, menggentelnya masuk ke celah giginya.. dan
memelintirnya
dalam sedotan yang dalam.. hingga saya merasai munculnya
letupan-letupan
kecil yang semakin kontinyu dari dalam selangkangan saya.
„Stop Suz!! Please."
Suz Pangky tak perduli.
„Pleasseee... stooop Suzzzz!!!!," saya sudah tak tahan lagi
merasai
gesekan lidahnya di selangkangan saya.
Tiba-tiba Suz Pangky menghentikan cumbuannya. Matanya
bersirobok langsung
dengan mata saya. Ia seolah-olah minta kepastian saya, apakah
saya memang
benar-benar tak menginginkannya???
Sepersekian menit keadaan menjadi hening. Kepala Suz Pangky
masih terpaku
tepat di antara selangkangan saya dan tak melakukan apa-apa.
Keadaan itu
ternyata menimbulkan kebingungan luar biasa dalam diri saya,
gejolak yang
kuat tiba-tiba muncul begitu saja, menyeruak hingga ke puncak
selangkangan
saya, saya merasa hilang kendali, saya tiba-tiba merasa hampa…
tubuh saya
seperti kehilangan sesuatu hingga perlu mencarinya.. lalu
perlahan pinggul
saya telah bergerak sendiri tanpa kendali… mencari sesuatu
yang tadi
menghangatkannya…melejit-lejit.. tersorong-sorong.. hingga
akhirnya dapat
mengena pada dagunya yang menonjol kasar.. makin mendekatkan
selangkangan
saya ke dekat mulutnya.. menyorong-nyorongkannya… hingga
menekan dagu yang
kasar itu, menyambung lagi kegelian yang sempat terputus…



----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh

4003

21Tahun.Sextgem.Com