Rezeki Nomplok
Semasa SMU aku dikenal sebagai kutu buku yang bercita-cita tinggi, yang
tak bisa memegang bola basket, minder terhadap urusan cewek dan tak punya
pacar. Sehingga hampir setiap sabtu teman-teman melantunkan lagu Koes Plus
untukku, "Sabtu malam kusendiri..." Namun ketika kami mengadakan reuni
sepuluh tahun kemudian, ternyata teman-temanku justru terlihat seperti
suami yang hidup di bawah bayang-bayang istri dan mertua, sedangkan aku
justru mendapat pengalaman-pengalaman seks yang berkesan.
Tanpa sepengetahuan mereka, pengalaman pertamaku terjadi justru ketika aku
masih mereka kenal sebagai kutu buku. Berawal dari kepindahan tugas ayahku
ke kota lain, aku si rangking satu di sekolah diminta kepala sekolah untuk
tidak ikut pindah dan menyelesaikan sekolahku di SMU itu, karena ada
undangan dari Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia agar rangking
pertama dari SMU-ku kuliah di sana. Demi masa depan, orang tuaku setuju
dan menitipkanku di rumah temannya yang kebetulan anaknya, Budi, adalah
teman sekelasku, sehingga aku menghabiskan kelas tiga SMU seribu kilometer
jauhnya dari keluarga yang kucintai.
Kamar kost-ku tidak berada di ruang utama bangunan, tetapi cukup strategis
untuk memonitor penghuni dan tamu yang keluar masuk rumah itu. Malam
minggu itu seluruh keluarga temanku menghadiri pesta pernikahan sepupunya,
meninggalkan aku si kutu buku asyik belajar sendiri. Untuk menghilangkan
kantuk, aku menuju dapur di bangunan utama bermaksud membuat secangkir
kopi dan semangkok mie instan. Tiba-tiba terdengar pintu pagar terbuka,
rupanya Yumul, adik Budi, pulang lebih awal ditemani pacarnya Wadi. Mereka
sudah pacaran setahun lebih dan kelihatannya telah direstui oleh kedua
orang tuanya, karena Wadi meskipun baru berusia 21 tahun tetapi sudah
hampir menyelesaikan kuliahnya dan Yumul berusia 17 tahun menjelang kelas
tiga SMU.
"Tuh liat, kamarnya si kutu buku lagi terang. Seperti biasa, paling-paling
dia lagi asyik ngapalin rumus-rumus yang njelimet, jadi kita aman di
sini," terdengar suara Yumul. Selang beberapa menit setelah mie dan kopiku
siap hidang, aku beranjak menuju kamarku, namun aku terkesima karena di
ruang tamu kulihat pemandangan yang jauh berbeda dengan rumus matematika
yang sedang berputar di otakku. Yumul sedang merem-melek karena buah
dadanya sedang dikulum Wadi. Karena khawatir mereka tahu kehadiranku bila
kuteruskan langkahku maka aku berhenti, dan dengan hati berdegup terpaksa
kuikuti lakon itu. Wadi terus menghisap kedua puting dari bukit mini namun
ranum langsat, sembari tangannya menyusup ke dalam gaun pesta Yumul, dan
seketika membuat Yumul menggeliat lirih, "Aahh.. uhh.." Berdasarkan ilmu
biologi, jari tangan Wadi menemukan klitoris sensitif Yumul.
Sambil mendesah, tangan Yumul mencoba melakukan serangan balasan dengan
mencari persembunyian meriam Wadi, meskipun harus bersusah payah melepas
ikat pinggang, membuka reitsleting, memelorotkan celana panjang dan
menyusup ke dalam benteng terakhir celana dalam. Wadi yang sudah tahu arah
serangan, tetap saja tersentak dan mengerang sambil menekan pantatnya ke
depan. Yumul terlihat lebih cekatan, mengeluarkan meriam Wadi dan
mengulumnya hingga menekan tenggorokan. Wadi yang sempat terkesima sesaat,
tergopoh-gopoh menyusun posisi untuk dapat memelorotkan celana dalam Yumul
dan melahap kemaluan yumul dengan rakus sambil jari tengahnya merogoh ke
dalam liang kewanitaan Yumul. Sambil berbaring mereka membentuk posisi
enam sembilan dan terdengar duet alunan merdu. "Mmmh.. nyam-nyam..
sluurrp.. yessshh.."
Setelah merasa puas tiba-tiba Wadi berdiri, dan Yumul bagai telah hapal
akting selanjutnya, juga ikut berdiri. Mereka berdekapan erat, berpagutan
bibir, dan menggoyangkan pantat saling bertabrakan. "Astaga, mereka
bersengggama," pikirku sambil menelan ludah dan mengusap keringat saking
menghayati ketegangan adegan.
Entah telah berapa puluh kali mereka saling menghunjam, tiba-tiba
kudenggar Yumul berkata lirih, "Mas, kali ini dimasukkin beneran yach,
jangan cuma dioles-oles."
"Kamu nggak takut," tanya Wadi dan dijawab dengan gelengan kepala Yumul.
"Nanti kamu nyesel," tanya Wadi dan sekali lagi Yumul menggeleng sambil
berkata, "Khan kata Papa kita akan menikah dua tahun lagi, yang penting
jangan sampai hamil dulu."
Wadi menghentikan goyangannya dan menatap Yumul dalam-dalam, "Jangan
sekarang, kita beli kondom dulu."
Yumul menggelayut manja dan merengek, "Yumul nggak tahan, pinginnya
sekarang, nanti maninya mas jangan dikeluarin di dalam tapi di luar saja,
seperti biasa."
Meskipun adegan makin menegangkan, namun aku menghela napas lega, "Ah
syukurlah, mereka belum bersenggama, tapi mereka akan... bagaimana cara
mencegahnya?" Pikiranku buntu untuk bisa menghentikan mereka, karena
jantungku terlalu kencang berdegup tak memberi kesempatan otakku berputar,
sedangkan ujangku ikut-ikutan tegang tanda setuju adegan selanjutnya.
Nun jauh disana, Wadi telah menidurkan Yumul di atas karpet, Yumul membuka
gerbang kangkangan kaki, dan laras torpedo Wadi mulai diarahkan, perlahan
maju, mendekati liang, menempel dan.. tiba-tiba Wadi menghentikan
gerakannya, menatap Yumul, sambil menelan ludah berkata, "Sebaiknya Kamu
yang di atas, biar menekannya hati-hati, biar nggak terlalu sakit, soalnya
kata orang hubungan yang pertama sakit buat perempuan." Yumul yang sedari
tadi memejamkan mata menghitung mundur saat terobosan pertama, kaget dan
menjawab, "Yumul sudah merasakan sakitnya waktu Mas memasukkan jari ke
memek Yumul." Wadi belum mengerti maksudnya tapi kurang lebih Wadi harus
tetap di atas dan menekan meriamnya ke dalam liang kewanitaan Yumul. Maka
sekali lagi Wadi mengambil ancang-ancang, meluruskan, perlahan menekan dan
akhirnya... "Kriingg..." suara telepon berdering, Wadi dan Yumul terkejut
dan setelah sadar itu suara telepon mereka saling tersenyum, "Oo cuma
telepon.. tapi bagaimana kalau si kutu buku mendengar dering telepon dan
datang ke sini mau ngangkat telepon? Cepat Mas angkat dulu teleponnya biar
nggak berdering terus," Kata Yumul. Dengan mengendap Wadi mengangkat
telepon, sesaat wajahnya serius, menutup telepon, sekonyong-konyong
mengenakan kembali celana dan pakaiannya dan tergesa-gesa berkata, "Aku
harus pergi, Mama sakit keras.." seraya menuju pintu keluar. Yumul yang
berharap dapat melanjutkan adegan penerobosan pertama hanya terbengong
tanpa sempat melakukan sesuatu kecuali mengucapkan, "Salam buat Mama,
semoga lekas sembuh!"
Terkesima oleh pembatalan sepihak yang dilakukan sekejap, Yumul hanya
dapat memandangi tubuhnya yang telah bugil. Perlahan tangannya membelai
bibir kemaluannya seolah membujuk agar tidak sedih. Lalu Yumul memutuskan
untuk menghibur diri dengan mempermainkan klitorisnya sendiri. Aku yang
merasa drama telah berakhir bermaksud menyelinap ke kamarku, namun Yumul
menangkap ada gerakan di dekat dapur. Sambil menutup tubuh seadanya ia
menghampiri dapur dan memergokiku berdiri di sana. Yumul kaget dan
terpaku, akupun gemetar tak mampu mengucap maaf. Antara malu, menangis,
marah dan tertawa Yumul berkata, "Bang Obi dari tadi melihat kami?" Aku
menunduk, tak berani menatap dan berkata lirih, "Maaf..." Sejenak hening,
lalu tiba-tiba Yumul tesenyum simpul, "Hi, ada burung apa di celana Bang
Obi.." Rupanya meriamku belum turun dan menyembul diantara celana hawaiku,
karena memang kebetulan aku tidak pernah memakai celana dalam bila
menjelang tidur. Belum hilang kagetku, tiba-tiba Yumul maju menangkap
burungku dan mengelus, sementara aku tak bisa mundur meskipun ingin,
karena kakiku terlalu gemetar.
Melihat aku tak berdaya bagai patung, Yumul memelorotkan celanaku sehingga
burungku tak bersangkar lagi, dan seperti telah kulihat sebelumnya, Yumul
mulai menjilati dan mengulum batang kejantananku. Aku semakin gemetar dan
gagu serta tak mampu menghindar dari wanita birahi yang belum sempat
terlampiaskan dengan Wadi. Yumul menarik pundakku turun lalu mendorong
untuk merebahkanku. Di hadapanku terpampang gadis manis berambut ikal yang
selama ini hanya kukenal keayuan wajahnya, kini memamerkan kemulusan
tubuhnya. Lehernya yang jenjang menyatu dengan pundaknya yang lebar.
Sembulan dua gunung kecil dengan puting centil merah muda, padat menantang
selaras lekukan pinggul. Bulu-bulu halus di selangkangannya tak mampu
menyembunyikan bibir tebal liang kewanitaannya dan mancungnya klitoris
yang masih sedikit memerah akibat gesekan meriam dan jari Wadi.
Bidadari 17 tahun itu melangkahkan kaki jenjangnya berdiri mengangkangiku
dan perlahan turun. Sambil memegang batang kejantananku Yumul meluruskan
liang kewanitaannya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Yumul langsung
menekan.., "Blesss..." mulai terjadi penetrasi, aku merasakan sempit dan
seretnya. "Yumul.." hanya itu yang keluar dari mulutku tak tahu apa
lanjutan kalimatnya. Yumul berhenti sejenak, mengatupkan mulutnya
rapat-rapat, sedikit menutup matanya. Antara nikmat dan sakit, perlahan
Yumul menekan lebih dalam..., "Blesss..." aku merasakan batang
kejantananku didekap dan diremas hangat oleh liang kewanitaannya. Yumul
berhenti lagi sejenak, menengadahkan wajahnya sambil menggigit bibirnya
sendiri dan memejamkan mata. Lalu kembali perlahan Yumul menekan...,
"Blesss..." terus menekan perlahan hingga selangkangan kami beradu, Yumul
menghentikan tekanannya. Ah, burungku telah bersangkar di dalam liang
kewanitaan Yumul dan merasakan pijatan dinding kewanitaannya. Yumul
menatapku sambil tersenyum, akupun berusaha tersenyum sementara detak
jantungku sudah tak beraturan dan keringatku mengalir dimana-mana.
Yumul menggoyangkan pantatnya kekiri kekanan dan berputar, stress-ku mulai
mengendur dan mulai merasakan nikmatnya pijatan nikmat terhadap batang
kejantananku. Lalu perlahan Yumul menaikkan dan menurunkan kembali
pantatnya, semakin lama semakin cepat. Berulang naik turun, kiri kanan,
berputar. Ketika melihat senyumnya yang menandakan kepuasannya, tanpa
sadar akupun ikut menaikturunkan pantatku seirama dengan gerakannya.
"Uhhh, mentok Bang.. enaak." Karena batang kejantananku memang sudah
tegang lama, maka tak lama kemudian kurasakan sesuatu mendesak untuk
dimuncratkan. "Uhh.. aku mau keluar Yumul, uhh.." kataku tak jelas. "Iya..
hh.. tapi.. hh.. jangan dulu Bang, hh.. tunggu Yumul, hh.. nanti
dikeluarinnya Bang.. hhh diluar saja.." kata Yumul sambil mempercepat
goyangannya. Aku tak tahu bagaimana cara menahan pancaran yang siap
mendesak keluar, hingga akhirnya, "Aaahh..." dan "Crottt.. crottt.." aku
mengeluarkan maniku di dalam liang kewanitaan Yumul. Meskipun tahu aku
sudah ejakulasi, Yumul terus bergoyang, seolah tak peduli atau mungkin
karena iapun sedang menuju puncak. Tiba-tiba Yumul berteriak panjang dan
keras sekali, "Aaahhhww..." dan terkulai lemas di atasku. "Sssttt.."
kataku, karena takut terdengar entah oleh siapa.
Tanganku yang sedari tadi berperan sebagai penonton, memberanikan diri
mendekapnya dan beberapa saat kami berpelukan erat. Aku penasaran dan tak
menyia-nyiakan kesempatan untuk meraba buah dadanya, dan Yumul sedikit
mengangkat badannya memberi kesempatan dan ruang gerak bagi tanganku agar
leluasa meremas dan bahkan mempermainkan putingnya. Dan mulutku tak mau
ketinggalan jatah, ikut mencium, mengulum dan mengisap puting yang baru
mekar di bukit yang kenyal. Sementara dibagian bawah, batang kejantananku
terus bersangkar di dalam liang kewanitaan Yumul, namun semakin lama
semakin lunglai dan akhirnya keluar dari lubangnya, "Plup.."
Yumul menatapku dan berkata, "Bang Obi, tadi ngeluarinnya di dalam yaa.."
Aku mengangguk pelan.
"Bagaimana kalau Yumul hamil, Bang?" tanyanya.
"Yumul tetap dalam posisi tegak atau di atas, dan biarkan maniku mengalir
keluar kemaluanmu sesuai gravitasi bumi," entah teori apa yang kukatakan
tapi Yumul menurut.
Setelah Yumul yakin bahwa maniku telah keluar semua ia beranjak dan
berkata, "Kalau Bang Obi melaporkan hubunganku dengan Mas Wadi yang sudah
cukup jauh, Yumul juga akan laporkan pada orang tua Bang Obi dan Guru
bahwa Bang Obi telah menggauli Yumul, dan masa depan kita sama-sama
hilang," Yumul setengah mengancam dan segera beranjak dari tubuhku.
Yumul memperhatikan betapa banyak semprotan yang keluar dari liang
kewanitaannya dan betapa banyak maniku yang mengalir kembali keluar dari
liang kewanitaannya dan membasahi batang kejantananku. Selintas Yumul
tersenyum namun tiba-tiba ia terkejut karena di batang kejantananku ada
darah merah cukup banyak. "A..Aku masih perawan?!, oh.. kukira aku sudah
tidak perawan karena tusukan jari Mas Wadi." ia tampak menyesal dan segera
meraih gaun pesta, celana dalam dan bra-nya serta berlari menuju kamarnya.
Sayup-sayup terdengar gemercik air siraman mandi Yumul, lalu senyap.
Ketika keluarganya pulang dari undangan, aku sedang membersihkan keringat,
bercak-bercak mani dan darah yang berserakan di lantai. Kukatakan bahwa
mie instanku tertumpah. "Yumul sudah tidur, tadi pulang diantar Mas Wadi,"
kataku ketika mereka menanyakan Yumul.
Keesokan harinya kudengar Yumul seharian mengurung diri di kamarnya dan
hanya sesekali keluar untuk makan. Karena aku memang jarang ngomong sama
Yumul tak ada yang curiga kalau Yumul sama sekali enggan ngomong denganku.
Aku menyesal telah membuat Yumul menjadi pendiam dan aku berdoa agar dia
dapat ceria kembali. Rupanya doaku terkabul. Tiga minggu kemudian kulihat
ia sangat ceria, dan pada suatu kesempatan ia menghampiriku. "Maafkan
Yumul ya Bang dan Bang Obi juga sudah Yumul maafka," bisiknya mesra.
"Koq?" aku tulalit. Seolah mengerti maksud pertanyaanku, Yumul menjawab,
"Aku telah bersetubuh dengan Mas Wadi, dan dia yakin bahwa perawanku telah
hilang saat dia masukkan jarinya padaku, dan keluargaku yakin murungku
selama ini adalah karena mamanya mas Wadi diopname, jadi masa depanku
cerah lagi." Hanya itu yang dikatakan dan ia berlalu dengan ceria, gaya
manja khas belia 17 tahun.
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
2086