03. Aku Jadi Pengantin Muridku


“Iya deh! Nah, tahan sebentar ya, Kak!” Rendy lalu berjalan kebelakang tubuhku yang masih menungging. Aku bisa merasakan ia memegang spidol yang tertanam dalam pantatku. Perlahan-lahan ditariknya spidol itu keluar dari pantatku.

“Aww… auuch…” rintihku pelan saat merasakan gesekan batang spidol itu di permukaan lubang pantatku yang rasanya sedikit sakit, namun agak geli juga. Apalagi saat aku mengejan, pantatku terasa semakin nikmat dengan tekanan itu.

PLOOP! Terdengarlah suara lepasnya spidol itu dari pantatku.

“AAHH!!” Sontak aku berteriak merasakan kelegaan yang kembali ke lubang pantatku setelah sekian lama disumbat. Namun, sebelum aku sempat berdiri dan merasakan kelegaan, Rendy segera menarik dan menghempaskan tubuhku ke ranjang canopy itu sehingga aku kembali terbaring diatas ranjang.

“Aduh!” Aku segera berusaha bangkit, namun Rendy segera menerkam dan menimpa tubuhku.

“Jangan bergerak Kak!” perintahnya. Entah bagaimana, aku segera menuruti perintah Rendy dan mulai merelakan tubuhku dipermainkan olehnya.

“Sekarang kakak kupanggil pakai nama saja ya? Erina…” pintanya manja.

“I, iya… terserah kamu…” jawabku dengan wajah memerah saat menatap wajah Rendy yang ada tepat diatas wajahku.

“Ah!” aku menjerit kecil saat Rendy mencengkeram dan meremas-remas dadaku. Tangan kanannya menekan payudaraku dengan perlahan dan mencubitnya dengan lembut, sementara tangan kirinya menyibakkan rambutku. Rendy lalu mendekatkan wajahnya dan mencium pipiku.

“Erina, kamu wangi deh!” pujinya seraya melayangkan kecupan ke bibirku yang segera kubalas.

Rendy lalu duduk bersimpuh di atas ranjang itu dan memangku kepalaku diatas pahanya. Rendy kembali menjamah payudaraku, namun kali ini ia mengulurkan tangannya menyusupi bagian dada gaunku. Jari-jarinya menjalar pelan diatas payudaraku sambil mencari puting payudaraku. Aku merasa agak sesak karena aku masih memakai BH, namun itu tidak menghalangi jari-jari nakal Rendy untuk mempermainkan dadaku.

“Aw!” aku merasakan puting payudaraku disentuh oleh jari Rendy. Rendy segera memencet putingku sehingga aku merasa seperti tersetrum oleh listrik di sekujur dadaku.

“Ahh…” desahku pelan saat Rendy kembali meremas payudaraku.

Payudaraku digerakkan berputar pelan oleh jari Rendy sambil sesekali memencet putingku. Aku semakin terhanyut saat Rendy menyentil-nyentil puting payudaraku dengan kukunya yang agak panjang ataupun saat memencet puting susuku dengan kuku jempol dan jari telunjuknya. Saraf-saraf tubuhku kini semakin sensitif karena aku semakin terangsang dengan pijatan di payudaraku. Kakiku mulai menggeliat-geliat pelan dan aku bisa merasakan cairan cintaku kembali meluber dari vaginaku. Rendy yang melihat pergerakan-pergerakan terangsang tubuhku, mengentikan aksinya. Kini ia kembali bergerak kearah selangkanganku. Ia lalu duduk dihadapan tubuhku yang masih terbaring

“Nah, Erina. Ayo buka pahamu. Yang lebar ya!” aku merentangkan kakiku selebar mungkin dihadapan Rendy. Ia tersenyum melihat aku yang tidak menolak perintahnya lagi. Rendy lalu mengamati selangkanganku. Bagaimana kewanitaanku yang masih basah oleh cairan cintaku dan lubang pantatku yang terbuka sedikit setelah diperawani spidol, terhidang di hadapannya. Rendy mencolek vaginaku dan mencicipi cairan cintaku yang ada di jarinya. Rendy kembali membenamkan jarinya dengan pelan di celah vaginaku, jarinya bergerak lembut seolah mencari sesuatu.

“Aww…” desahku pelan saat jari telunjuk Rendy menyentuh klitorisku. Rendy yang akhirnya menemukan apa yang dicarinya dalam liang vaginaku tampak kegirangan. Jarinya segera menyentil-nyentil klitorisku. Akibatnya, bisa ditebak, aku kembali melayang kelangit ketujuh. Aku merintih-rintih keenakan dihadapan muridku yang kini sedang memainkan gairah seksualku.

“Aahh… ohh… aww…” desahanku semakin keras dan akhirnya tubuhku kembali serasa akan meledak. Punggungku melengkung bagai busur dan kakiku kembali menegang, siap untuk menyambut orgasmeku untuk yang kedua kalinya. Namun, Rendy yang tahu bahwa aku akan orgasme segera mencabut jarinya keluar dari liang vaginaku; otomatis, kenikmatan yang sebentar lagi akan kucapai lenyap seketika.

“Rendyy… jahaat… ayo lagiii…” pintaku memohon pada Rendy.

“Apanya yang lagi, Erina?” tanyanya seolah tidak mengerti.

“Ayoo… mainin vagina Erinaa… Erina sukaa…” jawabku seperti seorang pelacur rendahan.

“Suka apa?”

“Erina suka kalau vagina Erina dimainin Rendy… ayo doong… Erina mau orgasme lagii… enaak…” kembali aku mempermalukan diriku sendiri. Aku sudah tidak bisa berpikir lagi karena tubuhku sudah sepenuhnya dikuasai dorongan seksualku yang sudah di ambang batas.

“Panggil aku “Sayang”! Kan kamu sudah jadi pengantinku!” perintah Rendy

“Iyaa… Rendy sayaang… ayoo…” entah bagaimana aku terjebak dalam permainan psikologis Rendy. Aku sekarang bertingkah seolah-olah dia adalah suamiku yang sah. Aku agak terkesan karena walaupun masih begitu muda, Rendy sudah tahu bagaimana menjalankan trik psikologis untuk mempengaruhiku agar menuruti permintaannya, mungkin ini juga pengaruh dari video pornonya. Namun kuakui, permainan psikologis ini semakin membangkitkan gairahku dan aku amat menikmatinya! Sekarang hubungan kami bukan lagi seperti seorang murid dan guru, namun lebih seperti sepasang pengantin baru.

“Nah, Erina. Boleh tidak kalau Rendy memasukkan ‘adik kecil’ ke memek Erina?”

“Boleh sayang… Erina kan pengantinnya Rendy…” selorohku. Aku sekarang sudah rela memberikan keperawananku untuk Rendy. Lagipula mulut dan pantatku kini sudah tidak perawan lagi, jadi tidak ada salahnya kalau aku sekalian merelakan kesucianku kepada Rendy. Aku pun menarik rok gaunku hingga ke perutku sehingga kewanitaanku terpampang jelas sekali dihadapan Rendy.

“Ayo sayang. Erina mau orgasme lagi…” aku memohon pada Rendy. Rendy segera merespon dengan duduk dihadapan selangkanganku dan mengatur posisi tubuh kami sehingga penisnya sekarang berada di bibir kewanitaanku. Aku bisa merasakan penisnya yang kembali membesar seperti saat aku mengoralnya barusan menyentuh celah vaginaku. Aku menghela nafas, menyiapkan diriku untuk menerima kenyataan bahwa keperawananku akan direnggut sesaat lagi. Aku berusaha mengatur nafasku yang memburu untuk mengusir rasa takut dan cemas akibat degup jantungku yang amat kencang.

“Bagaimana, Erina? Sudah siap?” aku mengangguk pelan menjawab pertanyaan Rendy akan kesiapanku.

“Rendy… yang pelan ya? Jangan kasar…” pintaku kembali.

Aku tidak ingin Rendy memperawaniku seperti sebuah pemerkosaan, yang kuinginkan hanya agar aku bisa diperlakukan lebih lembut. Maklumlah, ini juga merupakan pengalaman pertamaku yang pasti akan berkesan seumur hidupku. Untunglah, Rendy tampaknya mengerti akan perasaanku. Ia mengangguk dan sorot matanya seolah menenangkanku. Rendy mulai mendorong pinggangnya ke depan. Sesaat penisnya berhasil membelah bibir vaginaku, namun mungkin karena vaginaku licin akibat cairan cintaku, penis Rendy malah meleset keluar dari celah vaginaku. Mengakibatkan timbulnya suara tertahan dari mulutku. Rendy kembali berusaha, namun tampaknya agak susah baginya untuk memasukkan penisnya kedalam vaginaku karena diameter penisnya juga cukup lebar (walaupun masih kalah dengan penis yang kulihat di film porno barusan), apalagi aku juga masih perawan sehingga liang vaginaku masih sempit. Setelah beberapa kali berusaha, Rendy tampak kesal karena belum berhasil memperawaniku. Akhirnya ia meraih batang penisnya dan mengarahkannya tepat dihadapan celah bibir kewanitaanku. Tangannya masih kuat mencengkeram penisnya saat ia sekali lagi menggerakkan pantatnya ke depan dan…

“AAGH!!!” aku membelalak dan menjerit keras saat merasakan rasa ngilu dan perih yang amat hebat melanda vaginaku. Akhirnya selaput daraku robek dan keperawananku sekarang lenyap sudah terenggut oleh Rendy. Aku bisa merasakan penis Rendy yang kini terjepit di vaginaku dan ujung penisnya didalam lubang pipisku. Rendy kembali memajukan pinggulnya dengan pelan, mengakibatkan rasa sakit itu semakin mendera vaginaku. Bahkan rasanya jauh lebih sakit daripada saat pantatku diperawani oleh spidol barusan.

“Rendy, Rendy!! Sakit! Sebentar!! Aduuh!!” aku kembali meminta dengan panik pada Rendy. Air mataku meleleh akibat rasa perih itu.

“Sebentar, Erina. Tenang ya, sebentar lagi…” jawab Rendy sambil mendorong pinggangnya dengan pelan.

Penisnya semakin dalam memasuki vaginaku diiringi dengan jeritan piluku yang tersiksa oleh rasa sakit itu. Kepalaku terbanting kekiri-kanan menahan rasa sakit, seolah menolak penetrasi Rendy kedalam lubang vaginaku.

“Ohh…” Rendy melenguh dan menghentikan dorongannya. Aku bisa merasakan sepasang buah zakarnya bergelantungan di bongkahan pantatku dan paha kami yang sekarang saling bersentuhan.

“Hhh…” aku mengambil nafas sejenak merasakan rasa sesak di vaginaku akibat besarnya penis Rendy didalam lubang pipisku. Aku akhirnya sadar kalau sekarang ini seluruh penis Rendy sudah terbenam sepenuhnya didalam kewanitaanku. Rambut-rambut kemaluannya yang baru tumbuh juga menggelitik selangkanganku. Untuk beberapa saat, kami terdiam dalam posisi itu. Rendy memberiku waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaanku.

“Erina…” panggil Rendy pelan.

“Ya?”

“Hangat sekali rasanya didalam. Kamu lembut sekali, Erina…” pujinya. Aku tidak bisa merespon jelas karena rasa perih yang menyiksa ini, namun bisa kulihat kalau Rendy tampak mencemaskan keadaanku.

“Sakit ya?” tanyanya penuh perhatian

“I, iya, sakit sekali…” jawabku pelan.

“Sekarang kita sudah bersatu lho, Erina. Aku dan kamu sekarang jadi satu…” Aku mengangguk membenarkan pernyataan Rendy. Memang, sekarang tubuh kami sudah bersatu karena kemaluan kami masing-masing telah menyatukan tubuh kami.

“Rendy… sakiit…” protesku pada Rendy. Rendy terdiam, ia hanya mengusap air mataku.

“Sabar ya, Erina? Sebentar lagi pasti enak kok!”

Rendy lalu menarik penisnya sedikit vaginaku dan dengan pelan dilesakkannya kembali kedalam liang vaginaku. Rasa pedih kembali menyengat vaginaku, namun Rendy selalu berusaha menenangkanku. Aku merasa tampaknya Rendy juga tahu bagaimana sakitnya saat seorang gadis diperawani untuk pertama kalinya karena ia selalu berusaha memompa penisnya selembut mungkin untuk mengurangi rasa sakitku.

Lama kelamaan, muncul rasa nikmat dari vaginaku akibat gerakan penis Rendy. Walaupun masih bercampur dengan rasa perih, aku bisa merasakan bahwa sensasi baru ini berbeda dari saat vaginaku dioral dan dipermainkan oleh jari Rendy. Sensasi ini lebih menyentuh sekujur syarafku. Rendy kembali membelai pahaku sambil menjilatinya pelan sehingga gairah seksualku kembali bangkit perlahan. Rasa perih itu semakin hilang dan digantikan dengan sensasi baru di tubuhku. Rasa geli, sakit dan sesak yang melanda vaginaku memberikan sensasi tersendiri yang mengasyikkan. Rendy yang melihat bahwa aku sudah terbiasa akan pergerakannya mulai leluasa mengatur gerakannya. Sekarang penisnya ditarik keluar hingga hanya tersisa pangkal penisnya saja dalam vaginaku otomatis bibir vaginaku ikut tertarik keluar. Tiba-tiba, Rendy mendorong pantatnya mendadak dengan cepat sehingga penisnya kembali menghunjam liang vaginaku dengan keras.

“Hyahh…” jeritku kaget, namun sekarang rasanya tidak lagi perih seperti tadi. Rendy mulai menggerakkan penisnya dengan tempo yang lebih cepat, membuatku akhirnya melenguh-lenguh nikmat merasakan sensasi di vaginaku.

“Oohh…ahhh….aahh…aakhh…” aku mendesah-desah keenakan saat penis Rendy menghunjam vaginaku.

Sesekali Rendy berhenti menggerakkan pinggangnya saat penisnya tertanam penuh dalam vaginaku dan mulai menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga penisnya seolah mengaduk-aduk isi liang vaginaku, membuatku semakin melayang diatas awan kenikmatan seksual. Semakin lama, kurasakan tempo goyangan penis Rendy semakin cepat keluar-masuk vaginaku dan menggesek klitorisku saat memasuki vaginaku. Tubuhku juga berguncang mengikuti irama pompaan penis Rendy seiring dengan desahan-desahan erotis dari bibirku. Malah, saat Rendy menghentikan gerakan penisnya, secara otomatis aku menurunkan pinggulku menjemput penisnya, seolah tidak rela melepaskan penisnya itu. Rendy terlihat puas melihatku yang sekarang sudah berhasil ditaklukkan olehnya. Tidak terasa sudah sekitar 10 menit sejak penis Rendy memasuki vaginaku pertama kalinya. Rendy masih dengan giat terus menggerakkan penisnya menjelajahi vaginaku. Sementara aku sendiri sudah kewalahan menerima serangan kenikmatan di vaginaku, orgasmeku sudah siap meledak kapan saja.

“OH! AAKHHH…!!!” akhirnya aku menjerit keras dan tubuhku terbanting-banting saat aku merasakan gelombang kenikmatan yang melanda seluruh simpul syarafku, mengiringi ledakan orgasmeku untuk kedua kalinya. Tanpa bisa kukontrol, kakiku menendang bahu Rendy sehingga Rendy terpelanting ke ranjang. PLOP! Otomatis terdengar suara pelepasan penisnya yang tercabut keluar dari vaginaku seiring dengan rebahnya tubuh Rendy di ranjang. Cairan cintaku yang hangat kembali terasa meluap dari celah kewanitaanku. Rendy bergerak menjauh sedikit membiarkan tubuhku bergerak liar meresapi kenikmatan orgasme yang saat ini kurasakan. Setelah merasakan ledakan orgasme itu, tubuhku kembali melemas, serasa tenagaku lenyap seluruhnya. Nafasku terasa berat dan degup jantungku juga masih saja kencang. Rendy membiarkanku beristirahat sesaat untuk mengembalikan staminaku.

“Waah, nggak nyangka nih! Padahal tampangnya alim, tapi rupanya Erina memang galak kalau orgasme!” Rendy menggodaku .

“Gimana? Enak nggak rasanya?” tanyanya padaku. Aku mengangguk pelan sambil tersenyum kecil.

“Mau lagi?” kembali Rendy bertanya menantangku.

“Mau…” jawabku mengiyakan.

“Nah, sekarang ikut aku kak!” Rendy menarik tanganku turun dari ranjang dan melepas ikatan kedua tanganku. Aku lalu digandengnya kehadapan meja rias bu Diana. Meja rias itu dilengkapi sebuah cermin besar sehingga aku bisa melihat penampilanku dengan jelas dihadapan cermin itu.

“Erina, sekarang coba kamu menungging!” aku pun membungkukkan badanku dan menumpukan tubuhku pada kedua lenganku yang menekan meja rias bu Diana, sehingga aku dalam posisi menungging dihadapan cermin meja rias itu.

“Lebarkan pahamu dan coba lebih menunduk!” kembali Rendy memberi perintah yang segera kuturuti, pahaku kulebarkan dan aku semakin menunggingkan tubuhku. Rendy lalu menyingkapkan rok gaunku dan menaikkan petticoatku dari belakang dan menjepitnya dengan pita gaunku, sehingga kembali pantat dan vaginaku terpampang jelas dihadapannya. Rendy lalu berdiri dibelakangku, aku bisa melihat tubuhnya yang berdiri dibelakang pantatku lewat cermin itu. Tampaknya Rendy memang ingin agar aku bisa melihat keadaan sekitarku lewat cermin itu.

“Auuch…” aku merintih pelan saat penis Rendy kembali menghunjam vaginaku dari belakang. Sekarang Rendy memegang pinggulku dan menggerakkannya maju mundur sehingga vaginaku dihentak-hentakkan oleh penisnya.

“Aw… aakhh… aawww…” rintihku saat gesekan antara kemaluan kami kembali menimbulkan sensasi kenikmatan yang melanda tubuhku. Suara beturan tubuh kami juga menggema didalam kamar itu mengikuti desahan-desahan yang keluar dari bibirku.

“Erina, coba kamu lihat cermin.” Perintah Rendy sambil terus memompaku. Aku menatap cermin dan aku bisa melihat ekspresi wajah cantikku yang tampak dilanda kenikmatan di tubuhku. Aku bisa melihat mataku yang sayu dan bibirku yang megap-megap berusaha mencari nafas dan melontarkan desahan-desahanku.

“Apa yang kamu lihat di cermin itu?” tanyanya

“Erina… aakh… Erina jadi… pengantin… Rendy… auuhh…” jawabku terbata-bata.

“Oh ya? Apa yang sedang dilakukan Erina, pengantin Rendy itu?”

“Oohh… Erina… Erina sedang disetubuhi… aww… Rendy… ahh…”

“Bagaimana menurutmu, penampilanmu sekarang?”

“Erina… Erina jadi… aww… cantik sekali… Erina… suka… gaun Erina… juga… ahh… indah…”

“Erina senang tidak jadi pengantin?” ujar Rendy.

Aku hanya menganggukkan kepalaku merespon pertanyaan Rendy karena mulutku sekarang sedang sibuk mendesah penuh kenikmatan. Memang dengan penampilanku sebagai pengantin saat ini, aku tampak cantik sekali. Saat aku melihat wajah cantikku itu tampak dikuasai oleh gairah seksualku, entah kenapa aku semakin terangsang. Apalagi saat aku melihat diriku yang sedang disetubuhi dari belakang oleh Rendy, dalam balutan busana pengantinku yang indah, gairah seksualku semakin meningkat drastis.

“Oouch… ahhh…aww…” aku berusaha menggapai orgasmeku, namun Rendy malah berusaha bertahan agar aku tidak mencapai orgasmeku dengan cepat. Sesekali gerakannya dipercepat, namun saat merasakan aku akan mencapai orgasmeku, ia segera menghentikan serangan penisnya di vaginaku. Akibatnya siksaan orgasmeku semakin mendera tubuhku.

“Rendyy… kamu jahaat… auuch… kakak mau orgasmee…hyaah…” aku memprotes perlakuan Rendy padaku.

“Iyaa… soalnya Erina kan sudah orgasme dua kali! Rendy juga mau! ” balasnya. Memang benar, dari tadi Rendy terus memberi pelayanan yang membuatku mencapai orgasme dua kali, namun dia sendiri hanya sekali berejakulasi dalam mulutku.

Tiba-tiba, Rendy menghentikan gerakannya, sehingga aku mendesah tertahan sejenak. Aku cemas karena tampaknya Rendy tidak berminat lagi meneruskan pompaannya.

“Sekarang, giliran Erina yang gerak, ya?” pinta Rendy yang segera kurespon dengan senang hati. Goyangan maju-mundur pantatku pun menjemput dan mempermainkan penisnya dalam vaginaku. Aku merasa lega karena setidaknya vaginaku masih bisa merasakan kenikmatan dari persetubuhanku dengan Rendy.

“Erina, ayo lihat cerminnya lebih dekat!” kembali aku menuruti perintah Rendy. Wajahku kudekatkan pada cermin itu sehingga cermin itu mengembun akibat hembusan nafasku. Aku bisa melihat pantatku yang kini bergerak maju-mundur dan ekspresi nikmat di wajah Rendy.

“Erina suka lihat cerminnya?”

“Iyaa… wajah Erina cantiik… eeghh… dan nakaal…”

“Jadi, Erina cewek yang nakal yaa?” tanyanya sedikit menggodaku sambil menghentakkan penisnya secara tiba-tiba di vaginaku.

“Aww… iyaa… Erina memang nakaal…” celotehku tanpa pikir panjang.

“Bagaimana, rasanya enak tidak dientot, Erina?”

“Mmm… aah…enaak… nikmaaat… Erina sukaa…”

“Kalau begitu, boleh kan kalau Rendy mengentoti Erina lagi?” selorohnya.

“Boleeh… Erina… auuh… boleh dientot Rendy… kapaan saja… Erina kan… sudah jadi… pengantin Rendy… oh…” jawabku yang sekarang sudah sepenuhnya takluk oleh Rendy.

“Kalau begitu, Erina tidak boleh selingkuh dengan orang lain ya?”

“Iyaa… ooh… Rendy sayaang… Erina cuma mau dientot Rendy sajaa… nggak mau sama cowok laiin…” secara otomatis aku menyatakan kesetiaanku pada Rendy.

Rendy terus mempermainkan mentalku sambil mempermalukanku. Anehnya, dipermalukan sedemikian rupa, malah semakin merangsangku dan aku semakin mempercepat gerakan pantatku walaupun sendi-sendi paha dan pinggangku terasa ngilu akibat kelelahan. Akhirnya Rendy mencengkeram pinggulku dan menghentikan pergerakanku.

“Rendyy… kenapaa?” tanyaku penuh kekecewaan.

“Sekarang giliranku ya, Erina?” aku hanya mengangguk pelan mengiyakan permintaan Rendy. Ada untungnya juga bagiku karena tubuhku sudah amat lelah dan aku juga merasa aku tidak bisa melanjutkan gerakanku lebih lama lagi.

Rendy kembali menggerakkan pinggulku maju-mundur dengan cepat sehingga aku semakin kewalahan. Dengan nakalnya, Rendy melesakkan jari telunjuknya kedalam lubang pantatku. Tidak seperti tadi, anusku yang sekarang sudah amat becek akibat lelehan cairan cintaku yang sekarang juga meluber ke anusku. Lubang pantatku dengan mudahnya menelan jari telunjuk Rendy sehingga kembali rasa perih yang sedikit nikmat melanda anusku. Jari telunjuk itu lalu digerakkan seirama dengan gerakan penisnya di vaginaku sehingga aku semakin tenggelam dalam kenikmatanku. Desahan-desahanku semakin keras karena sensasi di selangkanganku saat ini dimana penis Rendy masih terbenam dalam vaginaku, sementara jari telunjuknya berputar-putar menjelajahi isi pantatku apalagi saat jarinya mempermainkan saraf di sekitar lubang pantatku. Saat aku mengejan, Rendy malah semakin memasukkan jarinya lebih dalam kedalam pantatku sehingga sensasi rasa geli dan sakit di anusku kian menjadi. Aku semakin kewalahan dengan rasa nikmat yang datang menguasai tubuhku apalagi aku bisa merasakan otot-otot tubuhku yang menegang lebih keras dari sebelumnya, aku mengepalkan tanganku dengan keras menahan desakan dari dalam tubuhku. Namun sekuat-kuatnya aku berusaha menahan diri, akhirnya pertahananku runtuh juga.

“Ahhk… aah… AKHHH!!!” dengan diiringi teriakanku, orgasmeku kembali meledak. Aku merasakan vaginaku berdenyut keras seolah menyempit dan penis Rendy semakin terjepit erat di dinding kewanitaanku. Tubuhku langsung dialiri oleh ledakan rasa nikmat dan kelegaan yang luar biasa.

“OOKH… Erinaa…” Merasakan sensasi jepitan vaginaku saat orgasme, Rendy akhirnya tidak bisa menahan dirinya. Sekali lagi dihentakkannya penisnya sekeras mungkin kedalam vaginaku dan saat itu pula aku merasakan cairan hangat menyembur dari penis Rendy memenuhi rahimku.

Rendy pun mencabut jarinya dari lubang pantatku sebelum menarik penisnya keluar dari vaginaku setelah spermanya telah tertuang sepenuhnya kedalam rahimku. Aku tidak tahan lagi melawan rasa lelah tubuhku. Setelah mencapai orgasmeku itu tubuhku serasa kehilangan seluruh tenagaku. Aku pun jatuh lunglai tanpa tenaga di lantai kamar bu Diana. Rendy menghampiriku yang masih tergeletak lelah dan mencium bibirku sekali lagi dengan lembut sambil melumat bibirku. Aku menggerakkan bibirku membalas kecupan Rendy dengan pelan sebelum rasa lelah mengalahkanku sehingga aku pun tertidur kelelahan. Aku terbangun saat kurasakan sentuhan lembut di pipiku. Saat aku membuka mataku, aku melihat Rendy sedang duduk disampingku yang kini terbaring di ranjang bu Diana. Aku masih berbusana pengantin lengkap seperti sebelumnya. Melihatku yang terbangun, Rendy segera membelai kepalaku dengan penuh kasih sayang. Aku merasa terkesan dengan perhatiannya, belaiannya terasa lembut melindungiku seolah menjawab perasaanku sebagai seorang wanita yang ingin dilindungi dan diperhatikan oleh seorang kekasih. Akhirnya kusadari kalau aku telah jatuh cinta pada Rendy.

Walaupun bisa disebut sebagai cinta terlarang antara guru dan murid, namun bagiku hal itu sekarang bukan lagi hambatan bagiku. Aku hanya ingin agar bisa bersama dengan Rendy selama mungkin. Lagipula, dialah yang telah membuatku menjadi pengantinnya dan merenggut keperawananku yang tadinya kujaga dengan baik demi calon suamiku dimasa depan. Jadi, wajar saja kalau dia berhak menerima cintaku.

“Erina, kamu akhirnya bangun juga…” panggil Rendy pelan.

“Ya, sayang…” jawabku manja sambil melihat wajahnya.

“Kamu suka tidak sama Rendy?” tanyanya dengan mimik cemas.

“Erina cinta Rendy kok! Erina mau jadi pengantin Rendy selamanya!” jawabku mantap.

“Benar?” tanyanya dengan ragu.

“Iyaa… kan Erina sudah jadi pengantin Rendy? Niih lihaat!” jawabku nakal sambil memamerkan gaun pengantinku. Rendy tersenyum melihat tingkahku itu dan ia segera mencium bibirku. Sekali lagi kami berciuman diatas ranjang itu dan kali ini, tidak ada paksaan atas diriku untuk memadu kasih dengan Rendy. Perasaanku terhadap Rendy telah berubah seluruhnya menjadi perasaan cinta sepenuh hatiku. Sekarang aku adalah seorang pengantin wanita bagi seorang lelaki yang telah berhasil menaklukkan hatiku dengan kehebatannya bercinta denganku. Rendy juga tampak bahagia karena berhasil menjadikanku sebagai kekasih hidupnya. Ya, sekarang aku telah menjadi pengantin muridku, Rendy!

TAMAT



----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh

1924

21Tahun.Sextgem.Com