Bercinta Dengan Pemuda Tanggung


Namaku Siti Maemunah, panggil saja aku Mae tapi keluargaku yang kolot sering memanggilku Inah, aku sebel ndengernya kayak pembokat aja. Keluargaku cukup terpandang di sini, tapi masih kolot, apa-apa selalu dihubungkan dengan agama, huh… keluargaku adalah keluarga muslim yang teramat taat sehingga aku pun diwajibkan memakai baju kurung dan berjilbab sedari kecil. Namun segala sesuatu yang membuatku tidak bebas bergerak malah membuatku selalu ingin tahu dan aku sangat antusias bisa merasakan hal-hal baru di luar dunia kolot ini.

Apalagi, ternyata aku tercipta menjadi seorang muslimah yang mempunyai hasrat nafsu sangat tinggi dan aku sangat bernafsu bila tubuhku dinikmati oleh banyak laki-laki, hal ini membuat lebih bersemangat. Entahlah, semenjak merasakan penis adik papaku sewaktu SMA aku menjadi seperti ini dan orang tuaku tidak mengetahui hal ini. Aku seorang mahaiswi di salah satu perguruan tinggi islam di Jogjakarta. Disini aku mengontrak sebuah rumah kecil di daerah perumahan dekat kampusku di utara kota Jogjakarta, keluargaku lebih percaya aku tinggal di rumah kontrakan daripada di kost-kostan. Aku dikarunia wajah yang menurut laki-laki yang pernah tidur denganku cantik dan body yang sexy. banyak yang mengagumi keindahan tetekku yang berukuran 34 C,apalagi kalo aku pake baju yang agak sempit, pasti mengundang orang untuk melotot kearah tetekku. Maklumlah di kota ini aku bisa memakai baju keren tetapi masih berjilbab, baju kurungku hanya ku pakai jika ada acara tertentu saja. Kalau mahasiswa sini menyebut kita-kita geng jilbab sexy. Selain itu aku punya pantat yang sekal,ditambah lagi dengan kulitku yang putih halus karena dari kecil sampai selesai SMA aku selalu memakai baju kurung dan berjilbab lebar sehingga membuat banyak cowok-cowok menelan ludah jika melihatku. aku suka memakai pakaian yang agak ketat untuk dapat memamerkan apa yang aku miliki, dan tentu saja indahnya tubuhku sering dipuji.

Masih ingatkan denganku?Lihat lagi dong ceritaku dengan pegawai Telkom kemarin. Ya, namaku Siti Maemunah, panggil saja aku Mae. Keluargaku cukup terpandang dengan gelar kebesaran mereka dari tanah Arabia, tapi masih kolot, apa-apa selalu dihubungkan dengan agama, huh… keluargaku adalah keluarga muslim yang teramat taat sehingga aku pun diwajibkan memakai baju kurung dan berjilbab sedari kecil. Namun segala sesuatu yang membuatku tidak bebas bergerak malah membuatku selalu ingin tahu dan aku sangat antusias bisa merasakan hal-hal baru di luar dunia kolot ini. Apalagi, ternyata aku tercipta menjadi seorang muslimah yang mempunyai hasrat nafsu sangat tinggi dan aku sangat bernafsu bila tubuhku dinikmati oleh banyak laki-laki, hal ini membuat lebih bersemangat. Mungkin aku jadi begini karena kehidupan sosialisasiku sangat terkekang semenjak kecil jadi ya beginilah, tahu enaknya di luar jadi susah ngilanginnya,he..he..he

Aku seorang mahaiswi di salah satu perguruan tinggi islam di Jogjakarta. Disini aku mengontrak sebuah rumah kecil di daerah perumahan dekat kampusku di utara kota Jogjakarta, keluargaku lebih percaya aku tinggal di rumah kontrakan daripada di kost-kostan. Aku dikarunia wajah yang menurut laki-laki yang pernah tidur denganku cantik dan body yang sexy. banyak yang mengagumi keindahan tetekku yang berukuran 34 C,apalagi kalo aku pake baju yang agak sempit, pasti mengundang orang untuk melotot kearah tetekku. Maklumlah di kota ini aku bisa memakai baju keren tetapi masih berjilbab, baju kurungku hanya ku pakai jika ada acara tertentu saja. Kalau mahasiswa sini menyebut kita-kita geng jilbab sexy.
Disini aku mengupah warga di sekitar rumah kontrakanku untuk membersihkan segala sesuatu yang menyangkut pekerjaan rumah tangga, namanya Mbok Sarintil, umurnya sudah kepala lima tapi masih cekatan, kadang dia dibantu juga oleh anak bungsunya yang bernama Teguh, dia Cuma disekolahin sampai SMP orangnya agak lucu dan sopan. Tapi walaupun keliatan sopan, ternyata dia pernah juga ngentotin pacarnya yang masih SMP, berita ini kudapat dari teman-teman ku yang pernah melihat dia dan pacarnya masuk sebuah losmen di daerah Umbulharjo dan waktu kutanyakan ke dia, dia nggak bisa mengelak, alasan dia pacarnya yang masih SMP itu, Tinah, orangnya lebih agresif jadi dia merasa nggak ada salahnya buat nyoba, berani juga nih anak pikirku waktu itu. Tingginya rata-rata anak SMA, kulitnya gelap tapi wajahnya lumayan manis tapi kalau urusan bersih-bersih, nggak kalah dengan ibunya, cekatan banget, mungkin itu juga yang membuat tubuhnya kelihatan kencang. Seperti ibunya, dia juga pandai mengurut dan memijat. Kalau keluargaku lagi datang menjengukku ke Jogja, dia selalu kupanggil untuk memijit ayahku dan ayahku begitu memuji pijitannya. Kalau lagi bersih-bersih sendirian di rumah, kutahu dia sering melihat diriku tapi aku nggak terlalu menanggapinya.

Suatu hari di akhir minggu, aku merasa capek banget apalagi sehabis ujian semesteran, mana pusing lagi dan yang bikin aku tambah bete, dah seminggu ini aku nggak bisa ngrasain penis-penis lelaki gara-gara sibuk belajar buat ujian. Huh… Akhirnya, atas saran dari Mbok Sarintil kemarin sore, kusuruh Teguh datang ke rumah sore ini. Kuminta dia memijatku biar agak lebih enakan. Dan aku punya rencana iseng buat Teguh, siapa tahu aku bisa ngrasain penisnya karena aku penasaran dengan daun muda ini. Eh, ditungguin dari pagi malah baru datang siang jadi tambah bete banget dah. Waktu itu aku sudah memilih memakai daster terusan aseli Jogja yang agak longgar supaya pijitannya lebih terasa tapi aku tetap memakai jilbab dong, kan muslimah tulen, he..he..

Kuminta Teguh memijat punggungku. Santai saja kubiarkan ia mengurut dan memijati punggungku yang sedikit agak terbuka, karena jenis daster yang kukenakan memang seperti itu. “Mbak, panas yah! Saya sampai keringetan!” Dengan lugunya Teguh mengeluh kepadaku. Santai saja kutanggapi kata-katanya, … “Ya buka aja kaosnya!” Setengah geli dan juga kesal aku melihat dia langsung membuka kaosnya dengan tanpa ragu sedikitpun. Lalu kembali dia memijati punggungku. Tidak berapa lama kemudian terdengar Teguh berbicara lagi, … “Mbak … Mbak Mae, maaf ya Mbak kalau ada yang mengganggu.” Polos betul anak muda ini. Begitu sopan dan lugu. Memang aku sendiri merasakan ‘ada sesuatu’ sesuatu yang mengganjal di atas pantatku. “Kenapa sih memangnya?” Tanyaku dengan maksud mau mengganggunya. Jawabannya yang polos membuatku geli, tapi juga terangsang. Dengan sangat lugu dia menerangkan, … “Iya Mbak, udah seminggu belom kesampean … eh … gituan.” Kutanya lagi, … “Kok bisa?” … “Iya abis kan udah seminggu ini ikut temen jadi tukang batu di Sleman.” Lalu sambungnya lagi, … “Waktu pulang, pacar saya … itu tuh Mbak … lagi datang bulan.” Karena kepingin tahu kutanya terus, … “Jadi gimana dong?” Keluguan dan kepolosannya semakin terlihat sewaktu dia menjawab. “Yah pusing aja … Apalagi ngeliat punggung Mbak Mae kenceng begini, kayak pacar saya aja … , bedanya Mbak lebih putih aja.” Agak menahan tawa kuanjurkan padanya, … “Yah kalau pusing dilepas aja pakai tangan di kamar mandi sana.” Usulanku ini ternyata ditanggapi dengan serius oleh Teguh. “Iya yah Mbak, bener juga, kalau gitu ditinggal sebentar ya Mbak.” Teguh berdiri lalu melangkah kearah kamar mandi. Seakan-akan tanpa beban apapun ditinggalnya aku sendiri begitu saja. Masih terlihat olehku tubuhnya yang ramping, kekar dan berotot itu. Tanpa sadar kutelan ludah. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di kerongkonganku.

Karena bosan dan juga ingin tahu, kalaupun belum karena dorongan gairah, kususul Teguh ke kamar mandi. Ternyata pintunya tidak terkunci. Pelan-pelan kubuka pintunya dan akupun masuk dengan rasa penasaran. Teguh tidak menyadari kehadiranku di dekatnya. Terlihat dia sedang berdiri menyandar pada bak mandi. Tubuhnya dalam keadaan telanjang, karena tadi baju kaosnya sudah kusuruh lepas waktu sedang memijatiku. Walaupun kulitnya agak gelap, secara keseluruhan dia terlihat gagah. Celana pendeknya masih menggantung di pahanya, karena rupanya hanya dilorot sebagian. Terlihat matanya terpejam menikmati apa yang sedang dilakukannya. Dari gerakan pada lengannya kutahu dia sedang mengocok ‘barang kepunyaan’nya. Segera kutujukan mataku ke arah selangkangannya. Apa yang kulihat saat itu membuatku kagum, bahkan membuat nafasku sesak tersengal-sengal. Tangan Teguh sedang menggenggam ‘alat penis’nya, yang kelihatan besar dan panjang sekali, ada 20 cm-an mungkin dengan diameter sekitar 5 cm-an. Ujung kepala ‘kemaluan’nya bulat, keras dan mengkilat. Seperti orangnya warnanya juga cokelat tua agak kehitam-hitaman. Teguh masih terus mengocok-ngocok ‘barang kepunyaan’nya yang mengagumkan itu. Karena matanya terpejam dia tidak menyadari bahwa aku telah semakin dekat dengannya. Aku juga terbawa untuk memejamkan mataku. Terbayangkan olehku hal yang tidak-tidak yang juga membuatku terangsang.

Kurasa sesuatu yang menggelegak dalam diriku. Sekali lagi aku sampai menelan ludah. Lalu kuberanikan diriku untuk menyapanya, … “Teguh! Besar amat sih penismu?” Teguh terlihat sangat terkejut. Tersipu-sipu ia berkata, … “Aduh Mbak, kok ada di sini … Aduh maaf Mbak!” Segera kutenangkan dia, … “Nggak apa-apa, nggak apa-apa kok.” Lalu sambil mengulurkan tanganku ke arah batang penis Teguh aku berkata, … “Coba lihat dong! Ukurannya kok sampai sebesar ini sih?” Malu-malu dia berusaha menghindar, tapi terpegang juga olehku penisnya. Lucunya setelah terpegang dia tidak terus berontak, malah dibiarkannya aku mengusap-usap penisnya itu. Setelah aku usap-usap Teguh terlihat sudah mulai mampu menguasai diri lagi. Malah rupanya keberaniannya timbul kembali. Dengan gaya lugunya dia bertanya, … “Emangnya besar ya Mbak punya Teguh?” Aku mengangguk mengiyakan. Hampir tertawa aku ketika Teguh menanyakan, … “Tapi pacar saya kok nggak pernah bilang apa-apa yah?” Kujawab saja sekenanya, … “Wah dia malu kali bilangnya tapi kan sering minta kamu terus kan?” … “Eh ngomong-ngomong mau diterusin nggak?” Dengan manis dan lugu Teguh mengangguk, … “Kalau nggak diterusin entar pusing Mbak.” Tidak mampu menahan diri lagi langsung kutawarkan padanya, … “Mau saya bantuin nggak?” Terlongo Teguh memandangku dan bertanya, … “Emangnya Mbak mau?” Sambil tersenyum genit aku berkata kepadanya, … “Kalau untuk kamu mau dong, … tapi jangan di sini ya, di kamar aja yuk!”

Kutarik tangan Teguh dan menuntunnya kembali ke kamar tidur. Kuarahkan supaya ia duduk membujur di atas ranjang, lalu aku menelungkup di hadapannya. Kedua tanganku mulai mengusap-usap ‘batang penis’ Teguh. Ukurannya memang luar biasa. Tadi dalam keadaan Teguh berdiri, kalau penisnya ditegakkan sepertinya panjangnya melebihi ke pusarnya. Sekarang dalam keadaan dia duduk panjangnya jelas meliwati pusarnya itu. “Aduh Mbak, geli banget!” Erang Teguh. Kedua lengannya mengencang menyangga tubuhnya, sampai terlihat otot-ototnya menonjol gagah. “Teguh! Teguh! Besar amat ya kepunyaan kamu ini, katanya orang Arab yang itunya gede-gede begini,” … demikian aku membuatnya bertambah semangat. Ternyata Teguh mengiyakan sinyalemen ini dengan menerangkan, … “Iya Mbak, kakek Teguh dari simbok memang ada keturunan Arab.” Pantaslah kalau begitu. Beberapa saat hening tanpa ada suara, sementara aku terus mengocok-ngocok lembut penis Teguh. Sampai akhirnya terdengar lagi Teguh bertanya, … “Mbak, katanya kalau orang bule seneng ngemutin pake mulut yah Mbak?” Pertanyaan ini kurasa semakin menjurus dan membuatku terusik oleh keinginan terpendam yang ada di hatiku. Dengan singkat kujelaskan padanya, … “Ah bukan orang bule aja, orang Indonesia juga ada.”

Setelah terdiam sejenak pertanyaan berikutnya membuat gairahku semakin tergugah. “Kalau Mbak Mae gimana?” Walau dengan nada ragu-ragu berani juga dia menanyakannya. Akupun mengaku terus terang, … “Yah saya sih dari dulu juga suka.” Sejenak lagi Teguh terdiam lalu terang-terangan bertanya, … “Sama punya Teguh mau nggak Mbak?” Aku melepas nafas lega, rupanya akan terjadi juga hal tidak-tidak yang dari tadi terbayang olehku. Tapi aku tidak mau terburu-buru, aku masih ingin mempermainkannya dulu. Dengan mimik serius kujelaskan padanya, … “Wah kalau itu sih harus dilamar dulu!” Rupanya tertarik Teguh bertanya mengejar, … “Maksudnya dilamar gimana Mbak?” Masih tetap serius kupertegas lebih jauh lagi, … “Ya ngelamar anak orang kan biasanya ada syaratnya.” Wajah Teguh terlihat agak kecewa, … “Yah kalau pake mas kawin sih Teguh nggak punya.” Tidak ingin terlalu lama berjual mahal langsung kujelaskan padanya, … “Maksudnya bukan begitu, syarat sebagai laki-laki ya penisnya bisa bangun, besar, panjang, keras sama kuat.” Kembali Teguh nampak bersemangat, … “Oh kalau itu sih Teguh mampu … Bersedia nggak Mbak dilamar Teguh?” Aku membisikkan kesediaanku. Lalu Teguh berkata dengan penuh keseriusan, … “Mbak, bersama ini Teguh nyatakan bahwa Teguh ngelamar Mbak Mae dan mampu memenuhi syarat yang diminta tadi … ” Kujawab kata-katanya itu, … “Dengan ikhlas saya bersedia menerima lamarannya Teguh dan berjanji untuk memuaskan kemauannya.” Walaupun aku sebetulnya bercanda, tetapi semua kulakukan dengan penuh keseriusan. Begitu pula Teguh menanggapinya dengan cara yang serius juga.

Sambil tersenyum lega Teguh bertanya, … “Terus gimana Mbak?” Aku juga tersenyum dan menjawab, … “Terus saya cium.” Dengan bersemangat Teguh memyambutnya, … “Aduh mau Mbak, ayo dong!” Pada saat bibirku mendarat di atas kepala penisnya dan mengecupnya Teguh mendesah, … “Aduh geli Mbak, enak.” Apalagi waktu mulai kujilat-jilat dengan lidahku, ia betul-betul merasakan nikmatnya. Tubuhnya mengejang keras, … “Aduh Mbak geli sekali.” Begitu kumasukkan Ujung penisnya yang seperti ‘topi baja’ itu ke mulutku, lalu mulai aku kulum, Teguh mengerang panjang. “Aaaaarrhhhhhh… … mmmmpphhh… … “ Karena keenakan dia sampai menekan kepalaku ke bawah. Dipenuhi oleh ‘ukuran penis’ lelaki yang sebesar itu aku sampai sulit bernafas. Untung aku sudah cukup berpengalaman dalam hal ’seks oral,’ sehingga dengan mudah aku bisa menyesuaikan gerakan bibir, lidah dan mulutku.

Ketika ujung batang penisnya menyentuh langit-langit mulutku, aku merasakan lonjakan gairah yang membawa nikmat. Sayang sementara sedang menikmati itu semua masih kudengar juga Teguh bertanya lagi. Katanya, … “Mbak hanya ini aja apa boleh lebih Mbak?” Terpaksa aku menjawab dulu, supaya jangan terjadi hal-hal yang tidak kuinginkan. Kuusahakan supaya Teguh bisa menerima keteranganku dengan baik. “Sebatas ini aja ya, soalnya baik Teguh maupun saya kan udah berkeluarga … Lagi pula kalau meliwati batas ini kita kan jadinya melanggar perintah agama, … Iya kan Teguh?” Tersenyum puas Teguh memandangku, … “Terima kasih ya Mbak, begini aja Teguh udah puas sekali kok.” Manis sekali anak ini, akupun jadi semakin menyukainya. Langsung kuperhebat emutanku, sampai aku sendiri semakin terangsang. Sewaktu aku sudah mulai hanyut, ternyata masih juga kudengar permintaan Teguh. “Mbak,” … panggilnya, … “Mbak Mae.” Agak kesal aku menjawabnya, … “Iya kenapa? Ada apa?” Rupanya Teguh tidak tahu bahwa aku merasa kesal. Terbukti dia masih memintaku, … “Mbak, sambil diemutin dijilatin juga Mbak, enak kan kalau sembari dijilatin … ” Kupenuhi permintaannya, walaupun aku merasa agak jengkel. Berani betul anak muda ini menyuruh-nyuruh aku. Untung suasana batinku tidak sampai terganggu, sehingga aku dapat mencapai orgasmeku.

Karena sudah terangsang dari tadi, terutama setelah mulai mengemut penis Teguh, beberapa usapan saja sudah cukup untuk membawaku ke puncak rasa jasmaniku. Aku mengaduh, merintih dan mengerang sambil terus menjilati penisnya. Laki-laki itu sampai melihati aku dengan pandangan agak heran. Tapi tidak kuperdulikan lagi dirinya. Terus aku emuti ‘daging keras’ Teguh di mulutku, sampai gelora rasaku mereda. Setelah itu yang aku sadar adalah betapa pegalnya rahang mulutku, karena dari tadi mengemuti kepunyaan Teguh dengan tanpa henti.

Sedikit-sedikit mulai ada rasa jengkel juga karena daya tahan penis lelaki itu kuat sekali. Hampir aku sentak dia ketika sekali lagi kudengar suaranya berbicara kepadaku. “Mbak,” … katanya, … ”Mbak.” “Aduh Teguh, ada apa lagi sih?” Tapi untung dia tidak menangkap kekesalanku, karena kudengar dia berkata, … “Saya hampir keluar Mbak.” Rasa gairah semakin merangsang diriku, semakin keras juga aku mengemut dan mengisap penis Teguh. Hingga akhirnya seluruh tubuh Teguh mengejang keras, begitu juga batang penisnya di mulutku. “Aaaaakkhhhh … aaaaakkkkkh … Mbaaak … … Mmbb… aaakk Mae … aaahhhh … Aduh Mbbbaaa… … aaakkkkk … aaaakkkhhhhh … … .,” Teguh mengerang keras dan panjang. Rupanya dia sedang mengalami puncak kenikmatannya di mulutku. Semburan demi semburan air mani Teguh memasuki rongga mulutku.

Banyak sekali, kental, dan asin rasanya. Supaya tidak terselak kutelan sebisa-bisanya. Tapi setelah aku tidak tahan lagi kubiarkan sebagian tertumpah dari mulutku dan terjatuh ke perut Teguh. Beberapa saat kemudian keadaan mulai mereda. Kudengar suara nafas Teguh lembut. penisnya yang masih berada dalam genggamanku ternyata masih keras juga. “Teguh,” … kupanggil dia. Sambil mengusap-usap bahuku ia menjawab, … “Mbak?” Kujelaskan padanya, “Punya lelaki yang seperti begini yang jadi idaman wanita.” Seperti biasa dalam kepolosannya dia tidak langsung mengerti, … “Kenapa Mbak?” Karena sudah puas aku tidak kesal lagi dengan keluguannya, … “Soalnya biarpun udah lepas muatannya masih tetap keras.”
Akhirnya setelah istirahat sejenak, dia meminta ijin untuk pulang karena sudah ada janjian dengan ibunya untuk mengantar cucian tetangga dan aku lebih memilih untuk bersantai tiduran di sofa depan televisi tapi mulutku terasa ngilu ngemotin penisnya yang begitu besar tadi.

Sewaktu aku hampir tertidur, selepas maqrib kudengar bunyi ketukan di pintu, lalu suara seorang laki-laki. “Mbak, Mbak Mae, udah tidur belom?” … “Mbak bukain pintunya dulu Mbak.” Karena ketukan pintunya begitu gencar akhirnya kubukakan pintu untuk Teguh. Ia segera masuk ke dalam rumah, sedangkan aku yang tadi tertidur dengan masih berbusana tadi siang. Kutanya kepadanya, … “Kenapa Nto, ada apa?” … “Teguh nggak bisa tidur Mbak, boleh nggak Teguh di sini? Nggak usah sampe pagi sih.” Dengan hati-hati kujawab, … “Boleh sih boleh, tapi apa kata mbok Sarintil nanti?” Teguh tersenyum lebar, … “Tadi saya udah bilang mau jalan-jalan sama teman-teman.” Rupanya biarpun polos jalan juga pikiran anak ini. Waktu Teguh mau naik ke atas sofa kucegah dia, … “Itu kan celana yang tadi siang dipakai, lepas dulu dong, kan kotor.” Tersenyum Teguh memandangku, … “O iya Mbak, lagi pula supaya nanti gampang ya kalo Mbak Mae mau, kalau begitu sekalian aja saya lepas bajunya ya Mbak.” Kurang asem si Teguh, berani betul dia membuat asumsi seperti itu. Sebelum kubalikkan tubuhku membelakanginya sempat kulihat tubuhnya yang telanjang kekar nekat naik ke atas sofa.

Beberapa saat berlalu tiba-tiba kurasa sentuhan tangan Teguh di bahuku. “Mbak jangan tidur dulu dong Mbak,” … pintanya memelas mesra. “Deketan dikit dong, biar nggak kedinginan,” … sambungnya lagi. Kuputuskan untuk beringsut sedikit ke arah tubuhnya. Aku masih diam saja, tapi kubiarkan Teguh merangkul dan mengecup bahuku. Setelah itu disusupkannya lengan kirinya ke bawah leherku, sehingga aku sekarang berbantalkan lengan yang kokoh itu. “Balik sini dong Mbak,” … pinta Teguh sekali lagi. Kuturuti permintaannya. Terasa bulu ketiaknya menusuk pipiku. Tercium juga bau keringatnya yang agak tajam menyengat.

Kurasa Teguh belum mandi, dan yang pasti tidak memakai ‘deodorant. Boro-boro mau beli perlengkapan semacam itu, untuk hidup sehari-hari sajapun mungkin pas-pasan. Tapi tidak kuucapkan komentar apapun, karena akupun tidak ingin untuk menyinggung perasaannya. “Mbak,” … kata Teguh memulai percakapan, … “tadi siang enak ya Mbak?” Kutanggapi ia malas-malasan, … “Iya, lumayan juga.” Dengan terbuka ia mengakui, … “Mbak, Inget yang tadi siang Teguh jadi ngaceng, eh maksudnya bangun lagi itunya Mbak.” Dengan maksud iseng kugoda Teguh, … “Maksud Teguh ITU-nya apa sih?” Dalam kepolosannya sulit ia untuk menjawab dengan tepat, … “Itu Mbak, burungnya … eh apa tuh namanya Mbak?” Aku jadi tertawa geli mendengar jawabannya itu. Teguhpun tertawa bersamaku. “Pegangin dong Mbak, “… sekarang dia memintaku. Terus terang aku sendiri juga mulai terangsang. Kumasukkan tanganku ke dalam selimut, dan segera menuju ke arah selangkangannya.

Begitu terpegang ‘tonjolan keras’ di balik celana dalamnya segera tanganku mencari celah masuk. Seperti pengakuannya tadi ternyata penis Teguh sudah menegang keras dan besar sekali. Terasa sekali hangat berdenyut dalam genggamanku. Agak lengket oleh keringat yang barangkali sudah mengendap. Terbawa oleh suasana mesra saat itu kucium dan emut puting dadanya. Teguh menggelinjang kegelian. Katanya meminta, … “Terus ke bawah Mbak.” Tapi tercium lagi olehku bau keringat Teguh. Karena tidak tahan kuusulkan padanya, … “Teguh, mandi aja dulu, nanti rasanya lebih segar deh.” Di luar dugaanku Teguh menanggapi dengan penuh percaya diri, … “Nggak usah deh Mbak, dingin sekali.” Tapi aku tidak mau menyerah begitu saja. Kataku membujuknya, … “Lho kan ada air panasnya, sana deh … Apa harus saya yang mandiin?” Sambil berdiri Teguh berkata, … “Nggak usah ah kalo dimandiin, emangnya jenazah nggak bisa mandi sendiri.” Teguh melorot celana dalamnya, … “Tapi ininya dicium dulu dong.” Agak jengkel aku mendengar permintaannya.

Dari nadanya kesan yang kutangkap seakan-akan dia ingin menguji atau mempermainkan aku. Dengan maksud supaya dia cepat pergi ke kamar mandi, segera kukecup kepala dan batang penisnya, masing-masing sekali. Tapi Teguh memintaku untuk mengulanginya sekali lagi, dan setelah itu sekali lagi. Akhirnya malah aku sendiri yang keenakan menciumi penis Teguh. Karena sudah terangsang tanpa dimintanya kujilati juga batang penis yang perkasa itu. Kesan lengket yang tadinya ada sekarang sudah hilang, tersapu oleh jilatan lidahku. Sementara aku sedang menikmati penis Teguh kudengar dia bertanya, … “Mbak seneng ya sama penisnya Teguh.” Kujawab singkat, … “Iya dong, seneng sekali.” Rasa penasaran rupanya mendorongnya bertanya lagi, … “Kalau sama yang dulu-dulu.” Pertanyaannya membuat gairahku semakin bergejolak. Tapi kucoba juga untuk menjawabnya, … “Senengan yang ini.” Merasa belum puas dikejarnya terus jawabanku, … “Kenapa?” Dengan nafas tersengal-sengal kujawab dia, … “Ini yang paling hebat, paling besar, paling kuat, … pokoknya … sssllrruuppp… ..” Teguh tersenyum bangga. Lalu pelan-pelan didorongnya daguku hingga menjauh dari penisnya “Iya deh, sekarang Teguh mau mandi dulu ya,” … katanya meminta diri. Sejenak aku merasa seperti ditinggal pergi dengan sengaja, bahkan ditolak, atau malah dipermainkan. Rasanya hatiku tidak rela melepas Teguh pergi, biarpun hanya untuk ke kamar mandi.

Beberapa saat kemudian terlihat Teguh keluar dari kamar mandi. Dia hanya mengenakan sehelai handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Kuperhatikan setiap lekuk pada tubuh yang bagus dan tegap itu. Lalu kutersenyum padanya. “Kenapa Mbak?” … Tanya Teguh. “Ah nggak, seneng aja ngeliat lelaki keren,” … kataku merayu. Wajah Teguh terlihat senang. Kugamit lengannya agar ia lalu mendekat, setelah itu kutarik handuknya lepas. ‘Batang penis’ Teguh terpampang di depanku, sudah tegang keras kembali. Lho, tanyaku heran, … “kok masih keras sih.” Tersenyum Teguh menjelaskan, … “Tadi sih udah nggak lagi, tapi begitu ngeliat Mbak Mae jadi bangun lagi.” Sekarang giliran dia yang membuat hatiku senang dengan kata-katanya. Segera kutarik tangannya, kuminta ia membaringkan tubuhnya di sofa. Kuciumi wajah pemuda yang telah memikat hatiku ini, sehingga sampai membuatku terlupa kalau dia masih anak bau kencur. Kugigiti dia dengan lembut bercambur gemas mulai dari leher, lalu bahu dan dadanya, dan setelah itu sepanjang pinggangnya.

Setelah itu kuteruskan ke arah bawah hingga ke sekitar selangkangannya. Tapi kali ini aku hanya menciumi batang penis Teguh sekedarnya saja. Sempat kulirik Teguh menatapku dengan pandangan heran. Tapi kuteruskan saja menciumi paha dan betisnya hingga aku sampai di kakinya. Waktu jempol kakinya kuemut Teguh menjerit, … “Aduh Mbak jangan, kasihan Mbak Mae.” Setelah itu kecupan-kecupan bibirku bergerak menuju ke atas lagi, hingga aku berhenti di sekitar selangkangannya. Tubuh Teguh terlihat berkeringat. Rupanya apa yang baru kulakukan tadi telah memacu birahinya. “Enak nggak Teguh?” … tanyaku ingin memastikan. “Aduh Mbak, Teguh nggak pernah ngebayangin seperti ini rasanya.” Jawabannya membuat hatiku berbunga-bunga.

Dengan penuh semangat aku mulai menjilati kepala dan batang penisnya. Lidahku menyapu semua sudut penis yang besar dan keras itu. Tidak lupa kujilati juga buah zakarnya, hingga Teguh menjerit keenakan. Apalagi waktu pantatnya kugigit-gigit lembut. Karena masih ingin merangsang Teguh lebih jauh lagi kudorong bagian bawah pahanya ke atas. Lalu kujilati sekitar duburnya. “Aaaahhhh… … aaddduh Mbak, aaa… duuuhhh, ampuuuun Mbak,” … Teguh mengerang keras sekali. Kemudian penis Teguh aku kulum dalam dan setelah itu kuemut-emut dengan bernafsu. Beberapa saat kemudian Teguh menarik tanganku lembut, … “Sini Mbak! … Teguh belom pernah ngalamin yang seperti begini … Terima kasih ya Mbak!” Kemudian dimintanya aku berbaring menelentang.

Sebelum timbul pikiran macam-macam di benak pemuda cepat kutarik penisnya ke mulutku dan kuemut-emut dengan penuh gairah. Setelah itu terjadilah sesuatu yang tidak kubayangkan akan sebelumnya. Ia menjatuh tubuhnya ke arah bawah, dalam posisi 69 berlawanan arah dengan tubuhku. Didekatkannya wajahnya itu ke arah selangkanganku. Dijilatinya seluruh bagian memekku. Dipeluk dan ditariknya pantatku, lalu dijilatinya duburku seperti tadi telah kulakukan padanya. Kalau tidak kugigit bibirku pastilah aku sudah menjerit-jerit kegelian. Sewaktu dia kembali menjilati kemaluanku hampir saja aku mencapai puncak orgasmeku. “Yaaanntooo… … sayang… aakkhhh… , udah aaahhhh saya nggak tahan,” … kataku memintanya berhenti.

Pemuda itu menatapku dengan pandangan bertanya. Terpaksa kujelaskan bahwa belum tentu aku setahan dia. Kalau nanti aku orgasme duluan bisa mengganggu pelayananku kepadanya. Setelah mau mengerti Teguh kembali ke posisi semula, yaitu mengangkangi tubuh bagian atasku. Kumulai lagi menjilati dan mengemut batang penis Teguh yang keras itu. Sambil tentunya tanganku sendiri mengusap-usap memekku yang tadi sudah dirangsang Teguh. Lama-kelamaan mulai terasa cairan kental agak asin di mulutku. Kelihatannya Teguh sudah mendekati saat-saat puncaknya. Sayangnya tiba-tiba aku merasa agak mual. Terpaksa kuakali Teguh dengan meminta sesuatu yang berbeda dari tadi siang. ‘Teguh, nanti waktu keluar siramin ya ke atas tubuh mbak.’ Ia bertanya heran, … “Mau Mbak seperti begitu, ditumpahin pejuhnya saya?” Kuyakinkan Teguh, … “Mau dong kan enak … Oh iya nanti kalau kamu udah keluar punya saya kamu usapin ya, biar saya juga puas.” Setelah itu kembali kuemut-emut penis Teguh, sambil kukocok-kocok keras. Tidak terlalu lama kemudian terdengar Teguh mengerang dan mengaduh. “ Aaaarrgggghhhh… … aaaakkkkhhhh… … eennn… aaakkkhhh… bbaanggeeetttthhhh… … mmmbbb… … aaaaa… .. aakkhhhhh… … ”

Sesuai permintaanku tadi ditariknya penisnya dari dalam mulutku. Lalu dia mengambil alih dengan mengocoknya sendiri. Kuatur posisi diriku sambil tanganku terus meremas-remas pahanya yang keras berotot. Waktu Teguh mulai ber’ejakulasi’ aku mengaduh kaget. “Aaaooowww… .aaaaiihhhhh… … “ Cairan yang tadinya kuharap akan jatuh di tetekku, atau paling jauh leherku, ternyata begitu kuat semburannya sehingga tertumpah di wajahku. Mendengar eranganku rupanya Teguh mengira aku menyukainya. Didekatkannya penisnya ke wajahku yang masih berjilbab. ‘Aaakkkhhhhhh … aaahhhh… … ini Mmmbbbbbaaaaa… .aaaakkkkhhhh … aaaahhhhh … aaaaaaakkkkkhhhhh,’ … semburan demi semburan cairan air mani Teguh tersiram ke wajahku sehingga jilbabku pun menjadi basah berlepotan air maninya . Terpaksa kucoba menikmati itu semua sebisaku. Sementara itu kurasa telapak tangan Teguh yang kasar meraba selangkangan dan celah pahaku, berusaha membawaku juga diriku ke puncak orgasme. Dalam keadaan terangsang mulutku mencari penis Teguh. Seperti siang tadi ternyata masih dalam keadaan sangat keras, dan tetap besar, walaupun sudah mengalami ‘ejakulasi’nya. Dengan cepat kumasukkan penisnya itu ke dalam mulutku dan kuemut-emut lagi. Teguh mengerang keenakan dan mengaduh kegelian. “ Aaakhh… aaakkhh… . Aaahhh… . Ssshhhh… . Oouuhhh… .” Dalam keadaan itulah aku juga mencapai puncak orgasmeku di malam ini.

Melihat keadaanku yang sudah lemah lunglai Teguh menyuruhku berbaring santai. Setelah membersihkan dirinya di kamar mandi ia kembali membawa handuk yang telah dibasahinya dengan air hangat. Dibersihkannya seluruh tubuhku dengan telaten dan penuh perhatian. Sambil merebahkan tubuhnya masih sempat ia berkata, … “Aduh Mbak, enak sekali rasanya.” “Iya Teguh, saya juga puas sekali,” … jawabku sambil beringsut mendekatinya. Kali ini aku yang ingin dipeluknya.

Besok paginya karena sudah nggak ada kuliah dan aku masih capek ngelayanin penis Teguh tadi malam, aku bermalas-malasan saja di kamar. Ku dengar suara gaduh di luar, aahh… pasti mbok Sarintil lagi bersih-bersih seperti biasanya, sejak semula mbok Sarintil memang sudah kuserahi kunci cadangan rumahku biar sewaktu-waktu bisa membersihkan rumah ini. Sewaktu masih di kamar mandi untuk membasuh muka dan gosok gigi, aku mendengar kamarku dibuka, dengan masih berdaster yang kemarin dan jilbabku yang sudah mulai awut-awutan karena belum sempat ku lepas tadi malam aku ingin meminta mbok Sarintil untuk membuatkanku nasi goreng kesukaanku.

Dan aku terkejut karena bukan mbok Sarintil melainkan Teguh, “Ada apa Nto? Simbokmu kemana? Apa lagi sakit?” tanyaku agak tegas karena kulihat wajahnya lebih garang pagi ini. “Begini mbak,” … katanya menerangkan, … “apa kita melakukan sepenuhnya atau terbatas seperti tadi malam, tetap aja dosa .” Merasa mendapat angin segera kukemukakan pendapatku, … “Kalau begitu ya kita nggak boleh lagi kan melakukannya.” Teguh hanya tersenyum. Katanya, … “Pendapat Teguh lain mbak,” … lalu lanjutnya lagi, … “kan kita sudah berbuat sesuatu, biarpun mbak Mae hanya Teguh gituin mulutnya, segitu atau sepenuhnya kan tetep namanya dosa” Dasar si Teguh cara mengemukakan masalahnya kenapa brutal sekali, begitu pikirku. “Terus bagaimana?” Tanyaku pada Teguh meminta ketegasan. “Yah karena memang udah kepalang salah Teguh mau minta semuanya dong.” Kata-katanya membuatku terkejut seperti disambar geledek. “Aduh jangan Teguh, jangan sampai kesitu dong, kan saya sudah anggap kamu kayak adik sendiri.” Tapi dengan keras kepala Teguh terus mengejarku, … “Kalau begitu kenapa mbak Mae ngajak Teguh gituan?” Lalu katanya dengan tegas, “Sekarang saya menuntut semuanya!” Dengan sorot mata yang semakin tajam ia menatapku.

Lalu diucapkannya sesuatu yang membuat aku merasa merinding. Katanya, … “Apa Mbak Mae maunya Teguh perkosa?” Tubuhku terasa lemas, rasanya aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Melihat wajahku yang pasti sudah menjadi pucat pasi Teguh menghampiriku. Aku mencoba berontak, tapi rasanya tenagaku sudah menguap entah kemana. Tersenyum agak menyeringai Teguh, seperti senang melihat keadaanku begitu tak berdaya. Lalu katanya, “Obatnya manjur ya Mbak! Tapi nggak pusing kan?” Lalu dibimbingnya aku menuju ke ranjang. “Aduh tolong Teguh, jangan dong, jangan.” Tapi Teguh hanya diam saja, bahkan dengan tenang direbahkannya tubuhku ke atas pembaringan.

Pelan-pelan dilepasnya daster terusanku dan satu persatu dilepasnya bra dan celana dalamku. Sesekali dikecupnya tubuhku di sana sini. Aku yang sudah lemas sekaligus ketakutan lama kelamaan semakin merasa pasrah. Mulai kucoba untuk menikmati apa yang sedang dilakukan Teguh. Kusadari kemaluanku sudah mulai agak basah. “Mbak, Mbak Mae, udah lama rasanya Teguh nggak nyiumin badannya Mbak Mae yang begini wangi.” Aku hanya tersenyum lemah, sekarang aku sudah bersikap menyerah. Maka Teguh memulai apa yang rupanya telah dipersipkannya dengan matang. Diemut-emutnya puting tetekku dengan ganas, dipilin-pilin dan diremas-remas tetekku dengan gemas, dicium-ciumnya seluruh tubuhku. Pada waktu bibir dan lidahnya menyapu betis dan pahaku aku sampai menggigil kegelian. Puncaknya adalah pada waktu ia menjilati memekku.

Lidahnya ganas menyapu, mulai dari selangkanganku hingga memekku. Mulanya rasa geli yang kualami masih dapat aku tahan. Tapi akhirnya daya tahanku bobol juga. “Aaaahhh… … .aaaddd… uuuhhhh Teguh uuuuhhhhh… dddaaaahhhh … uuu… … dddaaakkhhhhhh … ampun mbak nnggg… gggaaakkk tahannn… .!” Begitu saja aku berteriak, sementara tubuhku menggeliat-geliat mencoba membebaskan diri dari cengkeraman laki-laki ganas ini. Kutatap laki-laki tampan tapi lugu itu, lalu kuambil keputusan yang tidak lagi mengandung keraguan. “Teguh, siniin punya kamu, mbak pengen ngemutin penis kamu!” Suaraku terdengar agak serak, dan nafaskupun memburu kencang. Sekejap Teguh terdiam, seperti tidak percaya ia menatapku. Lalu ia menegakkan tubuhnya dan beranjak mendekati wajahku. Segera tanganku menyambar tali ikat pinggangnya, dan segera kulepaskan.

Rasanya tidak sabar aku karena masih harus menurunkan ruitsliting celana jeansnya dan melorotnya ke bawah. Padahal setelah itu di baiknya masih ada celana dalam lagi. Aku merasa sudah sangat tidak sabar. Maka sebelum seluruh celananya berhasil kulepas turun aku sudah memerosotkan celana dalamnya. Wajah Teguh terlihat senang melihat tanganku begitu bergairah menggenggam penisnya yang besar dan tegang mencuat itu. Langsung kuciumi dan kuusapi dengan bibirku. Diikuti jilatan lidahku yang terus menerus bergerak dengan lincahnya. Karena Teguh berada pada posisi mengangkang di atasku maka aku dapat menikmati semua bagian penisnya. Selangkangan dan ‘buah zakar’nya sempurna kujilati, hingga membuat Teguh merintih-rintih keenakan. “Aaaaahhhhhhhh… … mmmppphhhh… … aaahh… aakkhh… … oooouuuuuhhhh… … aaahhh… … ”

Tapi tidak lupa juga ia pelan-pelan melepas celananya, yang tadi baru sampai kulorot kebawah. Setelah itu sementara aku mengulum kepala penisnya, dan kemudian mengemut-emut seluruh batang penisnya itu dalam mulutku, Teguh melepas jilbabku yang masih terpasang awut-awutan sambil sesekali diremasnya rambutku. Dengan lembut diramas-remasnya tetekku, sambil sesekali memilin-milin putingku yang sudah mencuat dan menegang keras. Sejenak sempat kulirik wajahnya sedang tersenyum-senyum kecil. Rupanya ia sedang memandangi aku yang sedang melahap daging penisnya. Sempat agak merasa malu juga aku dibuatnya, tapi karena sedang asyik-asyiknya kuputuskan untuk berlaga seolah-olah tidak sadar.

“Mbak, Mbak Mae, sekarang Teguh masukin ya?” Suara pemuda itu terdengar mengusikku. Sempat terbersit keinginan di hatiku untuk menolaknya, tapi akhirnya birahiku yang sudah sangat memuncak mendorongku mengambil keputusan yang berbeda. Kutatap dia dengan lembut, lalu kuiyakan permintaannya. “Tapi pelan-pelan ya Nto, soalnya, soalnya,” … aku kebingungan memilih kata-kata yang tepat. Teguh tersenyum bangga. Diteruskannya apa yang kumaksud dengan berkata, … “Soalnya belum pernah dimasukin yang sebesar ini ya?” Aku hanya dapat mengangguk pelan, rupanya Teguh telah dapat membaca pikiranku. Kemudian Teguh membuka selangkanganku, sembari mengemut-emut dan menggigit-gigit puting tetekku serta meremas ganas tetekku, seperti seorang bayi besar yang sedang dahaga,membuat gairahku kian meledak, akupun mendesis keenakan “Uuuukkhhhhh… uummmmpphhhhhh… … aaakkhhhhh… … sssshhhhhh… … ”

Diusap-usapnya bibir kemaluanku dengan ujung penisnya. Aku menggelinjang kegelian, sudah merasa ingin, tapi juga agak takut. Ketika Teguh mendorong penisnya itu masuk, rasa pedih yang amat sangat melanda seluruh tubuhku. Ternyata memekku menjadi agak sempit setelah beberapa hari terakhir belum merasakan penis-penis lelaki. “Aduh Teguh sakit … , sambil kugigit bibirku. Dia berhenti sejenak, lalu mulai mendorong penisnya kembali. Setelah kurang-lebih masuk setengahnya tiba-tiba Teguh mendorong agak keras, hingga membuatku menjerit. “Aaaawwwwhhhhh… … Adduuuhhh… , aduh, aduh, sakit sekali sayang,” … sambil kucoba merenggangkan pahaku selebar-lebarnya. Rasa pedih yang kuderita berlangsung selama kurang-lebih dua menit, sebelum berangsur-angsur mereda. Lubrikasi dari liang memekku akhirnya semakin mempermudah gerakan penis Teguh, sehingga dapat bergerak maju mundur lancar.

Aku merinding dan menggigil dilanda kenikmatan yang baru sekali ini aku rasakan. Belum pernah liang memekku menerima kunjungan daging nikmat milik lelaki yang sebesar ini. Karena memang selama ini pengalaman yang kumiliki menikmati penis-penis lelaki yang lain tidaklah sebesar ini. Dibanding lelaki-lelaki yang pernah ngentotin aku, kelebihan Teguh bukan hanya karena ukuran penisnya yang besar, tetapi dia sendiri juga pandai memainkannya. Akibatnya baru sepuluh menit saja aku sudah mencapai orgasmeku yang pertama. Rasanya tubuhku melambung tinggi, dan terbawa melayang entah kemana. Tanpa kendali lagi aku menjerit-jerit memanggil nama pemuda itu, sambil sesekali menggigit-gigit lengannya. “Oookkhhhhhh… .. ookkhhh… . aaakkhhh… . aakhhhh… .” Teriakku “Aaaarrgghhhh… … uuuufffhhhh… . Eenaakkhh… eennaakkhh… bbanggettthhh… .. oookkhhhhh… .. yyyyaaahhh… . Mmpphh… . mmpphhh… ” “mmmbbaa… aakkk… kkkeeee… .llluuaaarrrrr… … hhaaahhhh… . Ooowwww… . Ssssshhhhh… .” Setelah perasaanku mereda baru kusadari bahwa Teguh masih dengan gagah menunggangiku.

Terpaksa kuatur nafas dan posisi diriku, supaya bisa mengimbangi keperkasaannya. Menjelang Teguh mencapai klimaksnya masih sekali lagi aku dilanda gelombang nikmat orgasme kewanitaanku. Maka ketika kudengar Teguh berkata, “SSShhhhh… . ssekaarrr… . aaangggg… . Teguh llleeeppp… .. aaaassshh… . yyyaaahhh… .,” aku hanya dapat mengiyakannya saja. Begitu kukatakan, … “Iii… . yyyyaaaahhhh… … Ssshhh… . sssaayang, tolong sekaraaang… .. aaaahhh jjjjjaaaa … aaaaakkkkhhhhhh… … oooouuuggggghhhhh… … . sssshhh… .,” langsung Teguh mempercepat gerakan menghunjamnya. “Mmmbbbaaaakkkk… … ., Mbak Maaee… , Mmmmbbb… bbaaaakkkhhh … aaakkhhh… . dduuuhhhh… … Mbak … aaakkkkhhh… … oooookkhhhhh… … mmmmpphhh… . aakkhh… .akkkhh… . aaakkkkhhh… .aarrrrggghhhhhhh… … ,” demikian Teguh meracau sambil menghujam penisnya sedalam-dalamnya memasuki rahim kewanitaanku. “Hhhaaahhhhh… . Ccrrootttt… .. ccroott.. cccrroott… .crrooott… .sssshhhhh… … ” Sangat erat ia memeluk tubuhku, sementara jari-jariku meremas punggungnya, karena ‘orgasme’ yang juga sedang kualami. “Ooouuggghhhhh… .. hhaaahh… hhaaahh… hhaahh… . aakkhh.. aakkhhh… aakkhh… … mmpphhhhh… . Oooowww… .. sshhhhhh… .. aaaaakkkhhhhhhhh… … ssseerrrrr… .” lolongku panjang. Setelah beberapa saat berlalu, barulah gerak dan erangan kami berdua mereda. Teguh masih membiarkan penisnya di dalam rahimku selama beberapa saat, setelah itu baru ditariknya keluar. Sebagian dari air maninya tadi ikut mengalir tertumpah di selangkanganku.

Pagi itu aku dan Teguh kembali melakukannya di dapur sambil membuatkan aku minuman hangat dan kamipun terus bergumul sampai siang hari. Ffiiuhhh… lega rasanya bisa menikmati penis lelaki lagi, badanku menjadi lebih fresh sekarang.



----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh

3393

21Tahun.Sextgem.Com