02. Isi Sebuah Diary
Aku punya teman kuliah sebut saja namanya Reza, sekalipun beda jurusan tetapi kami sering banget jalan bareng walau hanya sekedar cari makan malam-malam. Reza berkost di tempat yang agak dekat dari kampus, jauh dari kost ku. Laki-laki berbadan sedikit kurus tapi tinggi ini mempunyai seorang cewek jurusan Psikologi sebut saja namanya Veti. Veti ini cukup akrab denganku, mengingat kami sering bertemu baik di kafe kampus maupun di kost Reza. Veti adalah seorang gadis yang cukup periang dan aktif, diluar itu dia seorang gadis yang cukup menawan.
Dengan kulitnya yang putih dan rambut panjang lurusnya dipadukan dengan tinggi badan dan bentuk body yang aduhai, dia bisa dikategorikan sebagai salah satu bintang di fakultasnya. Soal umur sih dia masih berumur 20 tahun. “Hai Vet!”sapaku saat bertemu dengannya di kost Reza. Maklum aku sering main ketempat cowoknya pas malam. “Eh, hai Di! Lho Reza mana?”tanyanya. Saat itu memang Reza sedang pergi untuk mencari sesuatu dan dia juga bilang butuh waktu agak lama dan karena kostnya sepi hanya ada satu orang temannya saja yang tinggal, maka dia memintaku untuk sekalian menjagain kamarnya.
“Oh….pergi yah. Padahal aku mau ajak dia ke supermarket.”katanya lagi setelah mendengan penjelasanku. “Oh gitu, mau beli apa sih memangnya? Penting kagak? Kalau penting telepon aja atau kirim sms.”kataku pada Veti.
“Ga ah…siapa tahu dia sedang ada urusan penting.”lanjutnya sambil merebahkan diri di kasur. “Gila…”pikirku saat aku melihat lekuk tubuhnya waktu rebah di kasur. Buah dadanya mencuat keatas dan pusarnyapun terlihat. Gadis ini memang luar biasa betul. Sembari mencari-cari buku aku sengaja melirik-lirik kearah dadanya dan benar saja akhirnya aku melihat payudara berbalut bra warna kuning dari sela-sela kausnya.
“Ehm….Reza beruntung yah bisa punya pacar kayak kamu.”kataku padanya. “Hah?? Beruntung gimana maksudmu?”tanyanya penuh selidik. “Yah beruntung, dapat cewek cantik dan berbody aduhai kayak kamu.”lanjutku. Kata-kataku ternyata dapat membuat telinganya merah padam juga wajahnya karena malu. “Ah..kamu ini bisa aja…”Veti tersipu berusaha menutupi malunya tapi gagal. “Memang wajahku ini cantik apa? Lagipula tubuhku juga gak bagus-bagus amat kok.”sahutnya lagi. Aku hanya tertawa kecil dan mendekatinya, sambil berbaring disampingnya aku berkata,”Siapa bilang tubuhmu nggak bagus? Jujur saja kalau aku Reza aku tak akan biarin kamu meninggalkan kamar ini walau sedetik.”kataku lagi.
Mendengar semua itu wajahnya tambah merona karena malu. “Kamu ini muji atau apa sich…”tanyanya lagi. Langsung aku memandang Veti dan secara tak sengaja mata kamipun bertautan. Entah setan mana yang membuat aku dan dia lupa diri karena tahu-tahu bibir kami berdua sudah bersentuhan. Aku mencium bibirnya dengan lembut dan penuh perasaan sedangkan Veti juga membalasnya dengan pagutan yang tak kalah hebat. “Hebat cewek ini, ciumannya maut…”kataku dalam hati. Selama ini mungkin ciuman Veti lah yang paling hebat dari semua cewek yang pernah kucium.
Sambil terus melakukan French Kiss dengan Veti, tangankupun menjelajah tanpa batas lagi. Kuremas buah dadanya yang masih berbalut kaus dan bra itu. Tak perlu lama-lama akhirnya selruh baju Veti sudah aku preteli, sambil aku mencumbu leher dan telinganya. Sekarang dia sudah telanjang bulat didepanku. “Di……ini salah Di. Aku sudah punya Reza, lagipula aku sama pacarku saja belum pernah sampai beginian. Aku takut Di.”kata Veti lirih. “Semua ada kalanya yang pertama Vet.”hiburku. lalu kulepas juga seluruh pakaianku dan mulailah pergumulan kami di ranjang sahabatku itu.
“Ahhhh…..ochhhh…”desahnya setiap kali aku meremas buah dadanya dan menciumi puting payudaranya itu. Secara naluriah, tangannya menggapai batang kejantananku yang sudah membesar dari tadi karena menahan nafsu. “Ini yah yang namanya penis orang dewasa? Kok gede banget.”katanya polos. Aku hanya tersenyum saja saat dia berkata itu dan dengan perlahan tapi pasti aku membimbing penisku itu kearah bibir vagina Veti yang sudah sangat basah. “Baru juga bentuknya Vet, belum kegunaannya. Ntar kalau sudah tau rasanya bakalan minta terus lho.”selorohku.
“Di jangan…aku nggak mau mengkhianati Reza.”katanya dengan nada pasrah memelas diselingi air mata. Tapi apa daya, nafsu mengalahkan logika. Sekali dorong penisku sudah masuk setengah bagian kedalam vagina Veti. “Ahhhhhh….Diiiiii….sakitt…….”rintihnya. Tak kupedulikan lagi toh tinggal separuh jalan. Dan bleshhhh, masuk sudah semua penisku kedalam vaginanya. “Ahhhh….Di….aku……ahhh, sudah masuk?”katanya terbata-bata. Aku mengangguk dan tersenyum kecil. Kumulai goyangan pinggulku dengan gerakan maju mundur yang semakin lama semakin cepat durasinya.
“Ohhh…..ahhh……ohhh…..ahhh…….ahhh…”desah Veti. Dengan bantuan cairan kewanitaan dan darah perawannya, gerakanku terasa lebih leluasa dari tadi. “Vet, memiawmu bener-bener legit. Ternyata selain cantik kamu juga berpotensi besar dalam urusan ranjang.”selaku. Dia hanya terdiam tersipu sambil menahan sejuta rasa nikmat dan keperihan di liang kewanitaannya yang sekarang sedang dijarah batang kejantananku. Setelah kurang lebih lima belas menit berlangsung acara persetubuhan itu, akhirnya aku merasakan akan segera keluar. “Vet…aku keluar nih.
Keluarin di dalam yah….?”kataku lagi sambil mempercepat genjotanku. “Jangan Di, ntar aku hamillll…..”pinta Veti tapi sudah terlambat, aku segera mengejang dan memeluk dia sangat erat saat muntahan spermaku keluar dari ujung penisku dan membasahi seluruh liang vagina Veti. “Ohh……..Vet……ahhhhhh…”desahku sementara Veti hanya terpejam matanya sambil setengah menangis. Usai pergulatan itu, Veti memakai pakaiannya lagi dan mohon diri. Tapi sebelumnya dia minta padaku supaya tidak menceritakan hal ini pada siapapun. Aku sih setuju saja asal dia tidak kapok melayaniku.
Mendengar persyaratanku dia hanya tertunduk diam dan pergi. Selang 20 menit kemudian Reza datang dan dia terkejut melihat sprei kasurnya terdapat bercak merah. Aku hanya mengatakan padanya kalau itu bercak obat merah yang tertumpah dari bifet atas karena aku tak sengaja tersandung dan menabrak almari kecil itu. Diapun tak banyak curiga hanya sedikit ngomel-ngomel padaku. Ternyata dia habis kena tilang karena tidak membawa STNK waktu membawa motor dan butuh waktu lama untuk meyakinkan polisi bahwa dia bukan kriminal dan itupun setelah dia kehilangan uang 50 ribu rupiah buat nyogok.
Dalam hati aku berkata,”Sebenarnya kamu telah kehilangan sesuatu yang lebih berharga dari 50 ribu rupiahmu.” Dia hanya mengomel saat aku menertawainya tanpa dia tahu apa sebabnya.
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
2145