06. Isi Sebuah Diary


Jam menunjukkan pukul 9 malam kurang 15 menit ketika aku turun dari taksi selesainya dari bermain cinta dengan Rea dan Ayu. Aku menuju ke pondok di ressort tempat aku menginap. Nampaknya teman-temanku tidak ada di pondok. Beberapa menit kemudian ada sms masuk, ternyata dari Alex yang mengatakan kalau mereka lagi dugem di diskotik. Sialan, pikirku. Ternyata mereka malah senang-senang sendiri tanpa menungguku. Untungnya kunci pondok ditinggal di resepsionis.
Selama kurang lebih 20 menitan aku bengong di pondok seorang diri. Maklum, disini tidak ada televisi mengingat di bagian pondok ini diutamakan unsur tradisionalnya. Baru sebentar aku membaca-baca brosur wisata (karena tidak ada yang bisa dibaca), pintu pondok diketuk seseorang. Aku membukanya dan betapa terkejutnya aku ternyata yang datang adalah tetangga sebelah pondok. 3 orang mahasiswi dari Jakarta.

Ketiga gadis ini seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya bernama Antin yang berbody aduhai namun wajahnya tidak terlalu cantik tapi lumayanlah. Lalu Riesty yang anak Jakarta dan tinggi, wajahnya cantik berkulit kuning langsat. Sementara yang terakhir Andina yang bertubuh agak kecil namun imut ditambah dengan kulit putih dan rambut lurus pendeknya membuat dia kelihatan imut.
“Hai! Boleh masuk?” sapa Andina padaku yang masih bengong. Bengong terhadap kedatangan mereka dan juga bengong dengan pakaian mereka saat itu. Antin dan Riesty hanya pakai daster one piece dengan atasan bertali tanpa lengan dan berbelahan dada sangat lebar hingga dengan sedikit berjinjit saja aku jamin sudah dapat melihat kemontokan payudara mereka. Sementara Andina memakai baby doll satu setel.
Walau gugup aku mulai menguasai keadaan, “Boleh, boleh banget. Silakan!” aku mempersilakan mereka duduk. Ternyata mereka kesepian karena tidak ada televisi (sama persis dengan diriku, aku heran kenapa pihak pengelola ressort tidak mau memberikan televisi di bagian pondok wisata).
Sesaat kami bercakap-cakap mulai dari urusan wisata dan hal-hal yang berbau cindera mata plus harganya sampai dengan politik dan kuliah, diakhiri dengan percakapan mengenai kehidupan pribadi yang ujung-ujungnya yah bicara tentang seks. Mulai dari seks bebas dan gaya-gaya bermainnya. Dilihat dari cara mereka bertiga berbicara nampaknya sudah cukup ahli, setidaknya buat Riesty dan Andina.
Habis bahan pembicaraan. Aku sendiri bingung mau ngapain, akhirnya aku sadar kalau mereka belum aku tawari minum sama sekali. Aku buka kulkas (kulkas dan air hangat? Aku jadi bingung dengan pengelola ressortnya, mau dibuat kesan naturalist atau modernist sich? Atau separuh-separuh?).
“Maaf, adanya cuman ini. Kalau kalian mau, sorry yah!” aku cengengesan menghidangkan beberapa kaleng bir kepada mereka. Mau gimana lagi, tadi pagi yang tugas beli minuman ringan buat persediaan malam adalah si Joni. Sementara dia lagi stres-stressnya mikirin Ranti yang tak membalas cintanya itu sehingga milih minuman ngawur dapatnya bir semua.
Riesty dengan santai mulai membuka kaleng bir-nya dan mengatakan bahwa dia sudah sering minum bir saat di Jakarta, menurutnya itu adalah salah satu bentuk pemberontakan terhadap ortu (orang tua) nya yang selalu sibuk dengan bisnis mereka. Antin dan Andina masih malu-malu untuk minum tapi dengan dorongan dari Riesty maka rasa malu mereka sirna juga.
Antin permisi sebentar untuk mengambil sesuatu dari pondok mereka dan selang beberapa menit dia sudah balik lagi dengan membawa beberapa barang. “Apaan tuh?” tanyaku padanya.
“Pernah main Truth and Dare kaga? Coba deh pasti ketagihan!” Antin terkekeh dan mulai menjelaskan aturan dari permainan itu. Permainan ini mirip dengan permainan kartu biasa hanya dengan sedikit taruhan aneh. Hmmm, mirip dengan permainan kartu waktu bersama dengan Sammy pikirku. Jika ada yang kalah maka sang pemenang di ronde tersebut berhak memilihkan hukuman sesuka hati berdasarkan dengan kartu Truth and Dare yang akan keluar (diambil oleh yang kalah). Jika Truth yang keluar maka yang kalah harus menceritakan dengan jujur semuanya tentang apa yang ditanyakan oleh pemenang. Sementara jika Dare yang keluar maka si pemenang boleh menyuruh yang kalah untuk melakukan apapun yang diinginkannya.
Selama 4 putaran entah karena hoki atau apa yang jelas aku selalu menjadi pemenang. Sialnya, aku selalu mendapatkan kartu Truth selama 4x. Bosan dengan pertanyaan yang biasa-biasa saja maka aku menanyakan sesuatu yang sangat pribadi, yaitu apakah gadis-gadis itu pernah melakukan hubungan seks dengan pria dan jawabannya sungguh mengejutkan, mereka semua kecuali Andina sudah tidak perawan lagi. Antin sudah bercinta dengan 2 orang (satu pacar satu lagi sohib karibnya) sedangkan Riesty sudah bercinta dengan 4 orang yang semuanya pacarnya.
Sampai putaran kesebelas akhirnya aku berhasil menang lagi dan mendapatkan kartu Dare. Kali ini sasaranku adalah Antin. “Wah! Aku kalah nih. Jangan minta yang susah-susah yah!” pintanya sambil terkekeh.
Aku hanya tersenyum, “Nggak susah kok, kamu hanya aku suruh menggodaku sampai aku horny. Gampang khan?” aku kembali tergelak melihat reaksinya yang terkejut. Tapi tak sampai selang sepuluh detik giliran diriku yang dikejutkan olehnya. Tanpa malu malu dia melepaskan dasternya dan hanya tinggal menggunakan celana dalam. Sesuai dugaanku, mereka semua tidak ada yang menggunakan bra saat ini.
Tidak puas dengan itu saja, Antin lalu mendekatiku dan melakukan goyangan-goyangan erotis meskipun masih kaku tapi benar-benar merangsang libido untuk keluar. Celana pendekkupun di pelorotkan olehnya dan segera terlihat batang kejantananku yang sudah mulai menegang. “Tuh sudah horny, gampang khan.” Antin kembali tertawa renyah.
Riesty mendekatiku saat Antin akan mengembalikan celanaku diposisi semula dan mencegahnya. “Gede juga punya lu Di, ih rasanya gimana tuh?” nada bicara Riesty membuat Andine yang tadi sedikit risih menjadi mendekatiku dan ikut-ikutan melihat penisku.
“Ini bukan tontonan oi, kalo mau coba ayo. Ada yang tertarik?” aku bergurau sambil iseng-iseng meremas payudara Riesty yang berbalut daster itu. Nampaknya Riesty menanggapi remasan itu dan membalasnya dengan meremas lembut penisku yang menegang. “Wah! Tanggung jawab nih, dah horny berarti ga bisa tidur lagi sebelum ditidurin.” aku kembali bergurau.
Antin membuka celana dalamnya dan segera terlihat vaginanya yang mulus tercukur bersih. “Aku cobain yah?” Antin tersenyum padaku dan menyuruhku berbaring terlentang sementara dia dengan posisi diatas mengangkangi penisku yang didirikan vertikal olehnya. Dan blesshhh……tak butuh waktu lama sebelum penisku itu menyeruak liang kemaluan Antin.
“Achhh…nikmat Di. Penuh rasanya.” Antin meracau dan diikuti oleh tingkah Riesty yang melucuti seluruh pakaiannya dan mencubuku dengan ciuman-ciuman mautnya, “Setelah Antin, giliran gue yah?” pintanya sambil menciumi dadaku. Aku hanya bisa mengikuti kemauan mereka sementara goyangan Antin semakin lama semakin luar biasa membelai penisku didalam vaginanya.
Sementara aku sibuk membalas ciuman Riesty dan meremasi payudaranya dan Antin, Andina nampak serba rikuh tapi Antin hanya tersenyum, “Ntar kalau kamu mau bisa juga kok Na. Toh perawan atau nggak juga dah bukan masalah sekarang ini.”
Sekitar limabelasan menit vagina Antin menunggangi penisku Riesty mulai melucuti seluruh pakaiannya dan telanjang bulat di hadapanku. Sementara itu tak selang lama kemudian Antin mendesah keras sambil kedua tangannya mencengkeram pundakku. “Di, aku klimaks nih.” Antin meracau tak karuan sembari meningkatkan irama goyangannya dan tiba-tiba dihentikan sambil menguatkan jepitan dinding vaginanya terhadap penisku. Aku merasakan adanya cairan hangat membasahi penisku, nampaknya Antin sudah mencapai orgasme pertamanya. Sembari menelungkup diatas tubuhku dia berkata lirih, “Selama ini baru sekarang ini gue ngerasain yang namanya orgasme. Makasih ya say.” dia membelai rambutku dengan lembut dan mengecup bibirku pelan.
“Kalau udah, gantian dong Tin.” Riesty nampak tak sabaran. Antin hanya tersenyum dan beralih dari atas tubuhku. Riesty tanpa pikir panjang lagi langsung mengambil posisi mengangkangi kemaluanku yang masih berdiri tegak tersebut dan mengarahkan ke permukaan bibir vaginanya. Berbeda dengan Antin yang tercukur bersih, Riesty nampaknya lebih suka dengan bulu kemaluan tipis namun rapi. Dia mencukur tapi tidak semuanya, membuatnya menjadi nampak seksi saja di mataku.
“Ah, gede banget sich? Aaaww..Riesty setengah menjerit ketika menurunkan pahanya sehingga membuat batang kejantananku amblas semuanya tertelan oleh liang kemaluannya yang kecil itu. Terlalu kecil pikirku, karena bagi orang yang sudah berpengalaman melakukan hubungan badan seperti Riesty seharusnya liang vaginanya lebih longgar. Diluar dugaanku benar.
“Sekarang aku goyang agak cepetan yah say.” aku berkata sambil meremas-remas payudaranya yang besar tersebut. Buah dada Riesty putih dan berujung coklat muda benar-benar membuatku terangsang hebat. Kami berciuman sangat dasyat sambil pinggul Riesty menghentak-hentakkan batang penisku yang sekarang berada dalam vaginanya. Sesekali aku melepaskan remasan tanganku dari payudaranya dan mengalihkan tanganku menyusupi pakaian milik Andina. Diluar dugaan, Andina sama sekali tidak melawan bahkan seperti acuh saja terhadap perbuatanku. Dia nampak tersentak saat tangan kananku yang menjelajahi pakaiannya berhasil menemukan buah dadanya yang mulus itu, namun sudah terlambat. Dengan pilinan-pilinan jemariku di putting payudaranya membuat Andina pasrah menerima rangsangan tanganku tersebut.
Hanya sepuluh menit setelah aku dan Riesty mulai bermain, nampaknya gadis ini sudah merasakan akan mencapai orgasmenya. Dan benar saja, tak butuh waktu lama kemudian dia merangkulku erat-erat dan otot-otot vaginanya mengencang beberapa detik kemudian mengendur lagi disertai lelehan cairan hangat. Kali ini aku tak mau rugi, segera aku balikkan tubuh Riesty dan aku buat dia dengan posisi miring kekiri. Lalu kuhunjamkan lagi penisku kedalam vaginanya yang sudah becek oleh cairan kewanitaannya itu sembari kupompa dengan liar. Sesekali dia mendesah dan mengaduh namun tak kupedulikan karena aku sudah kepalang tanggung. Sekitar lima menit aku merasakan akan segera mencapai puncak orgasmeku. Segera aku benamkan dalam-dalam batang kemaluanku ini kedalam liang senggama milik Riesty dan dengan satu sodokan keras muntahlah cairan spermaku yang cukup banyak yang bahkan diantaranya meluber keluar. “Di! Ntar kalo gue hamil gimana? Kok lo keluarin didalam sih?” Riesty sedikit marah namun karena setelah mencapai puncak kenikmatan bersamaku dia menjadi lemas dan tak berdaya apa-apa untuk marah-marah.
Aku berpaling kepada Andina. Antin menyergah, “Di, kalau dia kagak mau jangan dipaksa. Kasihan.” katanya padaku. Namun nampaknya setelah ciumanku mendarat dibibirnya dan kedua tanganku berhasil menelanjangi tubuh mungil ini, akhirnya Andina pun menjadi tak berdaya, pasrah menerima takdirnya yang sebentar lagi akan aku perawani.
“Aku takut Di.” Andina nampak memelas dengan mukanya yang melankolis itu. Namun aku tersenyum dan meyakinkannya bahwa ini tidak sesakit yang dia bayangkan. Ciuman aku daratkan keseluruh tubuhnya mulai dari mulut, leher, turun ke buah dadanya yang berputing warna pink kecoklatan itu (maklum dia keturunan etnis China) lalu berakhir dengan jilatan-jilatanku di klitorisnya. Bulu kemaluannya sangat tipis meskipun tidak pernah dicukur. Vaginanya berwarna merah muda dan sangat kecil. “Aku bakalan sangat susah masukinnya nih.” pikirku sesaat.
Setelah selesai foreplay, nampaknya bibir vaginanya sudah berlumuran cairan kewanitaan yang menandakan Andina sudah terangsang berat. Aku gesekkan penisku yang masih berlumur sedikit sperma dan cairan vagina milik Riesty kepermukaan vaginanya. Andina mendesah pelan lalu matanya memejam sembari kedua tangannya mencengkeram erat pinggangku saat dalam posisi terlentang dan kutindih, aku mulai memasukkan penisku kedalam liang senggamanya yang ternyata sangatlah sempit, mungkin liang memiaw yang paling sempit yang pernah aku rasakan selama ini (saat masih perawan tentu saja).
Jeritan kecil dan disertai dengan erangan mewarnai event saat batang penisku mendesak masuk sedikit demi sedikit menerobos labia minora miliknya yang akhirnya merobekkan jaringan hymen (selaput dara) didalam vagina miliknya. Darah segar keperawanannya mengalir sedikit demi sedikit melewati celah yang terbentuk antara penisku dengan dinding dalam vaginanya dan mengalir keluar melewati labia mayora. Setelah berpeluh dan berusaha keras akhirnya setelah sekitar 5 menit (rekor penetrasiku yang paling lama sampai sekarang), aku berhasil memasukkan seluruh batang kemaluanku kedalam vaginanya disertai dengan bunyi aneh. (Kalau tidak salah berbunyi “Jlebbb!!!”)
“Akhhh…..” Andina merintih keras taktala penisku memompa vaginanya dengan pelan namun dalam. Selang sepuluh menit dengan gaya yang sama aku lalu mempercepat goyanganku menjadi sedikit liar.
Sambil memeluk gadis mungil ini, aku mengangkat kedua tungkai kakinya sehingga penetrasiku lebih dalam dari yang tadi dan sekali lagi dia menjerit pelan. “Wah, pasti sakit yah Na diperawanin sama ****** segede itu?” Antin mendekat dan membelai rambut Andina yang basah karena keringat juga air mata saat dia menangis menahan sakit tadi. Dua puluh menitan aku melakukan deep penetration kedalam vagina Andina dan aku merasakan bahwa akan segera mencapai klimaks. Dengan beberapa sodokan keras akhirnya aku mencapai orgasmeku yang kedua. Kali ini aku cabut penisku dan berejakulasi diatas perutnya. Aku tidak mau nanti kena damprat Riesty yang nampaknya sangat peduli dengan hamil tidaknya seseorang setelah ngeseks. Lalu aku rubuh disamping Andina yang masih terpana dengan kejadian barusan. Nampaknya dia masih setangah tidak percaya bahwa dirinya telah disetubuhi olehku dan baru saja adalah cairan air maniku yang menyemprot membasahi perut dan buah dadanya yang putih itu.
Sekitar setengah jam kemudian kami sudah berpakaian rapi lagi dan membereskan sisa kekacauan yang kami buat saat bersetubuh ria tadi. Ketiga gadis itu lalu mohon diri untuk kembali ke pondok sementara aku daripada bengong lebih suka mengantar mereka sampai di pondok mereka. Setelah sampai depan pondok, aku merasakan kalau sudah tidak ada orang didekat kami lalu aku memeluk erat Antin dan mencumbunya dari belakang. Antin sempat menolak dan mencoba melepaskan diri dari rangkulanku namun akhirnya menyerah juga sementara kedua temannya sudah masuk pondok. Kali ini Antin aku senggamai dengan posisi setengah berdiri dengan badannya aku condongkan kedepan sehingga kedua tangannya bersandar pada dinding teras pondok sementara kedua kakinya aku buat mengangkang lebar dan melewati daster juga celana dalamnya, batang penisku dapat leluasa menjarah vagina gadis muda ini. Kali ini cukup singkat karena aku takut ketahuan orang lain. Sekitar sepuluh menitan akhirnya aku semprotkan spermaku kedalam liang kewanitaan gadis cantik ini. Lalu dengan cueknya aku langsung mencabutnya dan berlenggang pergi meninggalkan Antin yang masih terduduk lemas setelah aku kerjain dengan sodokan-sodokan yang cukup keras.
Saat aku masuk kedalam pondok ternyata ketiga temanku ini sudah berada didalam.Alex sempat marah-marah karena aku tidak mengunci pintu saat keluar tapi aku mengatakan bahwa aku hanya sebentar mencari udara segar diluar dan diapun langsung diam. Anthony bercerita dengan sangat antusias bahwa dia dan Alex baru saja berkenalan dengan dua cewek cantik asal Toraja yang sedang berlibur dan besok mereka akan surfing dipantai. Mereka tidak tahu kalau aku bukan hanya berkenalan tapi juga sudah bercinta dengan tiga gadis malam ini dan dua gadis tadi siang, total 5 gadis sudah aku tiduri plus mendapat satu perawan, Andina. Tapi untuk membuat agar temanku tidak kecewa aku tidak berkata apa-apa tentang ketiga gadis ini.
Aku berseru pada Anthony dan Alex sembari tiduran, “Emang loe berdua bisa surfing apa?” dan mereka berdua hanya bengong. Alex berkata dengan pede nya, “Gua khan bisa maen skateboard and snakeboard, surfing mah cemen bro.” dan Anthony pun mengiyakannya. Dasar bodoh, pikirku. Tenggelam baru tau rasa kalian. Sesaat aku melirik Joni yang masih terpaut pikirannya dengan Ranti.



----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh

1335

21Tahun.Sextgem.Com