07. Isi Sebuah Diary
Masih ingat dengan dosenku Virna bukan? Kali ini sekitar dua atau tiga hari setelah aku kembali dari Bali kami kembali bertemu. Kali ini diruang dosen. Aku kebetulan mengajukan topik untuk praktek kuliah lapangan (PKL) dan Virna lah yang menjadi dosen pengampu jenis topik tersebut. Gadis cantik itu tersenyum ketika bertemu denganku.
Dosen cantik itu duduk bersandar diatas meja dan menghadap kepadaku yang sedang duduk. “Hmmm, emangnya kamu sudah siap buat ikutan mata kuliah akhir ini?” tanya dosen cantik ini sambil tersenyum kepadaku. Pakaiannya sangatlah modis untuk ukuran dosen. Trendy tapi tetap formal, ditunjang dengan pernak-pernik asesories yang ada di pakaiannya benar-benar membuat dosen ini nampak muda dan bergairah.
“Saya sudah siap bu, …eh mbak.” jawabku gugup, sempat aku lupa kalau dosen ini tidak suka kupanggil bu. Virna hanya tersenyum dan mengambil stopmap warna biru dimejanya dengan posisi tubuh masih bersandar setengah duduk di meja kerjanya. Kontan saja aku melihat celana dalam dosen ini karena pas menghadap kearah mataku. Nampaknya Virna tetap cuek saja dan mulai menjelaskan topik apa saja yang akan dibuka nanti di mata kuliah ini dan kalau aku tidak salah dengar, dia menawarkan praktek kerja magang selama 2-3 bulan disebuah perusahaan otomotif yang sangat terkenal.
“…..aku bisa merekomendasikanmu disana soalnya aku punya banyak kenalan. Lagipula om ku ada dua orang yang kerja disana dan sudah punya jabatan penting. Kamu nggak perlu ikut tes kelayakan segala macam.” Virna lalu memandangku sambil tersenyum lagi, “Di! Kamu dengar kata-kata mbak tadi? Kamu lagi liatin apaan sich?” dia penuh selidik lalu sadar juga karena konsentrasiku buyar gara-gara paha putih mulusnya plus celana dalamnya yang terpampang jelas di depan mukaku.
Virna tersenyum melihatku gugup. Lalu dia beranjak dari duduknya dan pergi melewatiku menuju kepintu kantornya dan selang beberapa detik aku mendengar suara pintu terkunci. Virna kembali mendekatiku dari belakang dan kali ini dia cukup dekat dengan berbisik, “Kalau kamu ingin khan bisa ngomong. Nggak perlu jaim gitu.” gelak tawa Virna lalu memenuhi ruangan.
Gadis cantik ini lalu mendaratkan ciuman kebibirku dan kamipun berpagutan dengan sangat mesranya. Tanganku mulai membuka satu demi satu kancing blazernya dan baju yang dia pakai sampai melepas ikatan belakang bra nya. “Wow, sudah mahir yah kamu. Sudah dapat berapa teman kencan nih?” guraunya sambil memelorotkan celana panjangku yang sudah dia buka resletingnya dari tadi. Celana dalamkupun tak luput dari jarahan tangan lentiknya dan langsung merosot kebawah yang membuat senjata keramatku yang sudah on fire itu terlihat sangat jelas.
Penisku menegang cukup keras dan menandakan siap tempur. Sementara Virna mencopot sendiri celana dalamnya walaupun masih menggunakan rok span. Stoking yang dia pakaipun terlepas sudah beserta dengan celana dalam warna merah darah itu. “Wow, mbak pakaian dalamnya satu stel merah darah semua, lagi horny yah mbak?” aku balas menyindir Virna namun dia hanya tersenyum sambil mengedipkan matanya menggodaku lalu berakhir dengan kecupan-kecupan mesra dibibir kami berdua.
Kali ini kubuat Virna menghadap kearahku dan setengah duduk pada pinggiran meja kerjanya sementara aku melakukan penetrasi penisku ke bibir vagina miliknya. “Akh, penismu tambah gede aja atau cuman perasaanku aja sih?” Virna menggelinjang keenakan saat batang kejantananku menyeruak masuk kedalam liang vaginanya. Setelah semuanya masuk kedalam, aku segera melakukan sodokan-sodokan khas orang bersenggama. Bunyi-bunyian baik yang keluar dari desahan mulut kami maupun dari gesekan dan benturan antara dua alat kelamin kami berdua mewarnai suasana siang ini.
Selang sepuluh menit, aku lalu membopong tubuh molek dosen cantik ini sembari melakukan penetrasi-penetrasi. Berat memang tapi kenikmatannya luar biasa tak terbayangkan. Nampaknya aku benar-benar sudah diambang nafsuku, karena lima menit kemudian aku mencapai puncak orgasmeku. Cairan sperma menyemprot dinding-dinding vagina milik dosen muda yang cantik ini. Akhirnya lunglai juga diriku ini, entah mengapa baru sebentar aku sudah mencapai klimaks.
“Oh, nampaknya kamu sudah nahan dari tadi yah?” Virna meringis tersenyum menggodaku. “Nanti malam kamu datang kerumah ya! Kamu masih punya hutang sama mbak, soalnya mbak belum puas saat ini.” Virna lalu merapikan diri dan sempat mengancamku kalau aku tidak kerumahnya malam ini maka PKL bakalan batal. Tentu saja semua hanyalah gurauannya tapi aku toh senang-senang saja diundang kerumah dara cantik ini.
Jam tanganku sudah menunjukkan pukul setengah tiga sore. Saat ini aku menunggui seorang teman dari perpustakaan universitas. Dia berkata padaku bahwa dia mempunyai buku referensi untuk menulis skripsi yang akan kuambil semester depan. Sudah setengah jam lebih aku menunggunya namun bocah itu tidak nongol-nongol juga. Aku menunggunya disebuah lorong yang juga berfungsi buat nongkrong (walaupun jarang sekali ada yang nongkrong di lorong ini) dilantai 3 perpustakaan universitasku. Jam segini sudah jarang mahasiswa kelantai ini, tumben pikirku, karena biasanya tempat ini mulai sepi setelah jam 5an keatas.
Aku kaget ketika aku merasa melihat seseorang yang kukenal pergi melwati lorong dan menuju kearah toilet. Setelah aku pandang dengan benar, ternyata orang itu adalah Veti, kekasih temanku. Aku segera menyusulnya dan berhasil menghalaunya ketika dia hampir masuk toilet cewek.
“Vet! Tunggu aku!” aku lalu mendekatinya, sedangkan dia hanya terbengong melihatku.
“Mau apa sih kamu? Mending jangan deketin aku deh, soalnya aku nggak mau nanti Reza tahu tentang kita.” Veti mulai menjauh dan masuk ke toilet. Aku menyusulnya dan mendekapnya dari belakang sambil mencumbu lehernya dengan buas.
“Apa-apaan sih kamu Di? Kalau kamu kurang ajar lagi aku bakalan teriak nih.” Veri mulai mengancamku dengan nada tinggi. Dia berusaha lepaskan diri namun tak kuasa melawan kekuatanku yang mendekapnya terus.
Aku hanya tersenyum menyeringai, “Kamu kalau mau teriak, ya teriak aja Vet. Biar semua orang tahu tentang hubungan kita. Aku pengin tahu ntar apa si Reza masih mau sama kamu atau kagak.” Kali ini ucapanku berhasil membungkamnya untuk diam tak melawan. Bahkan dia tetap tak melawan saat dia kusandarkan di wastafel sementara dari belakang aku melucuti celana dalamnya dan membuka kancing bra sehingga aku dapat dengan nyaman dan mudah meremas-remas payudara gadis cantik ini yang montok.
Veti nampaknya tidak dapat membendung nafsunya juga namun dia mati-matian menahan untuk mempertahankan harga dirinya tersebut. Batang penisku yang tadi sudah mendapatkan servis dari liang vagina milik dosen cantik Virna kali ini akan mendapatkan liang vagina baru lagi milik Veti. Batang kemaluanku akhirnya kuarahkan kearah bibir luar vagina Veti dan dalam hitungan detik separuh batang kejantananku amblas kedalam liang kemaluan kekasih temanku ini. “Akh! Sakit!” gadis ini mengaduh namun tak kupedulikan. Aku melakukan sodokan-sodokan kecil sampai akhirnya seluruh batang kejantananku dapat masuk secara total kedalam liang memiaw gadis cantik ini.
Herannya walaupun sudah tidak perawan namun vaginanya masih mengeluarkan darah walaupun tak banyak. Penisku lalu mulai melakukan aksinya. Pompaan demi pompaan aku lakukan kearah dalam liang senggama Veti yang sudah mulai basah kuyup oleh cairan penisku dan cairan dari vaginanya sendiri. Terangsang juga dia, pikirku.
Ketika kami sedang mengayuh kenikmatan berdua, tiba-tiba pintu toilet terbuka dan muncullah seorang gadis berkepang dan berkaca mata. Dia kaget bukan kepalang ketika melihat kami bercinta di depan wastafel. Aku memberikan kode kepadanya untuk diam dan sepertinya dia menurut entah karena takut atau apa aku juga tidak tahu pasti.
Sembari memberikan rangsangan dengan meremas-remas buah dada milik Veti, aku mempercepat pompaanku yang akhirnya selang beberapa menit kemudian aku mencapai klimaksku bersama gadis cantik ini. Semburan sperma membasahi bibir vaginanya karena sempat aku cabut saat akan berejakulasi walaupun sedikit terlambat. Tetesan cairan putih kental itu sebagian besar akhirnya jatuh kelantai toilet. Isakan tangis Veti yang sesenggukan itu akhirnya terdengar juga setelah bunyi desahanku lenyap. Aku berkata padanya bahwa selama dia mau melayaniku dengan baik maka rahasia ini aman diantara kami berdua. Lalu aku merapikan pakaianku dan keluar dari toilet. Walaupun begitu aku masih bingung mengenai gadis berkaca mata yang masuk ke toilet saat aku dan Veti sedang bersetubuh tadi. Ah sudahlah, pikirku. Toh nanti juga tidak bakalan ingat siapa aku karena penghuni kampus ada banyak. Aku masih berkeyakinan kuat walaupun nantinya aku sadar kalau pemikiranku itu salah besar dan kesalahan ini akan mengarahkanku kesesuatu yang lebih besar lagi.
Malamnya aku pergi kerumah sang dosen, Virna. Disana dosen cantik itu sudah mempersiapkan segalanya mulai dari candle light dinner sampai dengan musik lembut. Karena hanya ada kami berdua saja dirumah tersebut maka setelah dinner selesai dilanjutkan dengan persenggamaan kami yang belum tuntas tadi di kantor Virna.
Berbagai gaya aku praktekkan dan entah sudah berapa kali aku maupun Virna mencapai kepuasan dalam bercinta malam itu. Yang aku ingat keadaan ruang makan, dapur dan kamar tidur menjadi acak-acakan karena ulah kami berdua yang bercinta disemua tempat mulai dari meja makan, lalu meja dapur dengan doggy style, kamar mandi sampai dengan tempat tidur. Saat jam dinding menunjukkan pukul 11 malam seluruh aktifitas seks kami baru berhenti. Jadi kurang lebih 3 jam kami bergumul.
Gara-gara aktifitas malam itu pula paginya aku kesiangan masuk kuliah begitu juga dengan Virna. Uniknya, kelas yang tidak aku ikuti (bolos) adalah kelas yang diampu oleh Virna sebagai dosen. Jadi pagi itu didalam kelas itu baik dosen maupun mahasiswanya tidak masuk kuliah karena kecapekan akibat bercinta terlalu banyak.
Beberapa hari berikutnya, tepatnya hari Jumat. Sekitar jam 8 malam, aku pergi ketempat kekasihku (ke kost miliknya). Saat itu semua teman kostnya keluar karena Jumat sore mereka semua pulang karena rumah mereka dekat dengan kota tempat mereka kuliah dan kembali Minggu sorenya. Kali itu ada satu orang yang tertinggal karena dia sedang sibuk mengerjakan skripsi, namanya Lola anak fakultas bahasa dan sastra. Dia tampangnya sih biasa-biasa (kalau Ani pacarku kuberi nilai 7 maka Lola ini cukup 5,5 lah). Hanya saja penampilan dan gayanya yang cukup mendukung ditambah dengan postur tubuhnya yang aduhai dengan kulit kuning langsatnya. Sayang satu hal, dia sudah punya pacar dan sama sekali tidak tertarik padaku (J)
Karena kekasihku sedang mandi maka aku sengaja main kekamar Lola lebih dulu seperti biasa kalau aku datang dan Ani sedang pergi. Kami cukup akrab dan sering bertukar pengalaman mengenai banyak hal terutama mengenai seks. Orangnya terbuka dan asik buat diajak ngomong. Itu mungkin salah satu kelebihannya.
“Di! Kebetulan kamu datang. TV tunner ku kok nggak mau nyala yah? Aku curiga nih ada kabel yang putus. Bisa nggak liatin sebentar?” Lola nampak menyambutku dengan gembira, maklum ada maunya. Aku hanya mengiyakan permintaannya, toh nggak sulit-sulit amat.
Aku naik ke enternit dalam rumah dengan kursi yang ditaruh diatas meja dan langsung dengan sigap aku sudah dikolong atap kamarnya. Aku lalu meminta senter untuk memeriksa soalnya didalam gelap sekali. Setelah beberapa menit Lola kembali berteriak padaku mengatakan kalau dia harus pergi sebentar buat memfoto kopi makalah pinjamannya karena besok harus dikembalikan dan aku ditinggal sendirian dikamar tersebut.
Setelah semua beres, timbul rasa isengku untuk jalan-jalan dari kolong satu ke kolong lainnya, siapa tahu kamar-kamar cewek disini bisa dilihat dari atas kolong kamar. Dan keberuntunganku berjalan mulus. Aku dapat melihat dengan jelas kamar-kamar mereka dari liang didekat lampu atap kamar. Semuanya rata-rata tertata apik dan rapi.
Lalu aku tiba disebuah kamar, kamar yang sangat kukenal. Ini kamar kekasihku, Anissa. Aku melihat pintu kamar tersebut terbuka dan Ani masuk dengan menggunakan kimono yang aku belikan dari Bali tempo hari. Habis mandi dan keramas, wanginya tercium sampai ditempatku mengintip. Asyik juga mengintip pacar sendiri batinku senang.
Saat aku berdebar-debar ingin melihat pacarku membuka kimononya, tiba-tiba ada ketukan pintu. Saat terbuka nampaklah seseorang pria, namanya Edwin. Edwin ini pacar teman kost Ani yang bernama Riana Hapsari (panggilan dikampus Riana kalau di kost Sasa). Pria ini berwajah agak indo, dan jujur aku akui kalau dia lebih cakep dari aku (sedikittttt………)
“An, Riana kemana seh? Kok aku telepon dirumah kagak ada trus disini juga kosong? Apa pergi ma temen-temennya ya?” nampaknya Edwin bingung mencari pacarnya yang entah lari kemana.
“Aduh sori, aku juga nggak tau tuh. Coba kamu tanya Lola, mungkin dia tau.” Ani menjawabnya ambil menahan dingin (waktu itu memang udara cukup dingin).
Edwin menimpalinya, “Lah, Lola juga kagak ada An. Eh kamu abis mandi yah? Wangi bener.” hidung Edwin ternyata cukup bagus dapat mencium wangi dari tubuh pacarku dan bahkan menebak jenis sabunnya (atau cuman asal tebak aja aku juga nggak tau). Ani hanya tersenyum malu. Saat dia akan mundur mengambil handuk di hanger, tiba-tiba kimononya terkait dengan daun pintu kamarnya yang membuat kimono tersebut tersingkap dan ikatan talinya nyaris lepas. Ani buru-buru membenahi kimononya namun Edwin nampaknya sudah terlanjur melihat buah dadanya yang terkuak dari balik kimono tersebut walau hanya sekilas.
Nampaknya udara dingin tersebut telah membuat pikiran seseorang juga menjadi beku. Naluri Edwin mulai berontak, dia maju masuk kekamar Ani dan mencekal kimononya sembari kaki nya menutup pintu kamar.
“Mau apa kamu? Heh…lepas!” Ani berusaha mengibaskan cekalan tagan Edwin dari kimononya namun nampaknya gagal. Bahka sejurus kemudian kedua tangan Edwin yang trampil itu langsung menarik lepas ikatan tali kimono Ani. Dan terpampanglah dengan bebas kedua payudara indah pacarku tersebut, sementara Ani hanya tinggal menggunakan celana dalam saja.
“An, kamu cantik sekali.” Edwin lalu mendaratkan ciuman dimulut Ani yang tak sempat melawn. Pagutan demi pagutan dia lakukan dibibir kekasihku itu. Salah satu tangan Edwin lalu menelusuri tubuh kekasihku dan meremas-remas payudaranya hingga Ani pun tak kuasa melawan karena tubuhnya bergetar hebat dan lemas. Perasaan kaget, risih, takut dan juga penasaran menghinggapi benak gadis ini.
“Win! Lepas! Aku nggak mau begi….” belum sempat Ani meneruskan kata-katanya, ciuman kembali mendarat dibibirnya. Kali ini ciuman ini lebih hot dan selang beberapa detik nampaknya Ani sudah pasrah dan menikmati ciuman tersebut.
Edwin dan pacarku, Ani berciuman dengan sangat mesranya. Lalu beberapa menit kemudian mereka sudah berada di atas tempat tidur dan keduanya telanjang bulat. Nampaklah penis Edwin yang sudah tegang berdiri. Ani pun menyentuh batang kejantanan Edwin itu pelan dan halus lalu mengocoknya keatas dan kebawah pelan-pelan. Edwin yang sudah sangat horny itu lalu membalasnya dengan ciuman diseluruh bagian buah dada Ani termasuk menyedot-nyedot puting payudaranya dan meremas-remasnya dengan liar.
Batang kemaluan yang sudah mengejang itu nampaknya membuat Ani lupa segalanya. Walaupun tidak sepanjang milikku namun Ani nampaknya menikmati kocokan tangannya pada benda itu. Batang kejantanankupun ikut menegang ketika melihat vagina kekasihku itu mulai dimasuki oleh penis Edwin.
Vagina Ani yang bewarna cokelat terang kemerahan itu bibirnya nampak terbelah karena desakan batang kemaluan Edwin. Sedikit demi sedikit akhirnya penisnya semua masuk. “Akh…..An, Riana aja belum pernah aku ent*tin. Kamu orang pertama yang pernah aku ent*tin selama ini. Kamu bener-bener seksi An.” Edwin mulai meracau dan beserta dengan goyangan-goyangan pinggulnya, penis yang menancap di liang kemaluan pacarku itu mulai mendesak maju mundur dengan kecepatan lambat namun makin cepat seiring dengan sodokan-sodokan yang dilakukan Edwin.
“Ahhh….achh…..Win…..ahhh..!!!” Ani mulai mendesah-desah tak karuan ketika liang vaginanya dijarah oleh penis Edwin dengan ganasnya. Tubuh Edwin yang menindih tubuh Ani tersebut benar-benar membuat suasana kamar menjadi sangat panas. Goyangan-goyangan pinggul Edwin telah mewarnai adegan bercinta mereka malam itu.
Selang beberapa menit kemudian, tungkai kedua kaki Ani diangkat dan diletakkan diatas bahu Edwin dan hal tersebut membuat proses penetrasi ke liang vagina Ani menjadi lebih dalam dan bertenaga. Mata Ani nampak setengah membelalak menahan rasa kenikmatan dari tiap pompaan batang kejantanan milik pacar temannya itu. Sembari mereka berciuman dan tangan Edwin berkarya meremas-remas kedua buah dada Ani dan memilin-milin puting susunya hingga mengeras mencuat keatas. Suara erangan Edwin dan desahan Ani benar-benar keras, untung saja tidak ada orang lain selain kami bertiga waktu itu. Karena jika tidak maka akan ada orang yang dengar suara-suara kenikmatan tersebut.
Lidah kedua muda-mudi ini saling berpautan saat melakukan french kiss. Selang sepuluh menit kemudian, Edwin mempercepat pompaannya dan Ani pun mendesah lebih keras lagi sambil kedua tangannya memeluk erat pinggang Edwin. Lalu dipuncak kecepatan pompaannya Edwin menyodokkan sekeras-kerasnya dan sedalam-dalamnya batang kemaluannya kedalam liang senggama pacarku itu diiringi dengan teriakan kecil Ani. Cairan putih kentalpun menyembur dari pucuk penis Edwin dan membasahi bibir vagina milik pacarku. Dia berejakulasi diluar ternyata.
Dengan cepat setelah acara senggama tersebut selesai, Edwin memakai pakaiannya dan langsung permisi setelah mencium bibir pacarku sekali lagi. Ani hanya terduduk di tempat tidur sambil melihat sisa persenggamaannya dengan Edwin barusan. Aku terkesiap juga, ternyata Ani pun sekarang sudah doyan ngeseks dengan orang lain tanpa sepengetahuanku. Asyiknya, aku berhasil merekam adegan mesum itu di HP kameraku (untungnya aku punya HP kamera). Selang aku turun dari atap sekitar 2-4 menit kemudian, Lola kembali dari urusannya. Aku lalu mohon diri setelah dia mengatakan terima kasih padaku. Aku lalu menuju kekamar Ani dan disana nampaknya Ani sangat terkejut dengan kedatanganku dan dengan buru-buru dia menata tempat tidurnya lagi. Saat aku tanya ada apa, dia hanya menjawab kalau tidak ada yang terjadi sambil memanis-maniskan senyumannya padaku. Sayangnya aku sudah melihat semuanya sayang, walau kau belum tahu, kau belum saatnya tahu.
Selang tiga atau empat hari (aku lupa pastinya), aku memperoleh tugas dari mbak Virna si dosen cantik itu untuk mencari bahan buat skripsiku yang nantinya akan diambil dari topik PKL yang kuambil. Sekitar 2 jam lebih aku berkutat dengan buku di rak-rak perpustakaan kampus yang jumlahnya sangatlah banyak sekali yang berada di lantai 3. mataku sampai nanar melihat semua tulisan dan nomor urut buku dan makalah yang dijilid menjadi kelompok-kelompok. Saat aku akan beranjak keruang baca yang menawarkan kursi dan meja baca, tiba-tiba ada seorang gadis menabrakku dari belakang. Kontan buku yang kubawa jatuh berserakan begitu juga dengan buku yang dia bawa.
Gadis berkepang dan berkacamata yang akhirnya kuketahui bernama Ratnawati ini adalah anak jurusan psikologi angkatan 2000. Gadis manis dengan kulit kuning langsat dan rambut panjang sepinggang dengan dikepang menjadi dua. Tapi lain dari pada itu semua yang paling mengejutkanku adalah gadis inilah yang memergokiku saat aku sedang ‘menggarap’ Veti di toilet perpustakaan.
“Ah, maaf. Aku nggak sengaja.” Sengaja aku mengulurkan tanganku kepadanya walau sebenarnya dalam hati aku mengutuk bahwa dialah yang bersalah bukan diriku. Nampaknya basa basi ini tidak mempan kepada cewek satu ini atau mungkin hanya perasaanku saja, namun hanya dalam hitungan detik dia sudah berdiri tanpa menghiraukan uluran tanganku dan mendekatkan bibirnya ketelingaku sembari berbisik.
“Aku masih ingat dirimu lho. Tadi itu salahku dan sengaja pula.” Ucapan dari seorang gadis berkepang ini membuatku menjadi berkeringat dingin. Apa sebenarnya maunya.
Aku menahan rasa gugupku dan walau sedikit tergagap aku mencoba memaksa untuk bicara, “Trus kenapa kalo masih inget ma gue? Emangnya gue pikirin.” Nada ketus yang kubuat-buat kuharap bisa menekan rasa gugupku namun gagal total. Dia malah membisikkan kata-kata yang lebih tajam lagi.
“Kalo emang kamu nggak bisa mengontrol nafsumu gak perlu memperkosa cewek khan. Masih banyak cewek yang mau dengan cowok segagah kamu apalagi dengan ‘barang’ segede itu.” Dia tersenyum saat berbisik padaku sambil tangannya meremas batang kemaluanku dari luar celana jeans yang kupakai.
Aku terkesiap tapi lalu bisa kukendalikan diriku. Ini seperti saat aku berhadapan dengan si kembar di Bali beberapa pekan silam. Bibir Ratna masih terasa dekat ditelingaku sesaat sebelum akhirnya kuputuskan dengan nekat untuk mendaratkan ciumanku dibibir mungil tipisnya itu. Diluar dugaan, ternyata dia membalasnya dengan tak kalah bernafsunya. Singkatnya kami berciuman dengan sangat dahsyat waktu itu.
“Hmmm, kamu seorang good kisser ternyata. Nilai plus lagi buatmu.” Ratna seolah dari tadi bertindak sebagai juri dengan menelusuri seluruk tubuhku dan menemukan bahwa aku mempunai potensi dalam berciuman.
Ciuman demi ciuman, pagutan demi pagutan yang diikuti kemudian dengan remasan-remasan diseluruh bagian sensitif milikku dan juga milik Ratna. Tangan kami bergerilya seolah tidak menghiraukan bahwa tempat itu adalah sebuah perpustakaan. Walaupun ruangannya besar dan ditutupi dengan puluhan rak tinggi dan panjang, namun sewaktu-waktu orang bisa lewat karena bukan ruangan yang tertutup sempurna.
“Ahhh, sex appetite kamu gede juga.” Ratna mulai mengucapkan kata-kata yang tak kumengerti. Yang kutahu sejurus kemudian dia membuka resleting celana jeansku dan memelorotkannya bersama dengan underwearku. Kemudia dia berjongkok dan mulai meng-oral penisku dengan lahapnya. Batang kejantananku yang dari tadi setengah tiang langsung menegang penuh dalam hitungan detik. Ratna hanya tersenyum dan mempercepat kocokannya pada penisku dan jilatan-jilatan pada buah zakarku pun menadi sangat buas. Tehnik oral yang sempurna yang pernah kudapat, pikirku.
“Oh, ach…!!!” sekuat apapun diriku akhirnya harus mengeluarkan desahan kenikmatan juga. Gadis berkepang ini hanya tersenyum dan menghentikan oral seks nya. Semula aku aka protes terhadap perbuatannya yang separuh-separuh ini namun berhenti setelah aku melihat dia membuka kancing bajunya dan celana ketatnya hingga bagian bawahnya hanya menggunakan celana dalam. Sementara dari baju yang kancingnya terbuka aku bisa melihat payudaranya yang ukurannya luar biasa, 36C.
Ratna tersenyum padaku dan melirik menggoda. “Hmmm, kamu ingin lebih khan? Silahkan nikmati diriku tapi hanya sampai sepuluh menit kedepan karena lebih dari itu adalah jam pergantian sift jaga petugas perpustakaan yang pastinya akan mengecek tiap tempat di ruangan ini.” Nampaknya gadis ini sudah hapal betul seluk beluk perpustakaan.
Aku sandarkan dia disebuah rak buku (karena rak buku tinggi sekitar 2 meter dan panjang serta diisi dengan ratusan jenis buku maka pijakannya sangat kokoh) lalu sambil terus mencumbu bibir, pipi dan lehernya, ku angkat salah satu kakinya melebar sedikit dan aku mulai mengarahkan batang penisku ke dalam liang vaginanya melewati celana dalam yang sudah dipelesetkan dari tempatya. Sempit, pikirku ketika penisku menyeruak masuk kedalam liang kemaluan gadis manis ini.
“Akh..ahh…ahh…” gadis ini mendesah-desah menahan rasa nikmat walau sedikit nyeri ketika penisku memompa pelan liang senggamanya. Namun itu tak berlangsung lama karena selang beberapa detik aku segera mempercepat sodokan penisku menjadi lebih liar dan cepat. “Akh…achh….jangan cepat..cep…at….!!!...Achh….” Ratna menjadi tak terkendali dengan desahannya. Sementara salah satu tanganku meremas-remas payudaranya yang besar itu batang kemaluanku seolah-olah berubah menadi dongkrak organik yang mampu membuat seorang Ratna berguncang naik turun.
Tak sampai sepuluh menit, mengingat akan ada pergantian shift jaga petugas perpustakaan, maka aku memutuskan untuk memperoleh orgasmeku secepatnya. Aku percepat pompaanku walaupun masih dalam posisi berdiri bersandar pada rak buku. Akhirnya tiba juga orgasmeku. Dari ujung batang penisku menyemprot keluar cairan sperma putih kental dengan jumlah yang sangat banyak membanjiri liang kemaluan gadis berkepang ini. “Akh….aku keluar…ah……..ahh….!!!” racauku seoalh lupa dengan keadaan sekitar.
Ratna hanya memejamkan matanya dibalik kacamatanya yang bewarna metalik itu. “Sori, gue kelupaan nyabut. Jadi keluar didalam deh.” Aku berkata padanya seolah aku peduli padahal tidak sama sekali.
Ratna hanya diam lalu merapikan pakaiannya. Sesaat sebelum dia pergi, dia memberikanku sebuah alamat dan memintaku untuk datang besok malam karena ada sesuatu yang penting yang perlu untuk aku hadiri, mau tidak mau. Aku sendiri bingung harus membalas ucapannya gara-gara aku masih sedikit lemas karena habis berejakulasi cukup banyak. Namun Ratna sudah menghilang dibalik rak buku. Well, tinggal lihat saja lah apa yang dia siapkan untukku besok malam.
Salah satu fakta yang lucu waktu itu, entah penting atau tidak untuk diceritakan. Saat aku membenarkan celanaku seusai Ratna pergi, ada seorang mahasiswi baru kebetulan lewat dan melihat penisku masih separuh terjulur keluar dengan keadaan ereksi walaupun tidak sempurna. Gadis itu berteriak kecil lalu lari entah kemana. Sayang sekali padahal dia gadis yang lumayan. Masih imut.
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
1409