10. Isi Sebuah Diary
Sasa Diantara Dendam dan Nafsu
Masih ingat khan saat aku bercerita mengenai Edwin yang menyetubuhi pacarku Ani di kamar kostnya? Nah cerita kali ini mengenai kekasih si Edwin yang bernama Sasa (nama panggilan).
Suatu sore ketika penghuni kost tempat Ani tinggal sudah banyak yang pulang ke asalnya masing-masing (karena di akhir minggu biasanya mereka semua pulang kecuali Anyssa dan temannya Lola, karena yang lain rumahnya cukup dekat dengan Jogja) aku bertandang ke kost pacarku itu. Aku tahu benar kalau saat ini tepat jadwalnya pulang kerumah, seperti biasa terjadwal 1 bulan sekali. Sebelumnya aku sudah memberitahu kepada Sasa untuk tidak pulang terlebih dahulu karena ada yang harus aku beritahukan kepadanya.
Begitu kami bertemu dikamarnya, segera aku memberikan foto digital dimana Edwin sedang memaksakan nafsunya kepada Ani. Pada detik-detik awal aku dapat melihat keterkejutan yang amat sangat disertai dengan gelegak amarah diwajah Sasa namun semakin lama raut itu semakin hilang dan pecahlah tangisan dara manis ini.
“Edwin keparat! Apa kurangnya aku. Selama ini dah aku bela-belain untuk kuliah di Jogja supaya dekat dengan kamu. Kamunya malah tidur ma cewek lain…Edwin brengsek..!!!” umpat Sasa tak karuan, untung saja waktu itu Lola sedang pergi juga jadi tak ada yang mendengarnya.
Aku yang semula duduk di tempat tidurnya agak jauh sekarang mulai mendekat perlahan dan aku belai halus rambutnya yang sebahu itu. “Sebenarnya aku gak tega sama kamu Sa, tapi mau gimana lagi. Daripada nanti kamu ngerasain sakit hati belakangan pas semuanya sudah terlampau jauh. Aku cuman nggak mau kamu jadi korban seperti yang aku alami atas Ani.” Aku mulai menebar umpan untuk menarik simpati dari gadis manis ini.
Sasa mendongak mencegah airmatanya mengalir lagi sembari berusaha tersenyum walaupun aku tahu senyuman itu dipaksakan. Sepertinya dara manis ini benar-benar sangat mencintai kekasihnya tersebut, mungkin karena mereka sudah berpacaran sejak SMU kelas 2. Sasa lalu menoleh kearahku dan saat itu aku baru sadar kalau bulu matanya sangat lentik dan matanya benar-benar bening dan indah. Mata yang sempurna, pikirku dalam hati. Dia tersenyum lalu berkata, “Makasih ya mas. Udah mau nolongin aku dari sebuah kesalahan yang aku pertahankan selama ini.” Lalu kembali dia mengambil tissue yang kesekian kalinya untuk menghapus airmata plus ingus nya.
“That’s OK sweetheart…aku juga nggak tega sama kamu kalau kamu gak tahu apa-apa waktu dikhianati pacarmu.” Aku memegang tangannya sembari terus memberikan penghiburan. Setelah beberapa saat baru tanganku dibalas dengan genggaman oleh tangan Sasa. Umpan termakan, pikirku. Sekarang bagaimana cara penyelesaian akhirnya.
“Sa, gimana kalau supaya kamu bisa melupakan kesedihan kamu, kita jalan-jalan aja. Mumpung malam minggu, khan nggak enak kalau kamu disini sendirian trus bengong gak ngapa-ngapain.” Rayuku kepadanya dan tanpa pikir panjang lagi dia menyetujuinya.
Singkatnya kami melakukan dinner di sebuah café yang cukup terkenal di Jogja soalnya dulu sering dipake musisi untuk manggung (sebut saja Sheila on 7, Padi dan masih banyak lagi.)
Suasana malam itu cukup mendukung dengan angin yang dingin membuat sepanjang malam itu Sasa terus berdekatan denganku, mungkin pengaruh suasana juga. “Sering kemari? Sama mbak Ani?” tanya Sasa sambil memainkan sedotan didalam gelas juicenya yang sudah berkurang separuh itu.
Aku hanya tersenyum kecil menanggapi pertanyaannya, “Sering juga. Tapi sendirian.” Kataku sambil memakan potongan terakhir Strawberry Pancake milikku. Sasa semakin semangat saja bertanya, “Lho kok sendirian?”
Sembari meletakkan garpu dan pisau ditangan aku melihat menerawang seolah-olah melihat tembus ke atap menembusi langit malam itu, “Mau bagaimana lagi. Anyssa berselingkuh bukan hanya pertama kali ini. Dia sebelumnya pernah berselingkuh dengan pria-pria lain sehingga kadang membuatku tidak tahan lalu disini deh aku terdampar tiap malamnya, hehehe…” candaku kepada Sasa. Ternyata Sasa menganggap serius bualanku tadi dan mulai muncul lagi rasa simpatinya kepadaku.
“Aku nggak habis pikir, karena selama ini aku merasa mbak Ani itu orangnya alim ternyata bisa berbuat semengerikan itu. Kenapa tidak diputusin aja mas?” tanya Sasa lagi kali ini terlihat secarik emosi di raut mukanya setelah mendengar penuturanku. Pertanyannya kali ini tak aku jawab dengan sengaja agar menimbulkan tanda tanya dibatinnya, lalu dengan memasang ekspresi muka sedih aku diam. Sasa cukup peka juga sehingga dia tidak mencecarku dengan pertanyaan yang lainnya.
Tiba-tiba kedua tanganku merasakan sesuatu yang hangat. Ternyata Sasa menggenggam tanganku dengan lembut pula. Sambil tersenyum, sekarang gantian dialah yang menghiburku malam itu.
Saat kami pulang dengan menaiki motorku dan sudah separuh jalan, tiba-tiba hujan deras. Sesampainya kami di kost Sasa semua pakaian kami sudah basah kuyup. “Masuk mas! Hujannya deras ntar masuk angin.” Katanya padaku.
“Udah malam. Aku nggak enak kalau nanti kamu kena teguran dari bapak kost.” Kataku membuat alasan karena waktu itu memang sudah jam 10 malam. Tetapi Sasa ngotot dengan mengatakan pemilik kost rumahnya dilain tempat dan Lola saat itu juga belum pulang sehingga didalam kost hanya ada kami sementara dengan suasana hujan selebat ini membuat Sasa takut kalau harus sendirian di kostnya yang lumayan besar itu.
“Ya udah deh. Aku mampir dulu.” Kataku sambil pura-pura mengalah padahal dalam hati bersorak sorai gembira. “Nah gitu dong.” Sasa menampilkan senyumannya lagi dan bergegas mengambil handuk bersih dari almari pakaiannya.
“Aduh aku nggak punya pakaian cowok tuh gimana? Ntar kalau mas Adi masih pake baju itu ntar masuk angin lagi, khan basah. Dingin pula malam ini…” gadis ini mulai bingung sampai akhirnya dia menyalakan hair dryer milik Lola yang dia pinjam. “Keringkan dulu yah?” katanya sambil menyuruhku melepaskan bajuku.
Sasa bergegas kekamar mandi untuk berganti pakaian yang kering sementara aku mengeringkan pakaian menggunakan hair dryer ini. Mau tak mau harus mencopoti seluruh pakaianku sehingga tinggal bertutupkan handuk saja. Begitu Sasa muncul dari kamar mandi, dia kaget dengan kostum baruku yang hanya bertutupkan handuk dibagian bawah tubuhku. Sembari tertawa cekikikan dia menawarkan coklat hangat.
Sasa waktu itu berganti pakaian dengan daster terusan tanpa lengan yang bewarna pink dengan bertaburan icon-icon Keropi dimana-mana. “Wah, kalau tahu kamu kalau malam pake pakaian seksi gini mending aku gak perlu nongkrong di kafe…” candaku kepada Sasa.
Sasa mencibir ringan, “Sudah mulai nakal yah? Ntar tak pelorotin handuknya baru tahu rasa…hahaha…” gadis ini sudah mulai berani ternyata. Sekalian saja aku tantang, “Coba aja kalau memang berani, paling kamunya yang ketakutan.” balasku berharap dia akan menimpalinya dengan yang lebih hot namun ternyata harapanku pupus karena dia malah mengelak dari topik itu dan menyodorkan coklat hangat kepadaku.
Sembari minum kami bercerita mengenai diri kami masing-masing, mulai dari keluarga, kegiatan kampus, hobby sampai hal-hal yang privat. Dari pengakuannya aku baru tahu kalau selama ini Edwin belum pernah menodainya. Paling banter hanya ciuman bibir. Dia juga mengatakan kalau selama ini Edwin sering memintanya berhubungan intim tetapi selalu ditolak dan bahkan mereka sempat putus selama 2 minggu gara-gara Edwin memaksa dan berhasil meremas payudara Sasa. “Namun sekarang sudah sirna semua itu mas. Ternyata dia sudah dapat yang dia mau dari perempuan lain. Aku sih nggak menyalahkan dia sepenuhnya karena aku sendiri juga tidak bisa memberikan apa yang dia mau tapi tetap saja hati ini sakit.” Katanya lirih lalu meminum coklat hangatnya pada tegukan terakhir.
Sembari meletakkan cangkir kosong tersebut diatas meja belajarnya, dia kembali bertanya padaku, “Kalau mas Adi sendiri sudah pernah ngapain sama mbak Nisa? (Sasa memanggil Anyssa dengan sebutan Nisa, beda dengan temannya yang lain)
“Yah paling ciuman bibir saja. Kalau lebih belum berani karena dia selalu menghindar tiap kali kami akan memasuki tahap yang lebih dalam daripada ciuman bibir.” Kataku dan saat itu pula aku bersyukur karena aku manusia dan bukan Pinokio, kalau tidak hidungku pasti tambah panjang sepanjang-panjangnya karena berbohong besar.
Sasa tertawa dan mengejekku lagi, “Hahahah…nggak dapat sama mas Adi eh malah dapat dari cowok lain. Udah mas, ceraikan saja…buat apa memelihara bekas orang. Mas Adi pantas dapat yang jauh lebih baik, lagipula masa cowok secakep dan sebaik mas Adi nggak bisa dapat cewek baik-baik sih.” Sasa mulai mengomporiku, namun dia tidak tahu kalau dia salah terhadap dua hal. Pertama, aku tidak cakep (wajah diantara jelek dan cakep, orang bilang sedengan/sedang-sedang saja). Kedua, aku juga bukan orang baik-baik.
Saat aku akan menjawab perkataannya tanpa bisa aku tahan, tiba-tiba aku bersin- bersin sendiri. Hal tersebut membuat Sasa mendekatiku dan memberikan jaketnya kepadaku untuk dipakai, “Tuh khan sudah mulai pilek. Nih pake jaketnya! Eh…aduh…” saat Sasa akan memberikan jaket tersebut padaku tiba-tiba kakinya tersandung kabel hair dryer dan jatuh terjerembab. Aku yang reflek segera menangkapnya namun hasilnya kami jatuh berdua. Yang lebih fatalnya lagi saat jatuh handukku terlepas lilitannya dan jatuh kelantai ditambah dengan posisi jatuh yang tidak sempurna sehingga tangan dari Sasa tanpa sengaja menyenggol penisku yang sedang tidur.
“Hah…itu…sorry…nggak sengaja…” Sasa tergagap-gagap melihat tangannya memegang penisku. Aku sendiri walaupun malu harus aku sembunyikan dan berlagak kalau tidak terjadi apapun barusan. Singkatnya kami kembali duduk seolah-olah tidak terjadi apa-apa walaupun Sasa masih sedikit shock.
Aku memberanikan diri untuk angkat bicara mengingat sudah agak lama kami berdua terdiam, “Wah,kamar kamu rapi yah..” kataku padanya. Well, aku tahu ini merupakan pick up line yang sangat garing tapi hanya kata-kata itulah yang sempat mampir ke otakku. Sesuai dengan tebakanku kalau pick up line yang jelek nan buruk itu hanya mendapat satu buah kata sebagai jawaban, “Thanks…” kata Sasa dengan klisenya.
“Apa semua cowok seperti itu?” Sasamulai berkata padaku. Aku bingung dengan pertanyaannya dan mencoba untuk memperjelas perkataannya, “Maksud kamu…?” tanyaku penuh kebingungan.
Muka Sasa memerah dan melanjutkan kata-katanya, “Punya cowok yang itu…Apa semua seperti itu?” katanya lagi sambil melirik kearah penisku yang sudah ditutupi handuk. Aku hanya tertawa mendengar pertanyaannya.
“Seperti itu bagaimana Sa? Item and jelek gitu?” godaku padanya. Dia sekarang sudah bisa tersenyum lagi dan kegugupannya sudah berangsur hilang. “Item sih iya tapi kalo jelek yah biasa-biasa aja, nggak jelek-jelek amat kok.” Katanya sekarang sudah mulai berani untuk balas menggodaku.
Melihat situasi yang sudah agak panas aku langsung saja membuat umpan baru, “Sebenarnya ada bentuk kedua dari barangku yang satu ini. Kamu mau tahu? Ntar bisa aku perlihatkan, lebih chubby lho..hahaha…” godaku padanya. Namun jawaban yang keluar dari mulut gadis ini diluar perkiraanku sebelumnya, “Mau pamer pas ereksi?” sahutnya cuek.
Mendengar jawaban dari Sasa membuatku sangat kaget, tapi belum sempat aku membalas perkataannya dia sudah lebih dulu menimpali dengan ucapan baru, ”Walaupun aku belum pernah ML ma cowok tapi kalau hal begituan aku tahu lah mas…gini-gini aku khan seorang calon apoteker.” Katanya padaku. Perkataan terakhirnya membuatku sadar kalau aku sangatlah bodoh bertanya hal tersebut kepadanya karena Sasa sebenarnya adalah mahasiswa di program farmasi disalah satu perguruan tinggi terkenal di Jogja dan pastinya dia mempunyai dasar ilmu kedokteran, biologi dan kimia yang lumayan (jika dibandingkan dengan aku tentu saja).
Selama kurang lebih 5 menitan kami ngobrol kesana kemari akhirnya terdiam selama beberapa saat hingga saat aku mengatakan sesuatu yang membuatnya terkejut, “Sa, boleh nggak aku gantian lihat punya kamu? Tadi khan kamu dah liat punyaku. Biar adil gitu.” Kataku penuh harap namun Sasa tak segera menjawab. Lalu dia memalingkan mukanya kearahku dan menatapku sangat tajam dengan kedua matanya yang bening itu. Takut dia akan marah aku segera mengkoreksi kata-kataku barusan, “Aku cuman bercanda kok Sa…jangan ditanggapin serius yah…” sambil tertawa aku mencoba untuk menutupi rasa maluku ditatap oleh Sasa.
Sembari memutar posisi duduknya gingga menghadapku dia berkata, “Memang benar cuman becanda?” sahutnya dan serentak seluruh bulu kudukku berdiri karena takut gadis ini marah nantinya dan semua usahaku jadi sia-sia.
Sambil menenangkan diri aku menjawabnya, “Yah…begitulah. Tapi kalau dikasih juga nggak bakalan nolak…khan yang ngasih cantik kaya bidadari gini…hehehe…” selorohku pada Sasa.
Beberapa detik dalam keheningan tiba-tiba kedua tangan Sasa mulai bergerak, kedua tangannya mempreteli kancing baju tidurnya sehingga aku dapat melihat buah dadanya yang masih tertutup oleh bra warna coklat muda. Belum cukup dengan itu saja dia lalu melepaskan bajunya dan gantian sekarang dia meloloskan bra miliknya kebawah hingga sekarang kedua gunung kembar itu tidak lagi tertutup apapun. Indah, sangat indah sampai membuatku terpana. Kedua payudara gadis ini mulus bewarna putih dan bukan hanya itu saja tapi juga bentuknya sangat indah.
“Sa…kamu…” aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku. Sasa tersenyum, “Bukannya ini yang mas Adi mau?” katanya sambil mendekatiku.
Seolah mendapatkan lampu hijau, aku segera menyentuh payudara gadis ini mulai meremasnya lembut dan membelai dari pangkal hingga ujung puting susunya. Belum cukup dengan itu saja, melihat mukanya sudah memerah dan terlihat ada setetes nafsu dimatanya, aku segera melumat habis payudara gadis ini. Sasa melenguh keras ketika putingnya aku permainkan ujungnya dengan lidahku. Desahan kenikmatan Sasa seolah berlomba dengan kerasnya suara rintik hujan malam itu.
“Akhhh….mas Adi…akhhh…” Sasa kembali mendesah saat ciumanku merembet keleher jenjangnya sementara payudaranya sudah basah terkena air liurku. “Sa…kamu cantik sekali malam ini…kamu sempurna. Gadis sebaik dirimu pantas mendapatkan yang terbaik…jangan bersedih lagi yah…” kataku padanya sambil tersenyum kecil. Dan umpan terakhirpun termakan oleh sang gadis. Melihat rasa simpatikku padanya membuat dirinya semakin menyerahkan dirinya padaku. Sasa yang dari tadi pasif menjadi bergerak lebih aktif dan berani untuk mencium bibirku. Akhirnya kami berpagutan cukup lama sambil kedua tanganku menjelajah seluruh tubuhnya dan sedikit-demi sedikit aku meloloskan celana tidur sekaligus celana dalamnya hingga Sasa bugil total.
Diantara sadar dan tidak, gadis itu tetap menciumi bibirku dengan penuh nafsu dan saat aku raba vaginanya aku dapat merasakan kalau gadis ini sudah sangat terangsang, vagina Sasa sudah basah dengan cairan kewanitaannya. Ciuman aku arahkan ke leher milik gadis ini dan kembali dia mendesah, “Akhh…mas Adi…aku nggak kuat kalau gini terus mas…akhhh…” desahnya dengan suara seksinya itu membuat penisku semakin berontak.
Sasa nampaknya sadar kalau ada tonjolan yang semakin membesar dibagian bawah tubuhku dan diapun memberanikan diri untuk merabanya dan melepaskan handukku. “Akhh…mas…gede banget…” pekiknya tertahan saat melihat penisku dalam kondisi tegak sempurna. “Cuman 18 cm kok sayang…sedikit diatas rata-rata aja kok…” jawabku sambil tersenyum.
“Aaahhh…mas…tanganmu nakal…” Sasa mencoba berontak ketika jari-jari tanganku mulai mencari klitorisnya. Walaupun dengan penolokan yang setengah-setengah dari Sasa tapi akhirnya aku berhasil juga mendapatkan letak klitoris gadis ini. Cukup besar jika dibandingkan dengan milik kekasihku.
Sasa menggelinjang-gelinjang ketika aku mempermainkan klitorisnya dengan satu tangan sementara tangan lain tetap memainkan payudaranya. Dengan posisi tidur disampingnya, aku bisa dengan leluasa menggunakan kedua tanganku sembari tetap berciuman dengannya. Entah karena insting atau apa, tangan Sasa yang tadi menyentuh penisku sudah berani menggenggamnya erat dan memaju mundurkan dengan perlahan.
“Sa…jangan erat-erat entar sakit…yang lembut aja yah sayang…” kataku padanya lagi dan dia hanya tersenyum dan berkata, “Sorry…abis gemes sih…hehehe…” belum sempat dia berkata lagi aku sudah menutup mulutnya dengan kecupan bibirku.
Setelah kurasa vaginanya sudah cukup basah, aku baringkan Sasa terlentang dan aku buka pahanya sehingga area selangkangannya dapat aku lihat semua. Pertama dia risih dan malu tapi pada akhirnya dia pasrah juga apalagi dengan kedua tanganku yang terus menstimuli payudara miliknya.
“Akhh…mas Adi…aku…” Aku dapat melihat sebersit keragu-raguan dimata Sasa saat aku membimbing penisku kebibir vagina miliknya. “Kenapa sayang? Malam ini lupakan semua kesedihanmu dan lepaskan sja bebanmu. Toh Edwin juga sering selingkuh dibelakangmu, jadi tak ada yang perlu kau sesali Sa…” bujukku kepadanya.
“Kamu cantik…baik pula. Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik…dan biarkan dirimu hidup bebas tanpa kekangan masa lalu lagi…I love you Sa…” perkataan penutup sebelum kami bersetubuh akhirnya manjur juga. Sasa mulai melepaskan pegangan kedua tangannya di pinggangku dan merangkul leherku lalu meminta ciuman hangat dariku lagi.
Sembari berciuman, aku mengarahkan lagi batang kemaluanku kearah bibir vagina Sasa. Aku bisa merasakan bibir kemaluan gadis ini mulai terbuka ketika kepala penisku mulai memasuki labia mayora miliknya. “Arghh…sakit mas.” Rintih Sasa dan akupun menghentikan penetrasiku. Begitu dia sudah mengambil nafas aku kembali melanjutkan penetrasiku lagi.
Perlu sekitar 20 kali dorongan hingga batang kejantananku bisa terbenam seluruhnya didalam liang kewanitaan Sasa. Gadis ini melelehkan air mata namun dalam hitungan detik dia sudah mulai bisa merasakan kenikmatan cumbuanku yang tak henti-henti di bibir, leher, telinga dan payudaranya. Nafas Sasa mulai memburu ketika ciumanku menjelajahi leher dan telinganya sementara tanganku dengan liarnya memainkan putingnya sekaligus pusarnya. “Mas…akhhh…aku…akhh…mas..” Sasa kali ini sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi karena sekarang kesadarannya sudah diambil alih oleh gairah yang membara.
Setelah aku menstimuli Sasa dan mendiamkan penisku beberapa menit didalam liang vagina gadis ini, sekarang aku mulai melakukan gerakan menusuk pelan-pelan. Sodokan-sodokan penisku terasa sangat berat, maklum karena liang kemaluan Sasa belum pernah dimasuki benda sebesar ini. “Akhh…vaginamu sempit sekali sayang…luar biasa. Benar-benar luar biasa say.” Kataku pada Sasa. Sementara Sasa sendiri masih mendesah-desah tak karuan karena sodokan-sodokan penisku di vagina miliknya.
Walaupun sesekali dia meringis menahan sakit atau menggigit bibir bawahnya, tapi aku tahu kalau dia juga tidak ingin persetubuhan ini berhenti begitu saja. Itu bisa aku lihat dari gerakan pinggulnya yang mengikuti irama sodokan batang penisku bahkan seolah-olah menyiratkan kalau dia ingin lebih.
Melihat Sasa sudah mulai bisa menikmati, aku lalu mempercepat goyanganku sehingga sekarang kami bercinta selayaknya normal. Sembari menindihnya dan tetap menciumi leher dan bibirnya, sekarang tanganku mulai meremas-remas pantatnya yang ternyata padat berisi sementara tangan satunya menindih salah satu tangannya kekasur. Entah kenapa tapi hal itu membuatku semakin bernafsu saja dan sepertinya sensasi seperti itu bukan hanya terjadi padaku melainkan juga pada diri Sasa. Gadis ini semakin bisa meracau tak karuan, “Mas…terus…tusuk yang dalam…”
Melihat gelagat ini aku lalu menaikkan kedua tungkai kakinya keatas bahuku dan sekarang berat tubuhku aku tumpukan kepaha bawahku. Dengan sekali tusukan aku bisa melesakkan batang kemaluanku menjadi lebih dalam kelobang kemaluan Sasa. “Akhhh…” pekik Sasa ketika dinding rahimnya tersentuh oleh ujung penisku. Dalam sepuluh menit kedepan kami bercinta dengan gaya itu. Kedua tangan Sasa memegangi pantatku dan menariknya seolah-olah menginginkan sodokan yang lebih pada vaginanya. Aku memelankan pompaan batang kemaluanku sembari mengambil nafas namun tetap melakukan stimuli pada payudara gadis ini hingga sekarang bewarna semu merah, juga putingnya sekarang sudah membesar seperti bengkak saja.
Merasakan pompaan penisku semakin pelan, Sasa berinisiatif menggerakkan pinggulnya. Namun ketika dia akan mempercepat gerakan pinggulnya, aku memberikan sebuah sodokan cepat dan keras sedalam-dalamnya lalu aku percepat pompaan penisku. Sasa menjerit menahan sakit namun dilain sisi dia juga menikmati perlakuanku ini, “Akhh…mas…sakit…akhhh…”
Diiringi suara hujan deras aku mempercepat goyanganku ditubuh Sasa yang sudah lemas, dan dengan beberapa kali sodokan keras sembari aku mengangkat pinggul gadis ini agak keatas aku menyemprotkan spermaku kedalam liang kewanitaan gadis ini. “Sa…aku keluar…akhhh...” seruku sesaat lalu aku telungkup di atas tubuh gadis ini. Sasa yang sudah lemas kembali mengatur nafasnya.
“Mas nanti kalau aku hamil gimana?” Dia nampaknya sudah mengumpulkan kesadarannya sedikit demi sedikit. Dia lalu duduk dan melihat bibir vaginanya yang berlumuran darah perawannya dan cairan bewarna putih kental yang keluar dari dalam vagina miliknya.
Aku meyakinkan Sasa untuk menggunakan pil KB apalagi dia sendiri anak fakultas farmasi, obat semacam itu pasti tidak sulit untuk memperolehnya. Setelah ketakutanya hilang, kami lalu berpelukan sembari tidur dimana malam itu hujan bertahan hingga hampir pagi. Sekarang kedudukanku dengan Edwin satu sama, tetapi sebentar lagi akulah yang akan jadi pemenangnya karena Sasa berjanji untuk tidak mengatakan apapun pada orang lain termasuk perselingkuhan Ani dibelakangku.
Proyek Dendam
Dua hari berlalu setelah aku dengan Sasa bercinta di kost miliknya. Dimalam yang dingin diiringi hujan deras itulah saat dimana Sasa melepas keperawanannya yang selama ini dia jaga bahkan dari jamahan kekasihnya sendiri.
Aku bersama dua orang teman kuliahku hari itu sedang asyik nongkrong di warung pinggir jalan (maklum mahasiswa) di salah satu jalan dekat dengan salah satu akademi akuntansi terkenal di Jogja. Sekitar satu jam kami ngobrol-ngobrol disitu, tiba-tiba aku melihat seorang pria yang kukenal sedang berjalan melintas tidak begitu jauh dengan tempat kami duduk-duduk. Dia adalah Kurnia, pria yang pernah menyetubuhi kekasihku sekaligus temannya, Salsa.
Sembari menenggak ice tea (es teh) milikku, aku memperhatikan pria ini yang akhirnya berhenti didepan gerbang akademi akuntansi tersebut. Tampak seorang gadis sedang berlari kecil menghampirinya dan kemudian mereka bergandengan masuk kedalam sebuah rumah makan dekat dengan kami nongkrong barusan.
“Wah si Amanda…cakep juga dia kalo dilihat-lihat.” Celetuk temanku yang kuliah di akademi akuntasi tersebut. Aku tertarik dengan ucapannya barusan, “Kamu kenal dengan cewek itu?” tanyaku kepadanya dan dia hanya mengangguk. Kemudian dia menjelaskan kalau cewek bernama Amanda tersebut merupakan adik kelasnya yang baru. Kebetulan kostnya dekat dengan kost temanku dan mereka sering bertemu saat jam makan malam. Sedangkan Kurnia tersebut adalah kakaknya.
Menarik sekali, pikirku dalam hati. Bagiku sekarang inilah terbuka pintu untuk membalas perlakuan Kurnia dengan Anyssa. “Biar impas gantian aku yang akan mengerjai adiknya.” Kataku dalam hati. Nampaknya mataku yang terus memperhatikan Amanda membuat salah satu temanku sadar kalau aku sedang mempunyai niat khusus terhadap gadis ini.
“Lupakan saja dia bos…dia mah anaknya orang berduit. Bapaknya anggota DPRD di Semarang.” Kata temanku membuyarkan lamunanku. Aku hanya tersenyum dan menjawab bahwa semua bisa terjadi, tergantung usaha. “Yah terserah ente lah. Pokoknya aku dah ingetin kamu. Omong-omong tuh cewek kamarnya disebelah kamarku lho…cuman beda rumah aja.” Tambahnya kepadaku.
Memang benar kalau rumah kost tempat temanku tinggal berdempetan dengan rumah tetangganya sehingga mirip rumah BTN. Aku ingat kalau disebelah kiri kost temanku ada juga rumah yang sama-sama tingkat dua. Sementara kamar temanku itu dilantai dua dan paling ujung dekat dengan tembok pembatas antara dua rumah. Masuk akal kalau dia mengatakan kamarnya bersebelahan, karena memang hanya dipisahkan dengan dinding tebal.
“Dia gak pernah balik? Balik kampung maksudnya. Rumahnya mana seh?” tanyaku kepada temanku itu. “Whohoho…sabar…nanyanya satu-satu donk. Ngebet amat bos. Dia aslinya Semarang, pulangnya tiap hari Jumat sore trus balik kesini Minggu sore kalau nggak Senin pagi banget udah sampe kost.” Kata temanku sambil cengar-cengir.
Sempurna, pikirku. Sekarang aku tinggal mempersiapkan cara untuk melancarkan aksiku. Sepulang dari nongkrong bareng kedua temanku itu, aku bergegas menuju rumah Anthony. Aku berniat meminjam kamera mini yang hanya seukuran bolpoint diameternya dan panjangnya hanya 8cm. Kamera ini wireless keluaran dua bulan kemaren dan kualitas gambarnya pun cukup luarbiasa walaupun masih kalah dengan handycam Sony yang bisa memformat DVD waktu itu. “Buat apaan?” tanya Anthony ingin tahu.
Aku hanya tertawa sambil menyenggol pundaknya, “Ada aja bro. Entar gua kasih loe orang pertunjukan hebat deh kalau kamu mau pinjemin aku. Boleh ya…?” Rayuku padanya. Anthony memang anak orang kaya sehingga barang-barang elektronik dikamarnya memang barang kelas satu semua. Tapi yang aku suka dari orang ini adalah sifatnya yang tidak pelit apalagi padaku karena bisa dibilang aku adalah penyelamat jiwanya beruang kali. Pasalnya tiap kali orang tuanya yang tinggal di Bali datang ke Jogja untuk mengecek apakah anaknya kuliah dengan benar atau tidak, aku lah yang selalu membelanya dan menceritakan hal baiknya kepada kedua orang tua Anthony plus sekarang mereka percaya padaku sampai-sampai untuk liburan kemaren aku dan kedua temanku yang lain diajak untuk menginap di salah satu resort yang mereka kelola di Bali.
Anthony hanya geleng-geleng saja melihat tingkahku yang sudah pasti dia hapal benar, “Loe itu kalo ada maunya selalu ribetin orang ya… Neh ambil aja. Tapi jangan sampe rusak.” Katanya sambil menyerahkan 2 buah kamera kecil dan switchernya kepadaku. “Lah transmiternya mana? Khan harus pake komputer dul…” kataku pada temanku itu dan dia hanya nyengir “Kirain loe gak butuh..hehehe…colokin aja ke hidung loe tuh hahaha…” lanjutnya lagi. “Sialan…” balasku padanya dan sekitar setengah jam kemudian aku pergi dari kostnya sambil membawa satu set kamera mini.
Sabtu malam datang juga. Aku bertandang kerumah temanku yang kost disebelah kost Amanda. Dengan beralasan maasih ingin bermain PC miliknya, aku tidak ikut dengan temanku saat dia keluar kost untuk mecari makan bersama sisa teman-temannya yang tidak kembali kerumah diakhir pekan. Rumah kost temanku ini mempunyai atap semen datar yang digunakan sebagai tempat menjemur cucian sementara atap kostnya Amanda berbentuk seperti rumah pada umumnya yaitu limas dengan menggunakan genteng.
Malam itu aku naik keatas atap tempat anak kost biasa menjemur pakaiannya dan dengan berhati-hati sekali aku menjulurkan tanganku untuk meraih ventilasi udara dikamar Amanda dan akhirnya berhasil juga. Dari situ aku memasang kamera pertama dengan menggunakan selotip tebal tahan air (bisa dibeli di koperasi angkatan darat) dan aku menuju bagian belakang bangunan dengan posisi merunduk untuk menghindari dilihat orang yang lalu lalang di jalan depan kost. Kamera kedua aku pasang di ventilasi kedua dikamar Amanda yang posisinya agak kebelakang sehingga aku dapat memperoleh dua arah kamera bersamaan.
Setelah aku selesai menginstall driver kamera dan menyembunyikannya, akhirnya temankupun datang. Tahap pertama sudah berjalan sesuai dengan rencanaku. Sekarang tinggal menunggu hari Rabu dimana temanku akan pergi keluar kota karena saudaranya ada yang menikah dan dia menjadi salah satu penerima tamu di acara tersebut. Dengan menggunakan alasan bahwa aku sedang menunggak uang kost dan lagi tidak bisa pulang kekost karena takut ketemu dengan yang punya kost, maka temankupun bersedia meminjamkan kamarku selama dua malam. Padahal semua alasan itu bohong dan hanya sebagai cara agar aku bisa menggunakan komputer miliknya dalam melancarkan aksiku namun sepertinya temanku itu tidak mau banyak berpikir.
Hari yang ditunggupun telah tiba. Rabu malam aku sendirian didalam kamar milik temanku itu dan mulai memasang Transmiter untuk melihat kondisi dalam kamar Amanda. Setelah lama menunggu akhirnya Amanda kembali kekamarnya dan langsung menuju kemeja belajarnya untuk mengerjakan tugas. Membosankan, pikirku karena aku berharap mendapatkan adegan yang lebih syur daripada ini. Lumayan juga cewek ini. Rambutnya sebahu, hitam berombak dan kulitnya yang kuning langsat itu benar-benar eksotik.
Orang sabar itu banyak rejekinya, dan memang benar. Setelah aku pelototin layar PC sampai mataku pedih akhirnya tiba juga adegan yang kutunggu. Amanda berganti baju dengan daster tidur miliknya. Aku dapat melihat dengan jelas buah dadanya yang ditutupi oleh bra warna hitam sewarna dengan celana dalamnya saat dia membuka kaus dan celana ¾ miliknya.
Ukuran payudara Amanda aku taksir sekitar 34B dan yang membuat aku tidak dapat melepaskan pandanganku adalah tatoo bentuk bunga mawar di paha atasnya dikaki sebelah kanan. Kecil memang tapi itu jelas-jelas tatoo bunga mawar yang keren. Ternyata gadis ini mempunyai banyak rahasia. Mungkin tatoo ini hanyalah satu diantara banyak rahasia miliknya yang lain.
Hari kedua datang juga, dan ini adalah malam terakhirku untuk menginap dikamar ini. Sekitar jam 11 siang aku melihat dilayar monitor terdapat hal yang menarik lagi. Kali ini Amanda dengan seorang teman perempuannya sedang mencoba-coba baju, sepertinya keduanya habis berbelanja banyak. Diantaranya terdapat bra dan celana dalam. Kontan saja aku tak akan melewatkan pertunjukan satu ini. Baik Amanda maupun temannya bugil bergantian. Saat mendebarkan ketika payudara Amanda lepas dari pangkuan bra ketat miliknya.
Putingnya besar dan bentuk payudaranya mancung. Sangat seksi menurutku dan mengingatkanku pada Ranti. Sementara vaginanya ditumbuhi bulu-bulu yang halus dan tidak begitu lebat walaupun tidak pernah dicukur. Aku tidak memperhatikan teman perempuannya karena jujur saja jika diberi nilai cukup 4 saja, dan mematikan selera karena selain gemuk juga tubuhnya belang-belang penuh dengan bekas gigitan nyamuk yang sudah menghitam, walaupun sebenarnya kulitnya putih.
Jam 5 sore, Amanda kembali kekamarnya dan dia nampaknya habis mandi. Kembali tubuhnya dipertontonkan kedepan kadua kameraku. Body telanjang gadis ini semakin membuatku belingsatan saja. Apalagi dengan kondisi masih segar habis mandi membuatnya semakin seksi. Begitu gadis ini memakai bra dan celana dalamnya tiba-tiba pintu dibuka dari luar dan masuklah kedua teman kost Amanda. Adegan berikutnya benar-benar diluar dugaanku. Karena salah satu gadis teman kost Amanda tiba-tiba menciumi dirinya dan meremas-remas payudaranya sementara gadis yang satunya lagi mendekapnya dari belakang sambil memainkan ujung jarinya didalam celana dalam Amanda.
Apa ketiga gadis ini lesbian? Aku benar-benar tidak dapat percaya dengan apa yang kulihat namun setelah bertiga mereka telanjang bersama dan saling meremas dan menciumi satu sama lain, akhirnya aku sadar kalau rahasia besar milik Amanda telah aku pegang. Tahap kedua telah berhasil dan sisanya adalah hal yang lebih mudah dari ini. Kesenangan mutlak.
Sebut saja kedua gadis ini Irma dan Hesti (nama lengkapnya aku tidak tahu). Irma seorang mahasiswa jurusan seni dari sebuah institut seni terkenal di kota ini dan Hesti seorang mahasiswa fakultas kimia namun nyatanya dia jarang kuliah dan lebih sering dugem atau main-main bersama teman-temannya sehingga walaupun sudah kuliah 6 tahun tapi skripsi saja belum.
Irma, gadis ini tingginya kira-kira 170cm berkulit agak hitam namun tubuhnya sangatlah atletis, kemungkinan dia suka fitness atau berenang, terlihat dari bentuk pundaknya yang melebar. Ukuran payudara cukup besar sekitar 36C aku rasa dan soal veggy miliknya aku no comment aja tetapi bulunya dicukur bersih, mungkin karena dia menggunakan swim suit saat dia renang. Hesti, berkulit putih namun tubuhnya sedikit gemuk dibagian perut dan paha, tinggi sekitar 165cm dengan panjang rambut hingga sedada miliknya dan lurus rebonding dengan hi-lite warna merah dan oranye pada beberapa bagian rambutnya. Pusar dan hidungnya ditindik dan aku dapat melihat tatoo mawar kecil di pahanya sama seperti dipaha Amanda. Payurdara gadis ini seukuran milik Irma, sama-sama besar.
Amanda saat itu sedang mendesah-desah ketika payudaranya dipilin-pilin oleh kedua temannya dengan sesekali dihisap dan dijilat oleh mereka. Sementara itu jemari kedua temannya saling bergantian merangsang klitoris milik Amanda. Irma lalu bangkit dari tempat tidur dan membuka laci meja belajar Amanda dan dari situ dia mengeluarkan dua buah alat yang aku tahu benar untuk apa alat itu.
Alat pertama berupa vibrator dengan bentuk penis yang transparan. Kecil memang namun panjang dan dapat berputar-putar dengan gerigi/tonjolan halus di ring vibrator tersebut. Alat kedua berupa egg, bagi yang belum tahu egg ini adalah vibrator dengan bentuk telur kecil yang dapat bergetar dengan putaran yang bisa diseting cepat atau lambat dan dapat dimasukkan seluruhnya kedalam vagina sementara digerakkan dari luar dengan penghubung sebuah kabel kecil berlapis karet sintetis, sementara alat kontrolnya mirip remote kecil dua tombol.
Aku dapat melihat dengan jelas sekarang, bagaimana vagina Amanda mulai bergesekan dengan vibrator tersebut sehingga dara manis ini menggelinjang keenakan. Tak jarang dia sendiri yang berinisiatif untuk menggesekkan klitoris miliknya kepinggiran vibrator. Bukan hanya itu, sekarang Irma mulai mempercepat putaram vibrator dan mulai memasukkan alat tersebut perlahan-lahan kedalam vagina gadis ini. Akhirnya dalam beberapa sodokan vagina Amanda berhasil menerima vibrator tersebut. Cairan kewanitaannya terlihat jelas mengalir keluar dari vaginanya yang sekarang sedang diempot-empot oleh vibrator tersebut. Kemudian selang beberapa menit Irma mencabutnya, sekarang Hesti memasukkan alat yang bernama eggs tersebut kedalam vagina Amanda dan langsung diikuti oleh Irma yang melesakkan kembali vibrator tersebut. Vibrator tersebut dimaju mundurkan dengan cepat sembari berputar dan bergetar dengan hebat. Tubuh Amanda seperti cacing kepanasan, menggelinjang kesana kemari tak karuan sembari kedua tangannya mencengkeram sprei tempat tidurnya sampai acak-acakkan.
Sayang kamera ini tidak dapat menangkap suara sehingga aku tidak dapat mendengarkan desah kenikmatan ketiga gadis ini ketika saling melayani satu sama lain dengan dua vibrator beda bentuk ini.
Selang sepuluh menit, Amanda lemas setelah sebelumnya mengejang hebat. Nampaknya gadis ini sudah mencapai orgasme pertamanya. Setelah dia beristirahat, gantian kedua gadis yang lain yang digarap rame-rame. Singkatnya, sore itu aku mendapatkan rekaman yang sangat luar biasa.
Tiga hari kemudian aku mengirimkan email ke alamat email Amanda dan disitu aku attach sebuah file yang berisi gambar-gambar hasil potongan video mesum dirinya bersama kedua teman ceweknya. Beruntung kampus tempat dia kuliah mempunyai fasilitas data base internet sehingga dengan mudah aku dapat tahu alamat emailnya dari data base tersebut dengan sedikit bantuan orang dalam.
Dua hari kemudian muncul balasan dari Amanda yang isinya berupa makian dan umpatan, namun setelah aku balas dengan ancaman akan membeberkan semuanya keseluruh teman-temannya, tetangganya, bahkan ke keluarganya, sontak dia panik dan membalas emailku dengan sebuah penawaran ingin bertemu denganku.
Aku menawarkan bertemu di kafe X. Kafe ini memang sangat akrab bagiku karena salah satu kafe tempat aku melepaskan penat kalau sedang habis kerja sambilan. Aku menyuruh Amanda untuk datang sore hari dan langsung ke meja yang terletak di ujung dekat dengan pintu gudang kafe tersebut karena aku yakin itu adalah pilihan terakhir pengunjung disitu untuk duduk karena letaknya kurang nyaman dan karena kafe ini tidak begitu laku sehingga aku yakin tempat duduk itu aman dan kosong selalu. Amanda datang sesuai dengan waktu yang kujanjikan, sedangkan aku menunggu diluar didalam mobil yang aku pinjam dari Anthony (lagi).
Aku memang sangat berhati-hati untuk urusan ini. Dan benar saja, setelah lama Amanda menungguku, akhirnya dia keluar dan ternyata dia sudah membawa 4 orang teman, dua cewek yang bermesum ria dengannya sedangkan dua lainnya cowok yang aku tidak kenal namun sepertinya merupakan teman akrab dari Irma. Jadi ini jebakan mereka, pikirku dalam hati. Beruntung aku adalah orang yang hati-hati sehingga tidak termakan umpan mereka.
Berikutnya aku kembali mengirimkan email yang berisi kira-kira seperti ini, “Aku tahu kalau kamu bawa teman kemaren. Makanya aku nggak keluar. Aku peringatkan lagi, kalau kamu masih bawa teman, aku nggak akan segan-segan kirim dokumen rahasia ini kesemua orang biar kamu dan keluargamu kena malu. Balas segera!!!”
Benar saja dalam hitungan jam, Amanda langsung membalas emailku dan berisi permohonan maaf dan sepertinya dia sudah ketakutan mengingat aku juga menyebutkan alamat rumahnya yang kudapat dari data siswa kampusnya. Sekarang aku memberitahunya untuk datang ke lantai 5 sebuah hotel di biangan Malioboro dan harus datang sendiri tanpa membawa tas untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Keesokan harinya, Amanda datang kelantai 5 hotel tersebut dan kali ini sendirian karena aku awasi dari lobby. “Hallo…sekarang apalagi?” sahutnya ditelepon setelah aku hubungi. “Sekarang kamu masuk ke ruangan 512.” Kataku lagi dan sengaja kalau ruangan itu pintunya aku ganjal dengan ballpoint sehingga automatic locknya tidak berfungsi. Setelah memastikan dia masuk aku segera menyusul kelantai 5.
“Selamat datang Amanda.” Kataku ramah sambil tersenyum kepadanya. “Mau minum apa?” tanyaku sambil melihat daftar minuman di atas mini bar. Amanda datang mendekat dan mencengkeram bajuku, “Kamu pikir, kamu bisa lolos dari ini? Bapakku anggota DPRD dan relasinya luas, dia bisa bikin kamu dipenjara atau dihajar sama orang-orang suruhannya tauk…” bentaknya kepadaku sambil menunjuk-nunjuk mukaku.
Melihat itu aku hanya tersenyum saja, “Hahahah…justru itu aku mengajakmu kemari. Kamu tahu apa yang bakal dilakukan oleh orang-orang di pemerintahan kalau tahu anak rekannya mempunyai skandal memalukan seperti ini? Bisa-bisa ayahmu dipecat dan bisa dibayangkan apa reaksinya kepadamu nanti. Lagipula kalau ada apa-apa denganku, aku sudah menitipkan file berisi rekaman itu di web milikku dan juga di kotak pos, dan jika ada apa-apa maka teman-temanku akan mendapat kiriman file tersebut di homepage dan email mereka plus ada petunjuk untuk menyebarkannya kealamat website pemerintahan provinsi tempat ayahmu bekerja. Sedangkan kotak pos nanti akan otomatis dikirim kealamat orang tuamu, alamat tetanggamu secara acak jika tiga hari tidak aku ambil. Jadi jika aku jadi kamu, aku bakalan nurut dan mencoba bersikap semanis mungkin.” Kataku lagi dan akhirnya Amanda terduduk lemas di tempat tidur.
Tak beberapa lama kemudian dia kembali berkata, “Apa maumu?”. Aku mendekatinya dan berdiri didepannya, “Sekarang kamu sudah tahu posisimu khan sayang? Hahahaha. Jadi jangan macam-macam lagi. Mulai sekarang kamu harus turuti permintaanku, apapun itu. Mengerti!” kataku kepada gadis ini dan dia hanya menunduk lesu.
“Nah sekarang coba kamu lakukan seperti yang di film kamu itu. Bedanya sekarang nggak pake dildo. Ayo cepat!” bentakku kepadanya dan dia terkesiap kaget, “Kamu gila yah? Ga sudi!” sahutnya keras namun setelah sadar dengan nasibnya yang sudah seperti telur ceplok diujung tanduk akhirnya mau tak mau dia menurut juga.
“Buka resletingnya dong! Trus buat adik kecilku puas. Dari pada sama dildo mending sama yang asli khan Da.” Sahutku kepadanya. Akhirnya Amanda membuka resleting celanaku dan memlorotkan celana panjangku kebawah terus celana dalamkupun juga dipelorotkan hingga menyentuh lantai. Terlihat batang kemaluanku yang masih lemas tak bertenaga.
Amanda rikuh juga pada awalnya namun akhirnya dia sudah mulai memperlakukan penisku dengan benar. Kedua tangannya mengocok batang kejantananku itu dengan perlahan sembari kadang mempermainkan buah pelirku. “Ternyata kamu pinter juga ngocoknya Da. Sekarang emut dong!” pintaku padanya sembari mendorongkan kepalanya kearah penisku.
Karena tak ada pilihan lain, akhirnya Amanda harus menuruti kata-kataku. Dibukalah mulutnya dan mulai dijilatinya batang kemaluanku yang sekarang sudah mulai menegang. Ujung penisku akhirnya mulai basah juga dan bercampur dengan air ludang milik gadis ini. “Slurp…clap…slurp..muachh…” lidah dan mulut Amanda yang mempermainkan penisku membuat suara-suara seksi yang membuatku semakin terangsang. Sepertinya Amanda sudah terlatih dalam bidang ini, terlihat dari caranya memperlakukan penisku benar-benar seperti seorang ahli.
“Kamu tau benar cara memperlakukan tongkolku Da…dah sering yah?” ujarku sambil sesekali membelai rambutnya dari atas. Dia tidak menjawab dan meneruskan aksinya setelah melirik kearahku sejenak. Sekarang gerakannya menjadi semakin cepat dan liar saja, hampir saja spermaku keluar dibuatnya. Jilatan-jilatan diujung penisku membuatku menjadi semakin terbakar oleh nafsu.
Akhirnya aku rebahkan gadis ini walaupun dia sedikit melakukan penolakan. Sambil menciumi bibirnya aku meremas-remas payudaranya yang masih terbungkus rapi oleh baju kaus miliknya. “Mau apa lagi sekarang?” Elaknya dari ciumanku sambil berusaha mendorongku mundur. Namun apa daya karena posisiku sudah terlanjur menindih tubuhnya sehingga membuat dia menjadi tak bisa melakukan perlawanan yang berarti.
Kedua tangannya aku cekal kesamping dan terhimpit ke kasur sehingga sekarang aku leluasa menciumi bibir, pipi dan lehernya dengan sesekali melakukan gerakan jilatan ditelinga dan leher. Nampaknya hal ini dapat menumbuhkan gairah nafsu pada diri Amanda sehingga entah pada menit keberapa dia akhirnya membalas ciuman bibirku dengan tak kalah hotnya.
Kesempatan ini tak aku sia-siakan dan aku dengan sigap melucuti seluruh pakaiannya sehingga dia bugil total, walaupun sempat kesulitan saat aku akan mencopot celana dalamnya yang warna biru muda dengan gambar kartun Piriko yang lucu dibagian depannya. Sekarang aku bukan hanya dapat melihat vagina dan buah dada Amanda tapi juga dapat menyentuhnya. Bahkan sekarang jari tengah dan telunjukku telah bermain-main di liang kemaluan gadis ini sementara tangan satunya menstimuli habis-habisan payudaranya. Kecupan, jilatan dan pilinan plus remasan mendarat di kedua buah dada Amanda. “Akhhh…arghh…eghh” Amanda mulai mendesah-desah tidak karuan menerima perlakuanku itu.
Vaginanya menjadi tambah basah dan sepertinya dia sudah menginginkan untuk melakukan hubungan badan. Terlihat dari tanganku yang sedang bermain dengan klitorisnya langsung diampit dengan keras oleh kedua pangkal pahanya seolah-olah menginginkan agar tidak diakhiri.
Sekarang giliranku melucuti seluruh bajuku yang tersisa. Melihat Amanda sudah tak berdaya, lemas akibat foreplay dan sebelumnya telah mengoral penisku sekarang giliranku membuka pangkal pahanya. Selangkangannya halus dan bersih. Sepertinya dia memang merawatnya walaupun ada tumbuh bulu-bulu kemaluan namun tipis dan seolah-olah masih perawan saja. Batang kejantananku aku arahkan kebibir vagina Amanda dan setelah aku gesek-gesekkan beberapa saat akhirnya batang kemaluan itu masuk juga kedalam liang kewanitaan gadis ini.
“Akhhh…pelan..akhh…” desahnya ketika liang kemaluannya diterobos oleh batang torpedoku. “Akhh…ohhh…lebih dalam…” ucap Amanda dalam desahannya. Memang waktu itu penisku masih separuh diluar. Dengan segenap tenaga aku melakukan sodokan pemuncak untuk penetrasiku kedalam vagina Amanda yang ternyata masih sempit ini. “Akhh…sakit…ahhh…” Amanda mulai berteriak kecil namun hilang dengan desahan yang dia keluarkan sesudahnya.
“memiawmu masih seret Da. Enak. Dah pernah dient*tin sapa aja?” tanyaku pada gadis ini diantara pompaan penisku yang sekarang sudah menancap penuh didalam liang senggamanya. “Buka urusanmu…” sahutnya ketus namun wajahnya memerah sepertinya dia sudah merasa malu dan terhina melihat akhirnya dirinya telah ditiduri juga oleh pria yang barusan dia kenal yang notabene adalah musuhnya.
Sekarang setelah dengan posisi konvensinal, giliran dia aku balik. “Doggy style yah.” Kataku sembari langsung menancapkan lagi penisku di vaginanya dari belakang saat dia dalam posisi merangkak.
“Auhhh…sakit tauk..sakit…pelan…akhhh..” racau gadis ini ketika aku dengan cepatnya mengobrak-abrik seluruh isi vagina gadis ini dengan penisku. “Kamu pikir memiawku ini barang obralan apa. Pelan-pelan!” Amanda terlihat geram melihat dirinya seolah-olah diperkosa olehku. Namun aku tak peduli dan dengan meremas kedua payudaranya yang menggantung aku membalas ucapannya, “Emangnya kamu dah dient*t ma sapa aja? Pasti ma banyak orang khan?” kataku sambil terus menyodokkan batang kejantananku semakin cepat keliang vagina gadis ini.
Amanda melengok kearahku sambil serengah marah, “Kepalamu! Gini-gini aku baru ML ma cowokku doang tauk.” Sahutnya sambil terus mendesah sesekali mengaduh saat aku mempercepat sodokanku. “tongkolmu gede, aku gak mau kalau memiawku rusak. Akhh…” ucapannya terhenti ketika sodokanku kuarahkan kebagian atas liang kemaluannya sehingga membuatnya menjadi sedikit menungging. Nampaknya itu hal baru baginya terlihat dari caranya menikmati seolah ada pancaran gembira menemukan G-spotnya yang baru.
Sekarang dengan gerakan memutar-mutar. Amanda semakin tak karuan meracaunya dan sesekali dia sendiri yang menggoyangkan pahanya jika aku menghentikan putaranku. “Dah mulai menikmati ya? Hehhehehe” ejekku kepadanya namun nampaknya dia tidak peduli dan bahkan sekarang menjadi lebih aktif dari biasanya.
Aku mengangkat tubuh Amanda dalam posisi berhadapan muka denganku dan dengan kedua kaki masih mengapit pahaku dan tangannya mengapit leher dan pundakku, aku membawanya mengintari ruangan kamar itu tentu saja dengan poisi penis masih tertanam divagina miliknya. Sesekali Amanda menggoyangkan pantatnya maju mundur ataupun keatas dan kebawah. “Akhhh…ughhh…akhhh…” desahan gadis manis ini membuatku semakin bernafsu saja.
Aku sandarkan Amanda di westafel besar dikamar mandi. Sekarang sembari menghajar vagina Amanda diatas westafel dengan separuh berdiri aku melihat bayangan di kaca diatas westafel. Kaca besar ini memantulkan diriku dan Amanda sedang dilanda nafsu, hal ini membuat sebuah sensasi tersendiri buatku karena seperti menonton permainan panas dari diri sendiri, live show pula (bagi yang belum pernah coba, silakan mencoba, asyik lho.).
Sekitar beberapa menit kemudian aku merasakan otot-otot vagina Amanda sudah mulai berkontraksi hebat, tanda-tanda dia akan mencapai orgasmenya. “Akhh…ahhh…aku..” belum sempat Amanda melanjutkan kata-katanya, dia sudah memelukku erat dan kedua tangannya mencengkeram erat bahuku sehingga membekaskan warna merah.
“Keluar khan…” Ujarku sambil tersenyum kepadanya. Sekitar setengah menit aku memberikan waktu kepada Amanda untuk menikmati orgasmenya, lalu aku kembali melakukan sodokan-sodokan lagi. Kali ini dinding vaginanya semakin licin saja dan sensasi yang diberikan juga menjadi lain dari yang tadi.
Sembari menciumi bibir Amanda yang sudah lunglai itu dan meremas-remas payudara gadis ini, aku memberikan sebuah pompaan yang yang cukup brutal. Amanda terlihat akan protes namun sudah tidak memiliki tenaga lagi. Baik dinding atas maupun bawah ataupun samping dari liang vagina Amanda telah aku sodok keras dengan kepala penisku. Normalnya cewek akan merasa kesakitan jika sodokan penis tidak bertuju pada liang rahim tapi Amanda sekali lagi tidak mempunyai daya untuk menolak perlakuan ini.
“Sekarang giliranku…” Kataku pada gadis ini sembari melakukan beberapa pompaan pamungkas dan pada sodokan terakhir aku mendiamkan penisku didalam vaginanya dan tersemprot keluar cairan spermaku yang membasahi seluruh dinding vagina gadis ini. Beberapa tetes ada yang keluar ketika aku mencabut batang kejantananku dari liang kewanitaan Amanda. “Thanks yah. Santai aja, ga bakalan hamil. Tadi memiawmu dah dikasih tissue anti hamil khan.” Kataku untuk kepada Amanda yang masih panik ketika melihat vaginanya telah dipenuhi spermaku.
Setelah selesai dengan olahraga aurat itu, Amanda mandi bersamaku dan dia pulang ke kostnya. Tentu saja dengan perjanjian denganku bahwa dia harus mau melayaniku kapanpun aku butuhkan jika tidak mau rekaman adegan mesumnya bersama kedua cewek yang lain tersebar.
Mulanya Amanda menolak namun akhirnya dia sadar kalau tak akan ada yang melindunginya jika rekaman tersebut tersebar diseluruh khalayak masyarakat yang dekat dengannya atau dengan keluarganya. Misiku telah selesai. Sekarang satu sama dengan Kurnia.
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
1530