11. Isi Sebuah Diary
Kalian tentu masih ingat dengan Veti, kekasih dari Reza temanku yang pernah kuperawani dikamar kekasihnya sendiri saat Reza sedang keluar. Sekitar 1 minggu setelah aku bercinta dengan Amanda di hotel untuk pertama kalinya, Veti dan aku pergi keluar kota bersama pada akhir pekan. Mulanya dia menolak tetapi setelah mendengar ancamanku kalau Reza akan tahu mengenai kondisi yang sebenarnya, akhirnya gadis ini menyerah juga. Kami sebenarnya pergi berombongan dengan teman-teman dari kampusku yang kebetulan mengadakan study tour ke wilayah danau Sarangan di lereng Gunung Lawu. Dengan 3 mini bus akhirnya rombongan diberangkatkan setelah menunda waktu hingga 1 jam karena supirnya sakit dan penggantinya belum datang.
Dalam rencana wisata bersama kali ini (aku sebut wisata karena tidak memnuhi kriteria untuk disebut study tour, karena memang tak ada yang bisa dipelajari) panitia memberikan dua jadwal khusus, pertama out bond di danau Sarangan dan jalan-jalan lintas alam dilereng gunung lawu walaupun tidak sampai mendakinya.
Sekitar jam 2 siang, rombongan tiba di sebuah villa yang letaknya tidak jauh dari danau. Villa tersebut dibagi menjadi 4 bangunan kecil dan satu bangunan besar yang dibagian depannya digunakan sebagai ruang pertemuan atau pertunjukan karena luas dan lapang. Sementara 4 bangunan kecil lainnya berupa rumah kecil dengan 3 kamar tidur, sedangkan kamar mandi berada diluar yang hanya terdapat 6 kamar mandi untuk pria dan wanita tanpa pemisah.
Ditempat itu juga terdapat jajaran warung yang kebanyakan tutup karena mungkin bukan musim liburan sehingga mereka malas untuk membuka warungnya. Dibagian samping dari area villa kami terdapat beberapa villa lain dan beberapa pula rumah penduduk. Namun yang membuatku heran bahwa ada beberapa rumah yang berbentuk seperti kost-kostan dengan banyak kamar kecil. Setelah aku bertanya kepada pengurus villa ternyata itu adalah penginapan yang biasa digunakan pasangan muda-mudi (biasanya anak SMU atau SMP yang bolos) untuk bercinta atau istilah kerennya quickie.
Karena sekali lagi kami ini semua mahasiswa maka soal pembagian kamar juga tidak sekaku saat study tour waktu SMU yang ditemani guru sebagai pengawas. Alhasil aku berhasil sekamar dengan Veti dan satu cewek lagi yang bernama Lena Asmiwarti seorang mahasiswi yang kurang dapat bergaul karena sifatnya yang tertutup. Mungkin akibat ulah kakaknya yang sering buat ulah di kampus sehingga sempat tertangkap polisi karena membawa sabu-sabu dan putau didalam lingkungan kampus, terang-terangan pula. Nama Lena sebisa mungkin dihindari oleh teman-teman sefakultasnya karena mereka sudah eneg duluan melihat tingkah laku kedua kakaknya. Kakaknya yang lain juga masuk penjara karena ketahuan menjadi bandar judi disebuah komplek pertokoan kalau malam dan dikeluarkan dari kampus yang sama dengan kampus dimana aku berada.
Sore itu, kami serombongan jalan-jalan di pinggir danau, walau ada beberapa yang menyewa perahu untuk mengelilingi danau, biasanya mereka pasangan kekasih atau yang sedang PDKT (Pendekatan red.).
Veti dan aku sendiri memilih duduk-duduk sambil makan sate kelinci dipinggir danau tepat didepan hotel bertingka, kalau tidak salah bernama Hotel Merah (nama yang aneh).
Sepertinya sikap Veti kepadaku sudah mulai melunak, terlihat dari caranya berbicara dan dia tidak menolak lagi ketika saat kami sendirian brdua, aku memintanya untuk bercinta denganku. Setidaknya sudah lebih dari 20 kali kami bercinta selama ini, sedangkan dengan Reza pacarnya dia malah belum pernah sama sekali. Betapa beruntungnya diriku ini.
“Malam nanti kamu tidur dibawah saja yah jangan diatas jadi ntar pas turun dari tempat tidur bisa pindah ke tempat tidurku.” Kataku pada Veti. Memang dikamar kami terdapat dua tempat tidur, satu bertingkat sedangkan satu tidak.
Dia hanya mencibirku lalu memakan satenya lagi, “Memang kamu mau ngapain lagi? Disana ada Lena. Jangan macam-macam!” sahutnya kepadaku.
Aku cengar-cengir dan mengatakan kalau si Lena itu tidak mungkin peduli dengan keadaan sekitarnya, toh semenjak sekamar dengan kami dia tidak pernah berucap sekatapun pada kami.
Malam akhirnya datang juga dan rencanaku mulai berjalan. Dengan mengendap-endap aku membangunkan Veti yang sedang tertidur lalu menyuruhnya pindah ketempat tidurku. Walaupun dengan malas akhirnya dia mau juga. Begitu dia sampai, tanpa diaba-aba lagi aku segera menciumi bibirnya dan melucuti baju tidurnya dalam kegelapan kamar malam itu. Akhirnya dalam beberapa detik saja Veti sudah bugil didepanku begitupun denganku.
Bibir kami berpagutan lagi setelah Veti benar-benar bangun dari tidurnya dan tak perlu lama-lama, vagina gadis ini segera basah karena cairan cintanya yang keluar tak terbendung lagi. Remasan dan lumatan yang aku lakukan pada kedua payudaranya membuat Veti menggelinjang tak karuan bahkan sempat aku ingatkan untuk tidak keras-keras mendesahnya agar tidak membangunkan teman-teman yang lain.
“Ehmmm…erghh…” Desah Veti tak karuan sembari berusaha menutup mulutnya agar tak mengeluarkan suara desahan lagi. Namun gagal juga apalagi saat batang kejantananku mulai merasuki liang senggama gadis ini. Veti menggelinjang kekiri dan kekanan tak karuan sembari terus mendesah, “Arhhh..akhh…Adi…terus..” katanya disela desahannya.
Memang akhir-akhir ini Veti sudah mulai berani melakukan gerakan aktif ketika bercinta denganku, mungkin karena dia sudah tidak lagi peduli dengan kesucian cintanya kepada Reza ataupun komitmen yang mereka bangun.
Selang beberapa menit kemudian Veti mengerang agak keras dan memelukku erat-erat, dia mencapai orgasmenya setelah liang vaginanya dipompa oleh penisku tanpa henti beberapa menit terakhir ini. “Akhh….aku klimaks Di…Ekhhh…ahhh..” Erangannya ketika orgasme melanda tubuh gadis ini.
Dengan posisi masih menindih Veti, aku melanjutkan lagi pompaanku sehingga membuat kasur tempat kami bercinta menjadi basah karena lelehan lahar cinta yang luar dari vagina Veti mengalir keluar dan membasahi kasur juga sprei. Belum cukup dengan itu aku langsung mempercepat gerakan sodokan penisku dan beberapa saat kemudia aku mencabut batang kemaluanku itu dari vagina Veti hingga sempat bergesekan cepat dengan klitorisnya yang membuat Veti menggelinjang hebat. Lalu keluarlah cairan putih kental menyemprot dari ujung kemaluanku membasahi perut dan dada Veti.
“Kamu semakin hot saja Vet.” Kataku sambil membelai rambut Veti yag tiduran disampingku setelah aku mencapai orgasmeku. “Memangnya kamu bandingin dengan sapa aja?” sahutnya padaku dan hanya aku jawab asal. Ketika aku akan memalingkan wajahku, tiba-tiba sekilas aku melihat ada gerakan aneh pada bagian atas tempat tidur tingkat dimana Lena tidur. “Apakah dia tahu dengan kejadian ini?” Pikirku dalam hati.
Pagi datang menjelang dan hari kedua di Sarangan di gunakan sebagai acara out bond yang disponsori oleh sebuah produk rokok. Peserta out bod tersebut semuanya adalah mahasiswa dan ada 3 universitas yang ikut dalam acara ini sedangkan universitas tempatku belajar mengirimkan peserta paling banyak yaitu sebanyak 30 orang. Acara dimulai dengan jalan-jalan di sepanjang lereng Gunung Lawu hingga ke daerah pendakian lalu dilanjutkan dengan lomba perahu dayung sampai dengan penjelajahan didalam hutan di kawasan wisata itu. Banyak sekali kera yang bermunculan setelah kami datang. Umumnya kera tersebut menunggu turis memberikan mereka makanan seperti biasanya.
Tiba-tiba aku mendengar suara berteriak cukup keras, suara seorang gadis pikirku dalam hati. Itu adalah suara Lena yang tas kecilnya yang berisi tustel (kamera foto) terambil oleh kera kecil yang nakal dan langsung lari kearah pepohonan. Tak ada yang merespon teriakan itu, sepertinya mereka enggan menolong mengejar kera tersebut. Entah dorongan apa yang mendorongku untuk mengejarnya, mungkin karena aku sudah terbiasa bersikap reaktif jadi kadang pikiran tertinggal dibelakang sementara tubuh sudah beraksi duluan.
Setelah sekian lama aku mengejar akhirnya aku berhasil mendapatkan tas tersebut yang dijatuhkan oleh monyet sialan itu direrumputan becek. Kotor tapi tidak rusak, hanya saja tas mungil itu sedikit tergores. Satu hal yang selalu aku sesali adalah tidak pernah memperhatikan sekeliligku kalau sedang panik. Akibatnya sekarang aku tersesat cukup jauh, apalagi tanpa kompas, peta maupun jejak yang tertinggal. Apalagi ini adalah dataran tinggi yang notabene berkabut yang membuat pandanganku menjadi lamur ditambah lagi kenyataan bahwa aku yang agak buta arah ini belum pernah menginjakkan kakiku sebelumnya diwilayah ini. Sempurna, pikirku dalam hati. Mungkin sebaiknya aku tidak mengejar monyet gila ini, umpatku dalam hati.
“Akhhh…” Terdengar suara seorang gadis tak jauh dari tempat aku berdiri. Sontak aku kaget dan mencari darimana suara itu berasal. Ternyata itu adalah Lena yang ternyata ikut mengejar monyet sial tersebut. “Di. Ketemu?” Tanyanya setelah melihatku dan tanpa jawaban aku hanya mengangkat tas kecilnya dan diapun tersenyum tak lupa berterima kasih padaku. Ironisnya, dia juga sudah lupa jalan saat dia lari mengejar tasnya tadi. Sehingga bisa ditebak kalau kami berdua akhirnya tersesat bersama.
Sekitar 1 jam kami berputar-putar akhirnya karena kecapekan akibat lari-lari plus kegiatan sebelumnya kami memutuskan untuk istirahat sebentar. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore dan saat itu suasana terasa makin dingin saja apalagi disertai gerimis kecil. “Aduh. Maaf yah, gara-gara aku kamu jadi nyasar bareng ma aku.” Lena memulai percakapan.
“Ah, ini dah insting gua, kalau ada yang lari yah aku kejar. Kebetulan saja monyetnya lari. Gak usah terlalu dipikirkan. Gua aja nggak mikir kok.” Kataku asal dan membuat Lena tertawa. Ternyata cewek satu ini nggak jelek-jelek amat. Wajahnya putih manis namun orang sering tak memperhatikan mukanya karena sebagian mukanya ditutup dengan rambut panjangnya sehingga membuat mukanya kurang jelas, dan belum lagi dia tidak pernah memakai make up apapun sehingga dalam berbagai keadaan mukanya terlihat kalah menonjol dibandingkan teman-temannya yang lain. Ternyata tidak ada yang mutlak didunia ini, buktinya Lena ternyata juga nggak seperti yang dibayangkan orang banyak selama ini.
Gadis ini sering menatapku dalam dan setiap kali pandangan kami beradu, dia langsung cepat-cepat menghindar dan menengok kearah lain. Lama-lama aku juga dibuat risih olehnya dan kuberanikan diri bertanya, “Ada apa sih? Kok dari tadi memandangiku gitu? Ada yang aneh dimukaku yah?” tanyaku padanya dan dia hanya menggeleng pelan. Aku tak puas dengan jawaban gelengan itu kembali bertanya, “Terus…?”
Lena kembali menatap mataku dan berkata, “Aku tau tadi malam kamu sama Veti bercinta khan?” katanya dan perkataan tersebut bagaikan petir menyambar kepalaku. Ternyata Lena sadar kalau aku dengan Veti bercinta saat dia sedang tidur. “Aku dah liat semua kok. Sebenernya waktu itu mau keluar ke kamar mandi tadi takut nanti kalian malu dan terganggu jadi aku pura-pura tidur aja.” Lanjutnya dan dapat dipastikan kalau Veti tahu mengenai hal ini maka dia bakalan ngamuk sekaligus panik. Aku meminta Lena untuk tidak menceritakan hal tersebut kepada siapapun dan diluar dugaan dia juga berjanji untuk tidak mengatakannya karena baginya aku adalah pahlawannya hari ini.
Setelah istirahat beberapa menit, kami melanjutkan perjalanan dan dalam perjalanan tersebut sempat beberapa kali Lena nyaris jatuh karena tersandung akar pohon yang tertutup semak. Bahkan sempat pada suatu waktu saat dia akan jatuh dan aku menangkapnya, tak sengaja aku menyentuh buah dadanya yang tertutup jaket tipis. Aku jelas dapat melihat raut mukanya yang memerah karena malu. Hal ini tentu tak aku sia-siakan lagi.
Aku mendekatkan wajahku kewajahnya dan hal tersebut membuat Lena semakin salah tingkah. Saat dia akan mundur kedua lengannya aku dekap erat sehingga tak ada jalan lain baginya sekarang. “Di…” Lena tak sanggup melanjutkan kata-katanya karena pada detik berikutnya mulutnya tersumbat oleh mulutku. Kami berciuman dan matanya tertutup seolah ingin menutupi rasa malu dan risihnya padaku. Namun jebol juga pertahanan Lena, akhirnya dia membalas ciumanku walaupun seperti masih amatir. Dari gayanya membalas ciumanku dapat aku pastikan kalau Lena jarang berciuman, kurang berpengalaman atau bahkan tidak pernah berciuman sebelumnya.
Menit berikutnya jaket kami berdua lolos juga dan terjatuh di rerumputan basah. Kaus lengan panjangnya segera aku sibakkan keatas dan menyembullah payudara putihnya yang dibalut bra warna merah. Ternyata buah dadanya sangat besar, ukuran 36C kalau aku tidak salah. Luar biasa untuk ukuran gadis Indonesia yang masih remaja.
Aku sebenarnya heran mengapa seolah tak ada perlawanan dari Lena terhadap perlakuanku ini. Tapi aku tak ambil pusing dan segera aku lucuti bra nya. Detik berikutnya ciuman dan kuluman bibirku menghiasi kedua payudaranya yang segar menantang itu. “Akhhh…akhhh…” Desah Lena menikmati perlakuanku tersebut dan saat jilatan dan gigitan kecil silih berganti mendera payudaranya, Lena menjulurkan tangannya dan membuka resleting celana panjangku dan memelorotkannya sedikit kebawah bersama dengan celana dalamku.
“Wow! Ternyata Lena bisa horny juga.” Kataku dalam hati. Sembari mengocok penisku dia mendesah-desah tak karuan. Dengan posisi bersandar di bebatuan besar aku setengah menindihnya sementara kedua tanganku bergerilya melucuti pakaiannya yang lain sembari tetap mulutku menghajar kedua buah dadanya yang ranum itu. “Arghh..akhh…mmmm…akhhh” Lena seperti kesetanan saja, sekarang dia mengocok penisku maju mundur dengan cepat sembari tangannya yang satu dimasukkan kedalam mulutnya sendiri seolah sedang bercinta.
Dengan kondisi celana panjang, celana dalam dan bra yang sudah copot dan tinggal menggunakan kaus lengan panjang, Lena aku sandarkan lebih kebawah pada lempengan batu besar ditempat itu dan segera aku buka paha dalamnya sehingga terlihat selangkangan putih mulus milik dara ini. “Aku malu… jangan…” Rintihnya ketika penisku aku bimbing kebibir luar vagina miliknya.
Lena melenguh tak karuan ketika penisku aku gesek-gesekkan di bibir kemaluannya. Akhirnya dia mulai juga menggerakkan vaginanya menggesek-gesekkan penisku saat aku secara sengaja menghentikan gesekan. Ternyata sama saja dengan gadis-gadis lainnya yang ingin merasakan kenikmatan. Setelah beberapa menit fore play dengan gesekan penis di bibir vagina plus dengan remasan dan pilinan jemariku di puting payudara miliknya, vagina Lena akhirnya mulai basah kuyup dan bahkan sempat dia mengalami orgasmenya dengan diiringi dengan kontraksi ototnya mengejang dan kakinya langsung mengapit pahaku sementara kepalanya mendongak dengan mata terpejam. Persis dengan Ranti saat mengalami orgasmenya denganku.
Melihat cairan cinta sudah mulai mengalir keluar dari bibir vagina gadis ini, aku mengambil inisiatif untuk melesakkan batang kejantananku kedalam vagina miliknya. Lena kontan membuka matanya lagi dan mengerang ketika liang kemaluannya serasa diterobos oleh benda asing yang berukuran cukup besar. “Akhh…Di..” rintihnya ketika batang kemaluanku berhasil menerobos liang kemaluannya. Bulu-bulu kemaluannya yang lembut seolah menjadi saksi bagaimana proses penerobosan itu terjadi. Dan dalam satu hentakan keras akhirnya penisku terbenam seluruhnya. Gadis ini sudah tidak perawan lagi, pikirku dalam hati, tapi aku sudah tak peduli lagi. Lagipula aku bukan pacarnya maupun suaminya.
Lena mengambil nafas pelan-pelan ketika menyadari didalam vaginana telah bercokol penis berukuran cukup besar. Belum sempat dia berkata apapun, aku sudah memberikan sodokan-sodokan ringan liang senggama gadis ini diselingi dengan sesekali sodokan cepat dan keras yang membuat ujung penisku dapat menyentuh dinding rahim miliknya. “Akhhh…akhhh….ohhh…Di…jangan keras…keras…tongkolmu khan gede…” Ucapnya ketika aku percepat pompaanku.
Aku hanya tersenyum saja mendengar racauan yang keluar dari bibir mungil Lena namun tak aku hiraukan dan segera aku percepat lagi goyanganku dengan berbagai variasi. Lena meracau tak karuan dan desahannya semakin keras saja. Seolah tak peduli lagi jika ada yang mendengar. Sayup-sayup suara burung hutan dan serangga hutam mulai terdengar mengiringi desahan kenikmatan yang dialami oleh Lena. Dia tak peduli lagi dengan sekitarnya, yang dia pedulikan adalah bagaimana memperoleh kepuasan dari tiap pompaanku yang mengobrak-abrik pertahanan vagina miliknya.
Aku dapat melihat jelas klitorisnya yang menonjol seolah ikut keluar masuk ketika batang kejantananku menggenjot vaginanya tanpa ampun. Bibir vaginanya terbelah diiringi dengan suara kecipak cairan bening yang keluar dari rongga kewanitaan gadis ini.
“memiaw kamu seret juga Len. Nikmat.” Ucapku ketika Lena sudah mulai kehilangan tenaganya. Kedua tangannya tak lagi kaku mencengkeram bahuku dan kedua kakinya pun sudah lunglai. “Gua keluarin didalam yah?” pintaku namun dia diam saja. Tanpa peduli resiko apapun lagi aku mempercepat goyangan torpedoku itu sehingga dalam beberapa sodokan terakhir, aku dapat merasakan adanya cairan hangat memancar keluar dari ujung kemaluanku. Begitu penisku tercabut, terlihat lelehan cairan mani berwarna putih mengalir menetes dari dalam rongga kemaluan Lena.
“Makasih yah Len. Kamu benar-benar hebat dalam bercinta.” Kataku padanya lalu aku cium keningnya yang bermandikan keringat. Lena tak menjawab dan terpejam, sepertinya dia tadi sempat mengalami orgasme lagi karena tubuhnya seperti sudah letih sekali dibanding saat pertama orgasme.
Beruntung juga kami karena hanya beberapa menit berjalan sudah dapat menemukan jalan setapak. Walaupun harus berputar agak jauh namun kami berhasil kembali ke Villa.
Liburan Bersama Veti 2
Saat kembali dari acara nyasar tadi kami mendapati kalau semua orang di villa kecuali sopir mini bus yang sedang ngopi di warung dekat villa sudah tidak ada. Setelah kami bertanya ternyata mereka mengadakan acara api unggun bersama rekan-rekan dari universitas lain di tempat yang tidak jauh dari sini. Mengingat mereka sudah pergi sekitar satu setengah jam kami berdua memutuskan untuk tidak menyusul. Kami lalu mandi dan mandi berdua bersama di satu kamar mandi. Aku merayu Lena agar mau walaupun dia ketakutan kalau sewaktu-waktu ada yang datang dan dia kepergok sedang mandi bersamaku. Tapi karena suasana malam itu cukup dingin ditambah dengan air yang sangat dingin, mau tak mau akhirnya Lena mau juga mandi denganku.
Bisa ditebak kalau didalam kamar mandi kami melakukan apa saja. Dengan menyandarkan tubuhnya membelakangiku dan bertumpu pada bak kamar mandi aku menghajar vaginanya lagi dari belakang. Tak urung lagi, desahan kenikmatan keluar juga dari mulut dara satu ini dan lagi-lagi kali ini aku berejakulasi didalam liang kewanitaannya. Selesai dengan bercinta, kami berdua mandi dan saling menyabuni satu sama lain. Hal ini membuat suasana dingin menjadi sedikit terlupakan.
Sekitar 20 menit sudah kami mandi dan setelah berpakaian aku beranjak keluar dari rumah tempat kamar kami berada. Aku mengajak Lena mencari makanan karena jujur saja setelah perjalanan jauh dan ditambah aktivitas tambahan tadi membuat kami benar-benar kehabisan energi.
“Permisi Bu. Disini jual nasi nggak bu?” Tanyaku ketika masuk kesebuah warung remang-remang kecil. “Waduh mboten mas (waduh tidak mas –bahasa Jawa/red.). Sing sade ten cedhak-cedhak mriku (yang jual didekat-dekat sana –bahasa Jawa/red.).” kata wanita tua itu sambil menunjuk sebuah arah. Aku dapat melihat juga kalau sopir-sopir mini bus kami hanya minum kopi dan jahe disitu. Merka bingung juga karena mereka sudah mendapatkan jatah makan malam sementara kami belum dapat. Bahkan ada yang menawarkan untuk mengantar namun aku tolak karena aku tahu kalau mereka sejak tadi pagi sudah capek mengurusi pengantaran konsumsi dan menjemput rombongan out bond lainnya kloter kedua dari universitas lain tengah malam tadi. Ternyata sial juga aku dan Lena karena ternyata jatah makan malam sudah dibagikan sementara saat itu kami masih nyasar.
“Kita cari aja ditempat yang ditunjukkan ibu-ibu tadi. Yuk.” Ajak Lena sambil menggandeng tanganku. Aku senang-senang saja kalau ada teman ceweknya.
Begitu sampai di tempat yang dituju giliran kami bingung lagi karena ada persimpangan disitu. Dimana letak warungnya kami juga tidak tahu. “Kita lewat jalan ini saja. Lebih meyakinkan, toh disana ada jajaran rumah banyak. Pasti ada warung makannya.” Ajak Lena. Gadis ini sepertinya selalu positive thinking saja.
Sampai juga akhirnya kami disebuah kumpulan bangunan disitu. Terlihat beberapa warung buka dan diserbu beberapa wisatawan yang berkunjung di villa-villa dekat sini. Usai makan kami berdua bergegas kembali ke villa dengan harapan yang lain belum pulang sehingga kami bisa mengulang percintaan untuk ketiga kalinya. Setidaknya itulah harapanku, entah dengan Lena.
Didekat villa kami terdapat jajaran villa-villa lain yang kebetulan beberapa ada yang kosong. Lena mengajakku untuk melihat-lihat villa yang ada didekat situ dan karena dia setengah memaksa aku akhirnya bersedia juga tentu saja dalam pemikiranku, bercinta ditempat baru akan lebih menegangkan rasanya.
Kami memasuki pekarangan villa yang terdiri dari dua bangunan besar bertingkat dua dan satu gudang berupa bangunan kecil dibagian belakang kompleks villa. Villa ini disewa oleh rombongan mahasiswa dari kota Solo. Ternyata mereka sedang keluar semua entah kemana karena aku tahu kalau mereka bukan anggota peserta out bound. Saat aku dan Lena akan pergi dari lokasi, kami mendengar suara-suara aneh dan memutuskan untuk melihat dari mana suara itu berasal.
Betapa terkejutnya kami ketika kami tiba, terlihat sepasang muda-mudi sedang bermesraan dan saling meraba. Yang membuat aku kaget adalah mereka mahasiswa dari universitas yang mengedepankan agama sebagai simbolnya tetapi malah melakukan hubungan terlarang ditempat sepi seperti ini. Muda-mudi ini sepertinya tidak menyadari kehadiran kami yang bersembunyi di dekat mereka.
Karena aku tidak tahu nama mereka berdua maka kita anggap saja nama mereka Budi dan Ani (nama paling pasaran di Indonesia, ingat khan pelajaran bahasa Indonesia waktu SD, nama kedua orang ini selalu dijadikan contoh dalam merangkai kosa kata).
Budi cowok bertubuh agak tinggi tapi kurus dengan jenggot sedikit menempel pada dagunya, sementara Ani kulitnya putih dan jujur saja dia cukup cantik jika dibandingkan dengan Veti, namun tetap kalah jika bersanding dengan pacarku. Aku tidak mengetahui rambutnya panjang atau pendek karena tertutup kerudung rapat. Yang aku perhatikan adalah bagaimana tangan si Budi menggerayangi buah dada Ani yang sudah keluar dari kurungan bra nya dengan kancing baju sudah separuh terbuka. Tidak puas dengan itu saja, Budi lalu menyibakkan rok panjang Ani sembari menciumi bibir pacarnya itu (mungkin pacarnya, mungkin juga tidak…but who care). Lepas sudah celana dalam sang gadis yang bewarna kuning muda itu sementara tangan sang gadis secara inisiatif meraba selangkangan Budi yang masih tertutup celana panjang. Lalu dengan sigap diplorotkan celana panjang kolor tersebut sampai jatuh ketanah sekalian dengan celana dalamnya sehingga batang kemaluannya menggantung bebas.
“Hebat juga cewek ini. Pengalamannya tinggi.” Kataku dalam hati dan nampaknya Lena juga berpikiran sama denganku. Tubuhnya mulai memanas akibat menonton live show percintaan sepasang remaja ini.
Buah dada Ani yang ukurannya sekitar 34B itu mendapatkan servis dari tangan Budi sementara tangan lainnya menusuk-nusuk vagina sang gadis. Terang saja aku sudah tahu benar kalau gadis ini sudah tidak perawan lagi karena tidak merasa sakit dan malah menikmati tusukan-tusukan kecil dari tangan Budi yang mendarat di bibir kemaluannya. “Akhh…lagi…agak cepet dong say…” Ucap sang gadis sembari dirinya juga mempercepat kocokan tangannya ke penis Budi hingga membuat penis tersebut menjadi basah karena cairan pelumas yang keluar dari ujungnya.
Saat sedang asyik-asyiknya mereka melakukan foreplay, tiba-tiba terdengar suara gaduh. Kedua sejoli ini kaget bukan kepalang karena dari balik pintu utama ruangan itu muncul tiga orang pemuda. Sepertinya mereka bukan mahasiswa melainkan penduduk lokal atau pendatang (aku tak begitu bisa memastikan). Yang jelas mereka bertiga berusia sekitar 40an tahun dengan tubuh gempal dan seseorang diantaranya ber tato sangar. Suara mereka menggelegar memenuhi ruangan. “Bangsat! Mau apa kalian malam-malam begini malah kenthu (bercinta –bahasa Jawa/red.). Malu-maluin aja pake kerudung kok kelakuan bejat.” Umpat salah seorang dari mereka yang berpakaian serba hitam dengan tutup kepala khas daerah pegunungan, sebut saja dia si Item (kok jadi kaya nama hamster gua).
Budi langsung tergagap dan juga Ani bergegas merapikan pakaian mereka namun langsung dicergah oleh si pria bertato, sebut saja namanya Tato (simple khan). “Enak aja langsung mau kabur.” Bentak Tato kepada mereka. Mereka berdua panik dan memohon ampun kepada ketiga bapak-bapak ini dengan harapan mereka dilepaskan karena celana dalam dan bra milik Ani sudah jatuh ketangan Tato. Sementara celana panjang dan celana dalam milik Budi sudah ditendang jauh oleh seorang yang bertubuh paling kekar, sebut saja Kingkong (maaf kalau namanya asal, soalnya di diary juga tidak disebut nama and saya sendiri tidak ada niat sama sekali untuk berkenalan dengan monster-monster ini).
Melihat situasi yang tidak menguntungkan ini aku segera mengajak Lena untuk pergi menjauh agar tidak terlibat permasalahan, karena walaupun aku sudah punya peringkat sabuk di taekwondo tapi kalau disuruh melawan 3 monyet segede mereka juga nggak bakalan menang. Kecuali kalau ada keajaiban terjadi.
Namun sepertinya Lena enggan pergi dari tempat kami mengintip diluar ruangan. Dia malah terlihat asyik menikmatinya.
Sekarang terdengar suara keras yang diiringi dengan aduhan dan erangan laki-laki. Budi terkena bogem mentah beberapa kali dari si Kingkong. Bisa dipastikan mukanya bakalan memar berat dihajar orang yang kepalan tangannya tiga kali lebih besar dari kepalan tangannya sendiri. Ani berusaha melindungi kekasihnya namun langsung ditangkap oleh si Tato. “Sebenarnya kita-kita kesini cuman mau cari udara segar, eh taunya dapat hal ginian.” Ucapnya sembari mendenguskan nafasnya di tengkuk Ani. Ani menggigil ketakutan begitu sadar apa yang dimaui oleh ketiga orang ini. Belum sempat dia berpikir lagi, baju lengan panjangnya langsung terbuka secara paksa dari belakang hingga beberapa kancing bajunya tanggal. Begitu baju Ani copot, Tato langsung membuangnya jauh-jauh dan merengut kerudung gadis ini, “Kamu nggak perlu pakai ginian. Nggak pantes dengan kelakuan bejat kamu.” Umpat si Tato sembari membuang kerudung tersebut.
Sesaat aku ingin pergi dan melaporkan kejadian ini kepada orang-orang. Namun orang terdekat dari lokasi kami berdiri sekarang adalah di warung tempat kami bertanya arah kepada ibu-ibu tadi dan itu sangatlah jauh sementara begitu bantuan sampai juga belum tentu ketiga monyet ini da disini. Dan jika mereka lolos tentunya kami berdua yang bakalan kena bulan-bulanan oleh mereka. “Kalau kamu berani teriak bakalan aku bunuh. Kalau kamu lapor, juga aku bunuh kalian berdua.” Bentak si Tato kepada Budi dan Ani. Genap sudah hambatan untuk melapor. Lena sendiri malah menikmati dengan khusyuk kejadian ini, membuatku semakin heran saja terhadap kelakuan gadis ini.
Singkatnya, Budi didudukkan dilantai bersandarkan dinding sembari melihat pacarnya, Ani dikerjai oleh dua pria sementara dirinya tak bisa berkutik karena lehernya ditekan oleh telapak kaki si Kingkong.
Ani dibuat berdiri setengah telungkup, badannya dicondongkan kearah meja kecil dan dibuat bersandar disana sementara dari belakang roknya disibak oleh si Item sementara kedua payudaranya yang menempel meja dipermainkan oleh Tato yang juga menciumi paksa bibir gadis manis ini. “Ampun pak…ampun…” rintih Ani ketakutan. Tato balas membentak, “Tadi waktu kamu kenthu (bercinta –bahasa Jawa/red.) dengan pacarmu apa juga mikir kayak gini hah!!! Udah kamu diem aja dari pada aku gorok ntar lehermu.” Seru Tato sambil menjulurkan parang yang dia pakai. Melihat kilatan cahaya yang terpantul di bilah parang tersebut membuat Ani tak berani membantah atau melawan lagi. Begitu juga ketika kedua bongkahan pantatnya dibuka secara kasar oleh si Item dan merasakan bahwa bibir vaginanya sedang digesek-gesek oleh penis lawan jenisnya kala itu.
“Jangan pak…” Rengek Ani namun langsung terdiam ketika parang tersebut diarahkan ke depan wajahnya yang menengadah. Ketakutan membuat tubuh Ani yang menggigil menjadi semakin menggigil lagi.
“Akhhh…seret tempek (vagina –bahasa Jawa/red.) cewek satu ini. Enak…” Racau si Item ketika batang kejantanannya yang panjang hitam berurat itu menerobos liang senggama Ani, menyibak rangkaian bulu-bulu kemaluan yang lembut nan jarang itu. Terlihat bibir vagina yang bewarna merah tersebut sedikit ikut melesak masuk ketika penis hitam si Item menerobok masuk kedalam liang kemaluannya. “Akhh…aduh…sakit…” seru Ani namun tak dihiraukan oleh si Item, malah mereka bertiga semakin bersemangat memperolok Ani dengan kata-kata yang tak jelas.
Tubuh Ani berguncang-guncang diatas meja kecil dari kayu itu akibat sodokan-sodokan dari penis si Item yang menjarah liang kewanitaan miliknya. “Akhh…akh…akhhh…ampun…udah mas…udah…” Pinta Ani dengan memelas namun membuat si Item malah menjadi dan mempercepat sodokan penisnya kedalam vagina gadis ini. Aku bisa membayangkan kalau Ani sedang menderita kala itu, mengingatkan ku saat pertama kali kekasihku yang kebetulan bernama Ani juga (Anyssa) pernah aku kerjai dengan cara sekasar itu dan mengeluh kesakitan selama 2 hari.
Tato mendekati Ani dan memerintahkan Ani untuk mengoral penisnya yang sudah basah oleh cairan pelumas, nampaknya pria ini juga sangat terangsang melihat perlakuan temannya itu kepada sang gadis. Ani menolak namun apa daya karena parang sudah diarahkan lagi kewajahnya membuat dia harus membuka mulutnya mau tak mau, “Nah gitu…sedot yang keras. Awas kalau aku nggak puas, aku bunuh kamu sama pacarmu.”
Dengan vagina masih dipompa secara brutal, kini mulut Ani pun sudah tak bisa merintih atau mengaduh lagi karena sudah disumpal oleh penis Tato yang cukup gede jika dibandingkan dengan milik si Item, mungkin seukuran dengan milikku. Selang beberapa menit, si Item mempercepat gerakan sodokannya dan mencabut penisnya lalu mengarahkannya kepunggung Ani yang putih mulus itu. Cairan sperma langsung memancar bebas membasahi punggung gadis itu yang putih mulus. Belum sempat Ani mengistirahatkan vaginanya yang sudah memerah itu Tato langsung mengambil posisi dan tanpa aba-aba lagi dia melesakkan penisnya masuk kedalam vagina sang gadis.
“Akhh….sakittt…akhh…ampun…sudah mas…sakit…akhhh…” Namun rintihan sang gadis tak membuat Tato diam malah semakin menjadi. Sodokan-sodokannya lebih brutal lagi dibandingkan dengan si Item. Kontan saja penis yang lebih besar membuat Ani meronta tak karuan berusaha melepaskan diri sementara si Kingkong datang mendekat dan menyumpalkan penisnya yang ternyata lebih kecil dari milik si Item kedalam mulut Ani hingga dia nyaris tersedak. “Ayo emut! Awas kalau sampe kegigit, aku potong ntar putingmu. Ngerti!” bentaknya dan meluncurlah penisnya kedalam vagina gadis malang ini.
Batang kejantanan Tato nampak memenuhi liang kewanitaan Ani. Bibir vaginanya seolah ikut keluar masuk tiap kali Tato melesakkan dan menarik penisnya dari liang vagina Ani. Sekitar lima menit kemudian Tato mengeluarkan seluruh spermanya didalam liang kemaluan gadis ini. Air mata Ani nampak sudah habis dan mengering karena sedari awal dia sudah menangis. Dengan sesenggukan dia terduduk lemas dilantai meraba vaginanya yang sudah dijarah dua pria bergiliran. Cairan putih lengket keluar dari dalam liang kemaluan gadis ini dan mengalir membasahi lantai beserta dengan beberapa bercak darah, sepertinya dia mengalami pendarahan.
Sekarang si Kingkong mengubah posisinya. Kedua kaki Ani di angkatnya tinggi-tinggi berhadapan dengannya dengan posisi tubuh bersandar pada dada pria ini. Dibukanya paha sang gadis dan dengan cepat dia menghunjamkan penisnya yang menegang sedari tadi kedalam liang senggama Ani yang masih meneteskan sperma si Tato dengan posisi berdiri.
Sekarang si Kingkong menyetubuhi Ani dengan berjalan mengelilingi ruangan sambil membopong tubuh mungil Ani. Kedua temannya hanya tertawa terbahak bahak melihat perlakuan temannya itu kepada Ani. Beberapa kali si Kingkong menghentikan langkahnya dan memperlihatkan vagina Ani yang sedang diaduk-aduk oleh penisnya dihadapan Budi, pacarnya. Tato dan Item tambah tertawa lagi melihat tingkah Budi yang memalingkan wajahnya namun sesekali melirik kearah vagina pacarnya yang sedang dijarah pria lain.
Setelah lebih dari 15 menit akhirnya si Kingkong mengejang dan memuntahkan sperma dari batang penisnya kedalam vagina Ani yang sudah mulai memar akibat perlakuan ketiga pria ini. Puas dengan ini semua akhirnya ketiga pria ini bergegas pergi setelah mengambil beberapa barang berharga seperti handphone dan kamera dari tangan kedua orang ini setelah menggeledah tas-tas mahasiswa lain tapi tak menemukan apapun. Aku dan Lena juga langsung kabur dari situ.
Nampaknya kejadian ini dirahasiakan oleh Budi dan Ani karena aku tak melihat adanya kegaduhan atau polisi mendatangi villa mereka di hari-hari berikutnya. Mungkin mereka malu kalau sampai kejadian ini tersebar keluar mengingat universitas mereka cukup terkenal sehingga sudah pasti kedua orang itu akan dikeluarkan jika terbukti bermesum ria karena mencemarkan nama kampus mereka.
Fact:
Ketiga pemerkosa itu kemungkinan besar adalah pekerja bangunan dan bukan penduduk lokal karena disekitar tempat itu ada dua villa dan satu rumah sedang direnovasi. Sampai sekarang aku tidak penah melihat kedua sejoli itu lagi bahkan ketika aku mengunjungi kampus mereka karena kebetulan teman SMU ku ada yang kuliah disana. Mungkin mereka sudah pindah atau …..(whatever lah).
Sex Data: Zara
Kisah ini berlangsung sekitar satu setengah bulan setelah Zara, mantan kekasih Jo yang dulu teman kost ku aku tiduri. Kami bertemu secara tidak sengaja disebuah mall yang cukup besar di kawasan Malioboro street (street? Plz dech)….OK jalan Malioboro.
Pertemuan itu dilanjukan dengan makan siang berdua karena kedua teman belanja Zara mohon diri, sepertinya mereka mahfum benar kalau Zara dan aku sedang ingin berdua. Sembari menyantap paket hemat di McD kami bercerita mengenai kehidupan maing-masing selama satu setengah bulan terakhir ini.
Zara menceritakan kalau setelah dia tidur denganku, Jo mengamuk tak karuan di kostnya sehingga membuat Zara malu karena semua temannya menjadi tahu kalau Zara tidur dengan pria lain bukan Jo walaupun mereka tidak tahu duduk persoalan yang sebenarnya sehingga Zara yang sebelumnya dikenal alim menjadi mendapatkan predikat baru dikostnya yaitu sebagai cewek yang bisa ditiduri.
Setelah putus dengan Jo akibat insiden tersebut, Zara sekarang lebih sering berkumpul dengan teman-temannya dan belum memperoleh pengganti Jo walaupun ada beberapa cowok yang mulai mendekatinya, sebagian karena memang suka sejak lama tetapi sebagian karena berharap bisa meniduri gadis cantik ini.
Aku hanya dapat memberinya saran untuk berhati-hati dalam mencari cowok karena dalam hati aku juga sadar kalau aku bersalah terhadapnya namun tidak bisa melakukan apapun karena aku sudah berpacaran dengan Anyssa yang tentunya tak bakalan mau aku putuskan begitu saja.
“Hahahah….lucu juga mendengar hal itu dari mas Adi.” Katanya padaku sembari meminum Coke-nya. Aku hanya nyengir saja karena sindiran itu memang pantas diberikan padaku, “Iya…iya. Kalau aku belum pacaran pasti kamu sudah aku pacarin Za.” Kataku menghiburnya.
“Sapa juga yang nolak dapat cewek secantik kamu. Kayak dapat durian runtuh.” Sahutku lagi dan langsung ditukas oleh Zara, “Sakit dong dapat durian runtuh. Kena kepala benjol..hehehe…” candanya. Sepertinya kekhawatiranku tidak begitu pas karena pada kenyataannya Zara dapat bercanda bebas denganku dan sudah dapat menerima hal terjadi pada dirinya.
Semua obrolan itu yang sebelumnya hanya ringan mendadak menjadi sangat berat ketika sebuah kalimat keluar dari mulut Zara, “Kalau aku mau yang kaya dulu lagi, mas Adi mau nggak?” tanyanya padaku. Tentu saja yang dia maksud adalah bercinta denganku.
Aku hanya bisa bengong saja mendengar kata-kata itu keluar dari bibir seksi gadis cantik ini. “Tentu saja aku mau. Gila aja kalau nolak cewek secantik kamu.” Sahutku mengatasi kegugupan.
Zara setuju untuk check in disebuah hotel melati yang biasa digunakan pasangan muda untuk quicky atau sex after lunch. Setelah mendapat kamar kami bergegas masuk. Seperti tak ada hari esok lagi kau segera melucuti seluruh pakaian Zara. Payudara ukuran 34A miliknya terasa menjadi semakin besar saja bagiku. Sementara dia juga tak kalah agresif mencopoti seluruh pakaianku hingga kami berdua bugil total.
Nampaknya aku tak dapat menutupi nafsuku yang sudah menusuk-nusuk. Zara dengan jelas dapat melihat batang kejantananku udah tegang ereksi penuh. Sesaat dia terbelalak bahwa ukuran penisku ternyata sangat besar dan penis inilah yang telah memerawani dirinya. Ada sebersit keraguan dimatanya dan aku bisa dengan jelas melihat itu.
“Jangan khawatir say. Sakitnya kalau pas kamu diperawanin aja kok. Sekarang udah ga bakalan sakit, aku juga bakalan pelan-pelan biar kamu menikmatinya.” Ucapku padanya sembari membelai rambutnya yang sekarang sudah dicat warna biru dan oranye. Sebuah kecupan manis hinggap dibibirnya dan tanpa menungg aba-aba lagi, Zara langsung menyambut ciuman itu dengan pagutan bibirnya yang seksi dan kamipun berciuman dengan mesranya.
Zara mulai rebah ditempat tidur dan tanpa pikir panjang lagi aku langsung menindihnya melihat vaginanya sudah basah kuyup akibat ciuman mesranya tadi maka aku langsung mempersiapkan penetrasiku. Sembari menggesek-gesekkan penisku yang ternyata masih susah menembus vagina sempit miliknya, aku membombardir bibir, leher, payudara dan putingnya dengan ciuman dan jilatan.
“Akhh…mas Adi…aku ngerasa terbakar mas…akhhh..” Desah Zara saat payudaranya beserta putingnya aku pilin, remas dan hisap dengan sesekali lidahku menyapu pelan ujung putingnya dengan gerakan melingkar. Mata Zara kontan saja menjadi sayup karena menahan gejolak nafsu yang terpendam selama ini. Tanpa dia sadari kedua tangannya merangkul pantatku dan seolah mendoong pantatku masuk semakin mendekat dengannya dan itu jelas membuat batang penisku yang ready didepan bibir vagina gadis ini menjadi menusuk masuk kedalam liang vaginanya. Sedikit demi sedikit namun pasti, bibir vagina Zara terbelah terbuka saat dilewati kepala penisku. Hingga separuh tenggelam didalamnya.
“Akhhh…mas Adi…ohhh…udah masuk mas? Vaginaku panas mas…akhhh..” Zara meracau lagi tak karuan kali ini tubuhnya menggelinjang hebat lalu menegang sembari tangan dan kakinya merangkul erat tubuhku. Luar biasa, pikirku. Zara telah mencapai orgasmenya hanya dengan cara seperti ini. Ternyata klitoris gadis ini super sensitif hingga mudah terangsang saat bergesekan dengan penisku ini.
Aku merasakan adanya cairan hangat membasahi kepala penisku yang sebagian sudah tenggelam didalam liang kemalaun gadis ini. “Dah keluar yah say?” Kataku sambil meneruskan penetrasiku dan akhirnya kepala penisku berhasil mendobrak masuk sementara pangkalnya masih tertinggal diluar karena otot vagina Zara kembali menegang, sepertinya dia masih merasakan sisa sensasi orgasme pertamanya tadi. “Aku masukin lebih dalam ya say?”
Zara hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaanku barusan. Dan dalam beberapa hentakan cepat akhirnya seluruh batang kemaluanku berhasil masuk secara sempurna kedalam liang senggama gadis ini. “Akhh…mas…akhhh…” Desah Zara ketika liang kemaluannya kembali dijarah batang kejantananku untuk kedua kalinya. Bedanya kali ini dia sudah mulai bisa menikmati. “Sudah masuk?” tanyanya sembari meremas-remas pantatku.
Aku tersenyum kepadanya, “Sudah sayang. Bagaimana rasanya?” ucapku sembari meremas-remas payudaranya yang seksi itu. Putting susunya sudah mengeras dan membesar dari ukuran normalnya dan buah dadanya yang putih itu sudah mulai memerah karena terangsang dan bukan hanya buah dadanya saja melainkan perut, leher, muka dan hampir seluruh bagian tubuhnya.
“Enak. Nggak seperti yang pertama, sakit. Terasa penuh mas.” Lanjutnya lagi sembari menggoyangkan pantatnya perlahan. Aku tahu benar mau dari gadis ini dan akan segera aku penuhi. “Sekarang kamu akan kubuat menjadi wanita dewasa Za.” Kataku sembari mulai memaju mundurkan penisku yang sudah terbenam seluruhnya didalam vagina gadis ini.
Sembari mengangkat kedua tungkai kakinya dan menumpangkannya dikedua pundakku, aku menindih tubuhnya lebih erat lagi sehingga buah dadanya dapat bersentuhan denganku begitu juga dengan putingnya bergesekan dengan milikku. Zara tambah menggelinjang tak karuan mendapatkan perlakuan semacam ini. Entah berapa kali dia mendesah tak karuan sembari menyebut namaku berulang-ulang.
Lima menit sudah kira-kira aku mengerjainya dengan posisi seperti ini sehingga sekarang vaginanya sudah mulai terbiasa dengan sodokan dengan gaya ini. Aku lalu memindahkan tungkai kaki kanannya agar bertumpu di pundak kananku sehingga kedua kaki tersebut sekarang berada dipundak kananku. Dengan demikian maka bibir vagina Zara menjadi menyempit karena kedua kakinya otomatis menjadi lebih mengatup dibandingkan yang tadi dan itu membuat vaginanya menjadi semakin seret saja. Kenikmatan yang lebih aku dapatkan darinya. “memiawmu benar-benar nikmat Za. Sempit dan peret.” Kataku padanya dan muka Zara bertambah merah karena malu mendengar kata-kataku. “Kamu suka ma tongkolku nggak? Mau di ent*tin lebih keras?” tanyaku padanya lagi setelah aku kerjai dia dengan posisi ini selama lima menitan dan sengaja aku menggunakan kata-kata jorok untuk melihat reaksinya.
Zara memerah mukanya dan tangannya membelai wajah dan dadaku, “Zara suka dient*tin ma mas Adi. Suka ma tongkolnya mas Adi juga.” Sahutnya sembari memalingkan pandangannya kearah vaginanya yang sedang aku jarah habis-habisan. Aku tahu dalam hati dia malu berkata jorok semacam itu namun dia sudah tak peduli lagi karena nafsunya sudah setinggi langit.
“Boleh dong aku ent*tin kamu lebih keras.” Aku mulai memancingnya dengan tetap memberikan stimuli ke kedua buah dadanya. Zara membuka mulutnya dan mendesah lagi, “Akhh…terus mas…akhhh…boleh diapain juga…akhhh…” Zara nampaknya sudah tak peduli lagi dengan imagenya selama ini dan berubah menjadi binal sebinal-binalnya.
“Boleh diapain sayang? Apanya yang diterusin sayang…?” Godaku kepada Zara. Gadis ini mencengkeram sprei tempat tidur itu hingga acak-acakan dan kusut. “ent*tin Zara mas. ent*tin Zara sampai mas Adi puas…akhh…achhh….ochhh…masukin tongkolnya mas Adi kedalam memiawnya Zara mas…terus…keras juga ga..akhhh….apa..akkhh…apa…” Sahut Zara terbata-bata menahan sensasi kenikmatan ketika sodokan penisku menyentuh rahimnya dan dipercepat pompaannya.
Kali ini aku menggunakan gaya doggy style dimana Zara dalam posisi merangkak dan vaginanya aku hajar dari belakang. Sembari memilin-milin puting susunya dari belakang dan meremas payudaranya aku mempercepat sodokanku dan semakin lama semakin brutal saja. Aku menunggu protes dari Zara namun tak kunjung keluar malahan sepertinya dia menikmatinya bahkan sempat mencapai orgasme dengan posisi ini. “Mas. Zara keluar…ent*tin lagi mas…” Serunya kepadaku.
Beberapa detik setelah orgasme Zara selesai langsng tubuhnya aku balik dengan posisi terlentang menyamping dengan kaki kiri terangkat dan ditumpangkan dibahuku. Tentu saja penisku tetap bersangkar didalam liang vaginanya ketika dia aku balik posisi. Dengan posisi ini aku menyodokkan penisku denan posisi kaki menyilang seperti gunting. Dengan mencengkeram paha atas kaki kirinya aku lalu melesakkan penisku dengan sedalam-dalamnya sehingga kembali menyentuh dinding rahimnya.
“Akhhh…mas Adi…akhh…sakit…” Nampaknya vagina Zara belum dapat menerima sodokan penis dalam posisi ini namun aku tetap tak memberinya ampun lagipula nanti dia juga bakalan menikmatinya cepat atau lambat.
Aku menciumi bibirnya dan meremas payudaranya yang sudah berbasuh keringat. Batang kejantananku terasa berkedut dan serasa ada yang akan keluar dari dalam penisku. Aku memberikan Zara ciuman dalam-dalam sambil meremas kedua payudara gadis ini. Sementara Zara hanya terpejam sembari membalas ciuman bibirku. Lalu disertai dengan sebuah sodokan keras dan dalam, aku mendiamkan batang kejantananku didalam lubang kemaluan gadis ini dan menyemprotkan spermaku didalam dinding rahimnya.
Aku diamkan penisku didalam vagina gadis ini sembari terus menciumi bibirnya dan memainkan putingnya. Penis yang mulai mengecil itu aku tarik keluar bersamaan dengan mengalirnya cairan putih kental dari bibir vagina gadis ini membasahi sprei tempat tidur juga bercampur dengan darah segar. Ternyata masih ada sisa selaput dara yang belum robek waktu dia kehilangan keperawanannya denganku tempo hari.
“Kamu benar-benar hebat Za. Sekarang kamu sudah menjadi wanita dewasa.” Kataku sambil membelai rambutnya. Sementara Zara hanya berbaring disamping dengan kepala bersandar diatas dadaku. “Zara senang sekali hari ini mas. Mas Adi mau khan ngelakuin ini lagi ama Zara?” tanyanya padaku sambil tangannya memainkan batang kemaluanku yang sudah menegang lagi.
“Tentu Zara. Tapi kasih aku yang satu itu dulu dong.” Kataku sambil mendorong lembut kepalanya kearah penisku yang sudah ereksi. Zara tahu benar apa mauku dan mulutnya membuka lalu memasukkan batang kemaluanku yang sudah tegang lagi dan masih belepotan sperma plus percikan darah itu kedalam mulutnya. Oral seks dari Zara memang luar biasa, ditambah dengan permainan tangannya yang sudah ahli dan lidahnya tiap kali menyapu ujung penisku membuatku menjadi panas dingin. Hanya membutuhkan waktu kurang dari sepuluh menit bagiku untuk mengeluarkan sperma kloter keduaku. Cairan putih kental itu menyembur didalam mulut Zara dan langsung ditelannya cepat-cepat. Lalu dengan telaten dia bersihkan batang kemaluanku yang sudah mulai melemas dengan jilatan dan hisapan sehingga bersih dari sperma dan berkilat karena ludahnya.
Usai dengan permainan ini aku berkata kepada Zara kalau kapanpun dia mau bercinta denganku, aku akan selalu menunggunya dan siap untuk melayaninya. Saat aku akan keluar dari kamar hotel bersamanya, Zara sempat menyelipkan tangannya masuk kedalam celana panjangku dan menyentuh penisku sehingga kembali tegang lalu dengan tertawa kecil dia berlari meninggalkanku kedalam sebuah taksi dan berlalu. “Sialan! Udah mau pulang pake acara bikin konak lagi.” Kataku dalam hati melihat tingkah laku Zara.
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
1348