Ayahku Dan Isteriku
Aku ingin menceritakan kisahku sendiri. Dalam forum ini, umumnya kaum prialah yang selingkuh dan mengkhianati kaum wanitanya. suami mengkhianati istrinya. tapi dalam kisahku ini justru istrikulah mengkhianatiku dengan berselingkuh dengan ayah kandungku sendiri.
Semua dimulai ketika aku sakit tipus dan harus dirawat di sebuah RS swasta di Semarang 2 tahun yang lalu.
Penyebabnya aku bekerja terlalu keras, demi mengejar promosi untuk diangkat sebagai kepala divisi pemasaran di perusahaanku. Syarat utamanya aku harus meningkatkan jumlah penjualanku bersama tim yang aku pimpin saat ini. Untuk informasi pembaca, jabatan kepala divisi pemasaran saat ini memang sedang kosong. sebelumnya atasanku yang menjabat sebagai kepala divisi pemasaran itu, sudah mengundurkan diri karena tidak kuat dalam menanggung beban kerja yang menggila.
Memang jadi kepala divisi pemasaran sangat berat beban kerjanya. Maklum, kami ini adalah salah satu ujung tombak maju-mundurnya perusahaan ini. Namun karena penghasilan dan bonusnya sangat besar, bisa mencapai 2 M/bulan, jadilah aku dan ketiga teman kerjaku yang bersaing untuk memperebutkan jabatan itu.
Di antara kami berempat, hanya aku saja yang prestasinya stabil. Penjualan pribadi dan penjualan timku selalu sesuai target bulanan yang ditetapkan manajemen pusat. Hanya saja kami harus berusaha lebih keras lagi, kalau ingin bisa menjadi juara perusahaan. Dalam hal ini tentu saja dengan diangkatnya aku sebagai kepala divisi pemasaran yang baru di perusahaanku. Sementara timku yang notabene bawahanku tentu saja akan meningkat bonus dan gajinya, jika menjadi juara perusahaan-gelar dari kompetisi tahunan dalam perusahaan kami, untuk tim pemasaran dengan prestasi penjualan terbaik selama setahun ke depan. Makanya kami bahu membahu agar bisa mencapai tujuan itu.
Hanya saja dalam berjuang di kompetisi ini, aku jadi melupakan hak-hak diriku sebagai seorang individu. Aku jarang berolahraga. Kalau sebelumnya aku rutin angkat beban di gym 3 kali seminggu, renang dan bersepeda 2 kali seminggu, kali ini aku hanya renang dan bersepeda saja. Itupun jarang kulakukan. Kalau sebelumnya aku rutin mengkonsumsi makanan bergizi yang disediakan istriku, sekarang aku justru makan seadanya, bahkan tak jarang makan makanan yang tak sehat alias junk food dan fast food.
Sudah begitu, waktu istirahatku juga berkurang drastis. Biasanya aku tidur 7-8 jam perhari, sekarang hanya 5-6 jam perhari. Akhir pekan yang dulu sering kupakai buat beristirahat, olahraga dan bersenang-senang bersama keluarga, kugunakan buat presentasi dan promosi kepada klien bersama timku. Lengkaplah persyaratanku untuk sakit, apalagi ditambah beban kerja yang begitu berat yang harus kutanggung sejak 2 bulan terakhir-saat aku dan timku memutuskan untuk menjadi dan menjuarai juara perusahaan.
Setelah berjuang selama 6 bulan, akhirnya aku harus menerima kenyataan. Aku jatuh sakit dan mau tidak mau harus dirawat di RS selama 4 bulan lamanya. Buyar sudah impianku untuk menjadi kepala divisi pemasaran. Namun kerugianku tidak sampai di situ saja. Hal yang lebih menyakitkan adalah ketika aku tahu justru di saat aku sakit, istriku memanfaatkannya untuk berselingkuh dengan ayahku sendiri.
Awalnya adalah hari senin itu. Ayah dan ibuku yang tinggal di kampung datang menengokku. Ayah dan ibuku memang jarang menengokku dan keluarga. Selain kampungnya jauh di Kalimantan sana, juga mereka punya kesibukan sendiri. Ibuku sibuk dengan pekerjaannya sebagai tukang jahit dan usaha warung kaki lima. Sedangkan ayahku sibuk dalam usaha serabutannya seperti biasa, tenaga keamanan kontrak, guru bela diri, makelar tanah, jual beli mobil, dan sebagainya.
Saat aku melihat keduanya, aku melihat betapa kontrasnya penampilan antara ayah dengan ibuku. Ibuku tampak begitu pucat dan ringkih, akibat penyakit TBC yang pernah beliau derita 6 tahun yang lalu. Kecantikan, kebugaran dan kemudaannya seakan sirna gara-gara digerogoti penyakit yang beliau derita selama 5 bulan itu.
Sebaliknya dari ayahku, justru kekagumanku yang timbul. Beliau masih tampak gagah dan sehat seperti dulu, saat bekerja sebagai ketua satuan pengamanan sebuah perusahaan tambang di Kalimantan. Tubuhnya yang tinggi itu tampak tegap, padat, dan berisi. Bahkan kurasa kegagahannya kini semakin kentara, terlihat dari tampilan tubuhnya yang semakin kokoh dan berisi dibandingkan sebelumnya. Kudengar dari ibu, beliau kini telah menjadi anggota sekaligus pelatih dari sebuah gym terkenal di kampung kami.
Ayah dan ibuku seperti biasanya menasehatiku macam-macam. Maklum dari dulu di antara lima bersaudara, dengan aku sebagai anak tertua, hanya akulah yang paling ambisius dalam hal karir dan prestasi. Makanya mereka tak heran kalau aku jatuh sakit dan harus dirawat di RS ini. Aku hanya bisa mengangguk-angguk saja, kebiasaan yang sama kalau aku salah dan terpojok sejak dulu.
Saat aku dinasehati macam-macam itulah, istriku datang. Dia tampak terkejut saat melihat kedua mertuanya datang menengokku tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Memang kali ini, ayah dan ibuku spontan tiba-tiba datang. Selain ingin menjengukku juga kangen dengan cucunya, anak lelakiku yang baru berusia 3 tahun itu. Salah satu cucu pertama mereka. Perlu diketahui pembaca, saat ini aku berusia 32 tahun, istriku 27 tahun, ayahku 56 tahun dan ibuku 53 tahun. Aku menikah di usia 25, istriku 20. Anak lelakiku lahir saat usiaku 27 tahun.
Istriku tampak senang sekaligus malu saat melihat kedua mertuanya hadir. Maklum sebagai seorang menantu yang baik, dia merasa harusnya dialah yang menyambut kedatangan mertuanya dengan baik. Termasuk menjemput kedatangan mereka di bandara 3 hari sebelumnya (mereka menginap di rumah adik ketigaku yang perempuan di Semarang ini-2 dari 5 anak mereka telah tinggal di Semarang. Sisanya tinggal di Makassar, Surabaya, dan Bandung). Namun orang tuaku segera menepisnya. Merekalah yang justru meminta maaf, merasa telah merepotkan kami dengan tidak memberitahu kedatangan mereka terhadapnya terlebih dahulu.
Terlepas dari itu, dari sinilah perselingkuhan itu bermula. Kesenangan istriku dengan kehadiran mertuanya, tidak sekedar kesenangan belaka dan biasa. Kesenangan sebagaimana hubungan mertua dan menantu seperti biasanya. Tapi kesenangan dengan maksud tertentu. Dengan tujuan tertentu pula. Tak lain tak bukan, ayah mertuanya sendiri. Lelaki yang saat itu tampak begitu macho dengan sosoknya yang jangkung dan kekar.
Ya, sudah sejak lama, istriku memang naksir kepada ayahku. Maklum, ayahku memang memiliki segalanya. Pribadi yang sangat simpatik; perhatian, humoris, lembut, matang dan bertanggung jawab. Wawasannya luas dan otaknya cerdas meskipun dia hanya lulusan STM di kampung kami. Ekonominya mapan, meskipun beliau tidak kaya.
Di atas semua itu tentu saja fisiknya yang menggiurkan. Dengan tingginya yang 182 cm, beliau memiliki bahu yang bidang, lengan yang kekar dengan sepasang bisep dan trisep yang tebal, dada yang membukit liat, perut yang rata dengan otot-ototnya yang kencang, punggung yang simetris, bagaikan huruf V, pinggang yang ramping, dan terakhir pantat dan pinggul yang terpahat indah.
Daya tarik ayahku masih ditambah raut wajahnya yang keras, barisan giginya yang putih dan rapi, kulit cokelatnya yang bersih, dagunya yang persegi, dan aroma parfumnya yang kental nuansa kemaskulinannya. Membuat wanita mana saja yang melihatnya akan terpesona.
Di lain pihak, aku tak kalah kagumnya dengan penampilan istriku pagi itu. Jelas sekali kalau istriku berdandan spesial saat ini. Busana yang dipakai istriku, sebuah gaun trendi berpotongan tank top, berbelahan dada rendah, dan celana jeans tiga perempat yang ketat, membuat tubuhnya yang molek itu tercetak jelas. Ya aku sendiri mengakui kalau istriku tampak ‘yummy’ sekali pagi ini.
Aku sendiri senang-senang saja melihat penampilan istriku yang tampak niat sekali itu. Apalagi saat aku melihat ke arah ayahku, terpancar ekspresi kekaguman yang sama dari raut wajahnya yang keras. Membuat hatiku bangga, mempunyai istri secantik dan sebohai itu. Hanya saja aku tidak menyangka bahwa kekaguman ayah terhadap istriku, tidak hanya sekedar kekaguman belaka. Kekaguman itu justru berakhir ke dalam suatu jalinan asmara terlarang antara keduanya.
Sebagai lelaki yang sudah lama makan asam garam kehidupan, ayahku langsung tahu jika seorang wanita menaruh ‘rasa’ terhadapnya. Terlihat dari gerak-geriknya selama ini. Cenderung cari-cari perhatian dengan bahasa tubuhnya. Entah itu dengan lirikan mata, senyuman, untaian kata-kata, lenggak-lenggok tubuh, dan terutama gaya berbusana yang sangat menggoda. Semua itu bisa beliau lihat dari tingkah laku istriku saat ini.
Entah berapa kali ayahku melihat lirikan istriku yang dia tujukan secara khusus ke arah dirinya. Kemudian senyumannya yang menggoda, yang dia tujukan ke sang mertua. Lenggak-lenggok tubuhnya yang disengaja, dengan cara yang sangat halus, dan lagi-lagi ditujukan hanya untuk dirinya. Terutama kata-katanya yang sangat mengundang birahi. Menyebut-nyebut tentang buah pisang yang dibawa ibuku, sambil diam-diam melirik ke wajahnya lalu ke arah selangkangannya.
Merasakan itu, ayahku tampak salah tingkah. Di satu sisi dia malu sekaligus takjub melihat kenekadan aksi provokasi sang menantu kepada dirinya. Beraninya wanita muda itu, komentarnya dalam hati. Terang-terangan menggodanya di depan suami dan ibu mertuanya sendiri. Seakan tak peduli aksinya akan tercium oleh kedua orang itu. Di sisi lain, ayahku merasa sangat senang dan gembira menyadari hal itu. Sebagai lelaki normal yang sudah lama tidak merasakan nikmatnya tubuh wanita, konsekuensi dari kesibukan kerja dan kondisi kesehatan istrinya yang tak mendukung, membuat gairah hidupnya yang semula beku kembali menghangat. Bagaikan api obor yang nyaris padam, lalu dituangkan minyak hingga kembali membara. Membuat aliran darahnya memanas di sekujur tubuhnya, di sepanjang urat nadinya. Terpicu gairah birahi yang sudah lama tak dia rasakan.
Tanpa sadar, batang kebanggaannya sedikit demi sedikit mulai mengeras, membentuk tonjolan dari balik celana jeans yang dikenakannya. Terangsang melihat keindahan tubuh Anna, istriku. Siapa yang menyangka maksud hati ingin menengok sang anak, justru berakhir ‘kepanasan’? Disodori pemandangan menggiurkan dari belahan dada, ketiak, dan bagian bawah tubuh sang menantu? Anna sendiri tak kalah takjubnya melihat ‘pengerasan’ itu. Tak pernah menyangka bahwa aksinya kali ini akan sukses besar!!! Bagaikan membangunkan seekor macan yang kelaparan, dengan sekerat daging zebra. Sangat mudah sekali…
Lihatlah tonjolan di selangkangan sang ayah mertua. Begitu menggiurkan bukan? Dari siluetnya saja, sudah pasti terbayang jelas ukuran maksimalnya. Pasti besar, panjang, dan keras. Mungkin juga bentuknya melengkung ke atas. Senjata lelaki yang sangat menggiurkan. Senjata lelaki yang selama ini dia selalu impi-impikan, setiap kali dia bermasturbasi ataupun digauli oleh sang suami.
Sebaliknya ayahku tak kalah liarnya menatapi belahan dada dan bagian bawah tubuh istriku. Payudaranya tampak begitu besar, ranum dan mengkal. pasti nikmat sekali kalau bisa menikmatinya… sedangkan pinggul dan pantatnya yang begitu bulat dan padat, tercetak jelas dari balik jeansnya yang ketat, menandakan wanita ini sangat pintar menjaga tubuhnya. Tak sekalipun ada tanda-tanda lemak di sana, tak seperti wanita-wanita seusianya. Dengan porsi tubuh yang cenderung tidak terjaga setelah melahirkan. Membuatnya penasaran. Seperti apakah rasanya jika miliknya dijepit lubang nikmat sang menantu itu?
Sisa hari itu, tidak lagi membuat ayah dan istriku konsentrasi lagi. Pikiran-pikiran kotor memenuhi kepala keduanya. Obyeknya tak lain adalah daya tarik seksual dari masing-masing tubuh lawan jenisnya. Bongkahan otot tubuh sang Adonis, mertua lelakinya, dan lekukan tubuh seorang dewi Yunani, milik sang menantu. Dari tatapan-tatapan mereka saat beradu pandang, keduanya memang sudah tak sabar untuk melanjutkan momen panas itu ke dalam aksi yang nyata, adegan panas yang mendebarkan.
Ayahku merasa perlu mencari siasat. Tak butuh waktu lama suatu ide cemerlang muncul di otaknya. Kemudian dengan suara baritonnya yang khas, ayahku meminta izin kepada kami, aku dan ibuku yang sedang asyik mengobrol, mau pergi sebentar. Alasannya mau membelikan oleh-oleh buat Vito, anakku yang baru berusia 3 tahun itu. Melihat itu, istriku spontan menawarinya untuk mengantarkan ayahku berbelanja oleh-oleh. Lalu tanpa banyak cakap, keduanya langsung menghilang dari situ.
Aku dan ibuku yang asyik mengobrol, tidak menyadari adanya tanda-tanda mencurigakan itu. Bahwa ayahku dan Anna asyik saling tebar pesona sejak tadi. Kami malah asyik mengobrol, menuntaskan kangen yang menyesak di dada. Tak kami perhatikan sama sekali bahwa ayah dan istriku justru menggunakan kesempatan ini untuk berselingkuh. Gairah libido yang menggebu-gebu, membuat segalanya harus dituntaskan. Alasan membeli oleh-oleh tak lebih dari sekedar alasan. Ayahku membawa Anna dengan mobilku ke sebuah motel terdekat.
Dalam perjalanan ke sana, tak lepas-lepasnya mereka saling menggoda. Saling memegang dan meremas. Yang pria meremasi paha dan pangkal selangkangan sang wanita. Sedangkan yang wanita memijit-mijit selangkangan sang pria, mencoba merangsang sang pria lebih jauh. Begitu sampai di motel terdekat, ayahku segera registrasi. Kemudian mereka segera menuju kamar yang telah dipesan, tak sabar untuk menuntaskan gairah seksual yang begitu menggebu di dalam diri.
Di dalam sana, mereka berlomba saling melucuti baju lawan bercintanya. Kemudian mereka saling bercumbu dengan liarnya, tak lupa sambil meraba, meremas dan mencakar. Begitu keduanya telah bugil, mereka segera naik ke tempat tidur. Mula-mula mereka mempraktikkan adegan 69, ayah menikmati kemaluan istriku dengan lidah dan jari-jarinya yang kasar, sedangkan istriku asyik mengulum senjata mertuanya sambil aktif mengocoknya. Mereka saling berlomba memberikan kepuasan. Hingga akhirnya istriku menjerit panjang, tanda orgasmenya sudah sampai.
Langsung saja tanpa banyak cakap, ayahku mulai menggauli istriku. Mula-mula dalam posisi konvensional, beliau menggauli istriku dengan menindihnya. Dada bidangnya menghimpit erat payudara istriku, sedangkan kedua kaki istriku yang mulus, menjepit pinggang rampingnya erat-erat. Sementara senjata ayah menggojlok lubang birahi istriku dengan tempo yang semakin cepat dan kasar, membuat Anna sampai di puncaknya yang kedua.
Tak puas sampai di situ, ayahku lalu merubah posisinya. Kali ini istriku yang berada berada di atas pangkuannya.
Mereka kembali bergoyang dan digoyang. Memompa dan dipompa. Sesekali ayah membenamkan wajahnya untuk menyusui payudara istriku yang menggiurkan itu, membuat empunya payudara teriak-teriak keenakan. Tak berapa lama kemudian, sampailah istriku di puncaknya yang ketiga.
Penasaran dengan keperkasaan sang mertua, yang sejak tadi belum juga keluar, padahal sudah dioralnya, dan mereka sudah bercinta dalam 2 posisi yang berbeda. Sudah dia praktikkan gaya bercinta andalannya, goyang ngebor dan ngecor yang dia tiru dari para penyanyi dangdut kampungan di layar kaca, memainkan ‘pisang tanduk’ sang mertua yang sejak tadi gencar keluar-masuk ke lubang surgawinya. Padahal kalau dia praktekkan kedua teknik itu bersama suaminya dan TTM-TTMnya yang lain, tak satupun dari lelaki-lelaki itu yang masih bertahan. Pasti mereka akan keluar semuanya. Tapi kali ini? Luar biasa… bahkan kedua teknik goyangnya hanya membuat mertuanya mendesis-desis keenakan saja!!!
Didorong dendam, segera diserangnya kembali batang senjata sang mertua yang masih mengacung tegak dengan perkasanya. Membuat ayahku kembali mendesis-desis keenakan. Sayangnya acara oral ini hanya sebentar. Rupanya ayahku masih penasaran dan haus akan kenikmatan. Dimintanya istriku untuk menungging. Lalu digaulinya kembali menantunya itu dalam gaya bercinta favoritnya, gaya anjing. Kembali keduanya terseret arus nikmat birahi, bermandikan peluh yang mengkilat, membasahi tubuh keduanya yang indah bagaikan tubuh para model kebugaran.
Tak lama, kembali istriku keluar lagi untuk yang keempat kalinya. 10 menit kemudian, ketika giliran ayahku yang mulai menampakkan tanda-tanda akan keluar, langsung beliau suruh istriku berganti posisi lagi. kali ini dia jepitkan batangnya diantara kedua belah gunung kembar istriku yang menggiurkan, dan mulai bergerak maju-mundur dibantu oleh istriku. Lalu setelah digosok-gosoknya beberapa saat, crot.crot.crot.crot… muntahlah cairan-cairan birahi lelaki tua itu di wajah, dagu, leher, dan payudara istriku. Ada sekitar 8 kali semburan cairan yang tampak kental dan hangat itu ke tubuh istriku.
Istriku terus mengocok senjata ayahku, mencoba memastikan tak ada satupun cairannya yang tertinggal di batangnya. Lalu diraihnya cairan-cairan birahi lelaki itu untuk dia sapukan ke wajah dan daerah sekitar payudaranya. Sisanya dia raih dan dia telan hingga habis cairan-cairan itu. Setelahnya, keduanya sama telentang bersama dan kelelahan, efek dari persetubuhan yang panas dan liar selama sejam lebih tadi.
Puas beristirahat, keduanya segera mandi dan berbenah, membersihkan diri mereka dari tanda-tanda yang kemungkinan mencurigakan. Keduanya balik kembali ke RS tepat jam 1 siang, dengan oleh-oleh di tangan. Meskipun sempat menimbulkan keheranan dari aku dan ibu, kenapa beli oleh-oleh bisa sampai lama sekali? Sekitar 3 jam-an dari pukul 10 pagi tadi? Dengan cekatan, ayahku menjelaskan dengan alasan yang meyakinkan bahwa oleh-oleh yang mereka cari susah didapat dan membuat keduanya harus keliling-keliling dari satu pasar ke pasar lain di Semarang untuk mencarinya. Suatu jawaban yang masuk akal dan spontan diaminkan istriku.
Ketika berpamitan dari RS, aku sempat keheranan. Ketika mataku melihat ke arah belahan gaunnya yang rendah di bagian dada, payudara istriku yang putih itu, tampak agak kemerahan dan ada bekas-bekas seperti gigitan di sana? Berbeda sekali warnanya jika dibandingkan saat dia datang pertama kali ke sini pagi tadi. Namun rasa sakit yang menyerang kepalaku membuatku enggan berpikir lebih jauh.
Malamnya, ayahku datang kembali menjengukku di RS. Bedanya kali ini beliau hanya berdua saja dengan istriku. Ketika kutanyakan ke mana ibu dan Vito, nama anakku, istriku menjawab bahwa ibuku asyik bermain dengannya. Saat ini keduanya ada di rumah, asyik bermain bersama.
Entah kenapa perasaanku menjadi tidak enak malam itu. Menyaksikan ayah dan istriku berduaan bagaikan sepasang kekasih. Tidak, lebih tepatnya bagaikan sepasang suami-istri. Ayahku tampak gagah dengan kemeja kaus putih dan jins hitam yang mencetak jelas tubuhnya yang berotot, sedangkan istriku tampil dengan gaun malam ungu yang seksi, dengan model tank-top seperti tadi pagi, tetapi tanpa celana jinsnya. Seakan-akan ingin memamerkan keindahan payudara, ketiak, paha dan betisnya, yang putih dan mulus.
Mereka tidak lama menengokku. Hanya 30 menit mereka di sini, lalu keduanya segera berpamitan. Saat itulah, aku segera tersengat atas ingatan tadi siang. Melihat kedua sejoli itu keluar dari ruangan tempatku dirawat. Betapa bodohnya aku. Ya payudara istriku tadi siang, tak lain dan tak bukan ulah ayahku sendiri. Beliaulah yang membuat warnanya berubah sedemikian rupa. Mungkin dalam suatu pergumulan yang panas dan liar. Di sebuah hotel atau motel terdekat RS ini. Bukan tidak mungkin mereka akan melakukannya kembali malam ini, seperti tadi siang…..
Siaaaalllll!!!
Begitulah kisah perselingkuhan antara ayah kandungku dengan Anna, istriku, yang sayangnya masih berlangsung hingga saat ini, dan edannya, aku malah justru menikmatinya……
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
5983